Latar Belakang
Kearifan lokal merupakan sebuah frasa yang memiliki banyak arti dan makna. Secara umum, kearifan lokal merupakan budaya yang diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi. Kearifan lokal muncul dari adanya interaksi manusia dengan alam serta manusia lainnya yang ditanamkan ke beberapa generasi melalui tradisi. Warisan budaya ini dapat berupa bahasa, adat istiadat, kepercayaan, histori, dan filosofi kehidupan. Kearifan lokal ini perlu dijaga agar tidak luntur, punah, ataupun dilupakan oleh manusia.
Zaman yang sudah modern dan global ibarat pedang bermata dua bagi eksistensi kearifan lokal. Pada satu sisi, manusia lebih mudah untuk memperkenalkan budaya lokal kepada masyarakat dari daerah lain, maupun mempelajari dan mengenal budaya-budaya asing. Namun, tanpa disadari hal ini justru dapat menggerus kearifan lokal yang sudah eksis sejak zaman dulu. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk membalikkan arus hilangnya kearifan lokal, salah satunya adalah melalui bidang pendidikan.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki selain memiliki tugas untuk mengembangkan potensi peserta didik juga memiliki tugas lain, yaitu melestarikan kebudayaan masyarakat. Menurut Indrawan, dkk. (dalam Fairus, dkk., 2024:195), Integrasi kearifan lokal dapat dimulai dari sumber belajar, proses pembelajaran, kurikulum, hingga implementasi di lembaga pendidikan. Pengintegrasian kearifan lokal ke dalam pembelajaran dapat membantu peserta didik memahami budaya mereka, terhubung lebih dekat dengan lingkungan mereka, dan lebih siap menghadapi tantangan global. Konsep aktualisasi kearifan lokal ke dalam pembelajaran disebut dengan etnopedagogi (Sugara dan Sugito, 2022:93). Etnopedagogi melihat kearifan lokal sebagai sumber inovasi yang dapat digunakan untuk kemasalahatan masyarakat. Salah satu sekolah yang mengaktualisasikan etnopedagogi adalah SDN Banjar Agung 2 yang mengintegrasikan kearifan lokal sebagai bagian dari pembelajaran, yaitu dengan adanya muatan lokal Bahasa Jawa Banten (BJB). Hal ini menjadi suatu hal yang sangat menarik untuk dikaji, sehingga peneliti melakukan penelitian yang berjudul "Muatan Lokal Bahasa Jawa Banten Sebagai Aktualisasi Etnopedagogi di SDN Banjar Agung 2".
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
- Apa yang mendasari adanya muatan lokal Bahasa Jawa Banten di SDN Banjar Agung 2?
- Apa saja faktor pendukung dan penghambat pembelajaran Bahasa Jawa Banten di SDN Banjar Agung 2?
- Bagaimana bentuk aktualisasi etnopedagogi pembelajaran Bahasa Jawa Banten di SDN Banjar Agung 2?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Mendeskripsikan hal yang mendasari adanya muatan lokal Bahasa Jawa Banten di SDN Banjar Agung 2.
- Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat pembelajaran Bahasa Jawa Banten di SDN Banjar Agung 2.
- Mendeskripsikan bentuk aktualisasi etnopedagogi pembelajaran Bahasa Jawa Banten di SDN Banjar Agung 2.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah salah satu dari jenis penelitian yang termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan startegi penelitian dimana di dalamnya peneliti menyelidiki kejadian, fenomena kehidupan individu-individu dan meminta seseorang atau sekelompok individu untuk menceritakan kehidupan mereka. Informasi ini kemudian diceritakan kembali oleh peneliti dalam kronologi deskriptif. Karakteristik dari deskriptif sendiri adalah data yang diperoleh berupa kata-kata, gambar dan bungkan angka-angka sperti penelitian kuantitatif.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi yang dilakukan adalah observasi tidak terstruktur. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan, peneliti tidak menggunakan instrumen baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan. Pengamatan yang dilakukan secara spontan dengan cara mengamati proses pembelajaran Bahasa Jawa Banten di kelas SDN Banjar Agung 2. Pada penelitian ini peneliti melakukan wawancara kepada kepala sekolah serta guru kelas yang mengampu mata pelajaran Bahasa Jawa Banten. Dokumentasi dilakukan sebagai pembuktian yang ada di lokasi berupa foto.
Hasil
- Wawancara Kepala Sekolah
Berdasarkan hasil kegiatan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada hari Rabu, 4 September 2024, peneliti mencoba menggali informasi lebih dalam mengenai hal yang mendasari adanya muatan lokal Bahasa Jawa Banten di SDN Banjar Agung 2. Narasumber wawancara ini adalah bapak ER selaku kepala sekolah SDN Banjar Agung 2. Dari hasil wawancara, beliau menyampaikan bahwa hal yang mendasari adanya muatan lokal Bahasa Jawa Banten salah satunya adalah kebijakan dari Dinas Pendidikan Kota Serang. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan khasanah budaya daerah yang selama ini hampir terlupakan. Beliau juga menyampaikan bahwa adanya muatan lokal Bahasa Jawa Banten diharapkan dapat membuat peserta didik mampu menggunakan Bahasa Jawa Banten dalam interaksi atau komunikasi sehari-hari.
Pada teknis pelaksanaannya, bapak ER menyampaikan bahwa setiap wali kelas memegang tanggung jawab sebagai guru muatan lokal Bahasa Jawa Banten. Melalui hal ini, semua guru yang mengajar atau bertugas di wilayah lingkungan Kota Serang ini diharapkan mampu menguasai bahkan bisa menularkan kemampuan berbahasa Jawanya kepada peserta didik. Secara berkala diadakan pelatihan untuk para guru agar bisa menyampaikan atau mengajarkan Bahasa Jawa Banten. Bahan ajar yang digunakan bersumber pada buku paket yang disediakan oleh Dinas Pendidikan Kota Serang.
Bapak ER juga menyampaikan bahwa masih terdapat kendala yang dialami dalam pelaksanaan pembelajaran Bahasa Jawa Banten, yaitu dari segi tenaga pengajar. Tidak semua guru sekolah dasar di kota Serang itu berasal dari wilayah kota Serang itu sendiri. Tidak jarang mereka adalah pendatang dari daerah lain, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memahami Bahasa Jawa Banten. Beliau juga menyampaikan harapannya untuk muatan lokal Bahasa Jawa Banten sebagaimana tujuan dicanangkannya pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa Banten adalah agar peserta didik mengenal bahasa daerahnya sebagai bagian dari etnopedagogi. Bahasa Jawa Banten juga mengandung akhlak mulia atau pesan moral di dalamnya melalui adanya tingkatan berbahasa yang membedakan komunikasi sehari-hari, bersama teman sejawat, dan juga bersama orang yang lebih tua.
- Wawancara Wali Kelas 2
Berdasarkan hasil kegiatan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada hari Rabu, 4 September 2024, peneliti mencoba menggali informasi lebih dalam mengenai faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan muatan lokal Bahasa Jawa Banten di SDN Banjar Agung 2. Narasumber wawancara ini adalah ibu HD selaku Wali Kelas II. Dari hasil wawancara, beliau menyampaikan bahwa beliau diberi kepercayaan untuk mengajarkan Bahasa Jawa Banten sejak tahun 2023. Dalam kesehariannya, ibu HD menyampaikan bahwa beliau tidak menggunakan bahasa Jawa Banten sebagai bahasa komunikasi sehari-hari dan hanya menggunakannya pada jam pelajaran mulok Bahasa Jawa Banten.
Pada pelaksanaannya, ibu HD menggunakan buku paket Bahasa Jawa Banten yang telah disediakan oleh Dinas Pendidikan Kota Serang. Kendala yang dialami ibu HD selama mengajar adalah beliau yang kurang fasih menggunakan bahasa Jawa Banten sehingga untuk mengajarkannya beliau perlu melakukan usaha ekstra. Untuk menanggulangi hal tersebut, sebelum kegiatan pembelajaran, ibu HD akan belajar lebih dahulu kepada guru lain yang lebih senior dan fasih dalam menggunakan bahasa Jawa Banten. Beliau juga menyampaikan harapannya untuk pembelajaran mulok Bahasa Jawa Banten. Beliau berharap adanya sosialiasi atau pelatihan khusus untuk para guru agar dapat meningkatkan keterampilan berbahasa Jawa Banten, disediakan sarana dan prasarana yang lebih mendukung seperti LKS ataupun buku pegangan lainnya sehingga dapat mempermudah peserta didik untuk berlatih secara mandiri. Beliau juga berharap di masa yang akan datang, akan ada guru khusus yang dapat mengajar muatan lokal Bahasa Jawa Banten secara profesional agar peserta didik dapat lebih mudah memahami materi yang diajarkan.
- Observasi Proses Pembelajaran
Berdasarkan hasil kegiatan observasi kegiatan pembelajaran Bahasa Jawa Banten yang dilakukan oleh peneliti pada hari Rabu, 4 September 2024, pukul 10:15 WIB. Materi pembelajaran hari itu adalah kaidah menggunakan huruf kapital. Pada pertemuan sebelumnya ibu DH telah menjelaskan aturan penggunaan huruf kapital kepada peserta didik. Pada pertemuan ini, pembelajaran hanya berfokus kepada penugasan. Peserta didik diminta untuk menemukan kesalahan penggunaan huruf kapital pada kalimat yang dituliskan di papan tulis. Pada prosesnya, ibu DH menggunakan bahasa Indonesia ketika menjelaskan. Beliau hanya menggunakan bahasa Jawa Banten ketika memberikan contoh kalimat serta ketika memberikan instruksi penugasan. Bahasa Jawa Banten yang diajarkan disebut dengan babasan. Babasan merupakan tingkatan bahasa Jawa Banten yang paling halus, biasanya digunakan untuk berkomunikasi kepada individu yang usianya lebih tua dari penutur.
Pembahasan
Bahasa merupakan alat komunikasi yang umum digunakan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari sebagai sarana untuk menyampaikan informasi maupun argumentasi kepada orang lain. Indonesia dikenal menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Namun, selain bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, di Indonesia terdapat 726 bahasa lainnya yang digunakan oleh berbagai suku dan etnis yang tersebar di Nusantara. Salah satu jenis daerah yang ada di Indonesia adalah bahasa Jawa Banten.
Bahasa daerah merupakan produk kearifan lokal yang perlu dijaga eksistensinya agar jangan sampai punah. Menurut Tondo (dalam Ekklesia dan Bunga, 2023:156), faktor-faktor penyebab kepunahan bahasa antara lain: (1) kondisi masyarakatnya yang bilingual atau multilingual; (2) globalisasi; (3) migrasi penduduk; (4) kurangnya penghargaan; (5) kurangnya intensitas komunikasi menggunakan bahasa daerah. Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian bahasa daerah adalah dengan menjadikan bahasa daerah sebagai muatan lokal di sekolah-sekolah.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada guru kelas dan kepala sekolah, SDN Banjar Agung 2 memiliki muatan lokal Bahasa Jawa Banten yang diajarkaan kepada peserta didik kelas II sampai dengan kelas VI. Pembelajaran dilakukan selama seminggu sekali. Hal ini sesuai dengan kebijakan dari pemerintah kota Serang. Mekanisme ini merupakan upaya sistematis dari pemerintah kota Serang khususnya Dinas Pendidikan Kota Serang untuk dapat melestarikan bahasa Jawa Banten. Hal ini sejalan dengan peraturan Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab 1 Ketentuan Umum pasal 1 ayat 16 yang menyatakan bahwa "Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat". Adanya muatan lokal Bahasa Jawa Banten diharapkan dapat membuat peserta didik mampu menggunakan Bahasa Jawa Banten dalam interaksi atau komunikasi sehari-hari. Pendidikan dan budaya merupakan dua hal yang saling melengkapi satu sama lain. Hal ini dikarenakan pendidikan dapat menjadi medium utama untuk melestarikan budaya (Muzakkir, 2021:38). Muatan lokal Bahasa Jawa Banten merupakan langkah strategis untuk terus menjaga eksistensi bahasa daerah.
Namun, dalam pelaksanaannya masih ditemukan hambatan, yaitu tidak semua guru memiliki kompetensi untuk dapat mengajarkan Bahasa Jawa Banten. Hal ini menjadi sangat disayangkan, mengingat kompetensi guru merupakan faktor penentu aktualisasi etnopedagogi. Dalam mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal tentunya harus ada bekal dari guru dalam memahami nilai-nilai yang akan diperkenalkan kepada peserta didik (Fairus, dkk., 2024:201). Untuk mengaktualisasikan etnopedagogi dalam proses pembelajaran, guru perlu menguasai tiga pengetahuan dasar mengajar, yaitu: (1) pengetahuan mengenai karakteristik serta gaya belajar dari masing-masing peserta didik dalam konteks sosial dan budaya tertentu, (2) pengetahuan mengenai substansi, sasaran kurikulum, dan bagaimana cara mengajarkannya, (3) pengetahuan mengenai bagaimana melaksanakan pembelajaran yang mempertimbangkan aspek konten dengan peserta didik, serta mengelola kelas  yang produktif (Fatmi dan Fauzan, 2022:35). Dari ketiga pengetahuan di atas, SDN Banjar Agung 2 masih membutuhkan guru yang menguasai pengetahuan mengenai substansi, sasaran kurikulum, dan bagaimana cara mengajarkannya.
Sumber belajar yang terbatas hanya pada buku cetak juga menjadi salah satu hambatan pembelajaran Bahasa Jawa Banten. Saat ini memiliki wewenang untuk dapat meningkatkan mutunya termasuk dalam hal mengembangkan sumber belajar. Sumber belajar pada dasarnya memiliki cakupan yang cuku luas baik dari segi rupa, konten, metode pengembangan, hingga media pengembangan. Sumber belajar sejatinya dapat didesain dari berbagai sumber, tidak hanya terbatas pada buku cetak saja. Guru dapat mengembangkan sumber belajar dari media-media digital. Harefa (2022:6) berpendapat bahwa integrasi-integrasi produk berbasis kearifan lokal sejatinya menjadi suatu kebutuhan yang mendesak di era digital. Selain pada sisi positif, perkembangan digital sejatinya berkontribusi untuk mendegradasi kearifan lokal suatu daerah.
Kedua faktor penghambat di atas pada dasarnya dapat diselesaikan melalui manajemen berbasis sekolah. Manajemen berbasis sekolah lahir dari adanya desentralisasi pendidikan. Dengan adanya desentralisasi pendidikan, sekolah diharapkan dapat meningkatkan kerja sama antara kepala sekolah, guru, pegawai, dan masyarakat dalam meningkatkan kualitas serta produktivitas pendidikan (Yeanisilia, dkk., 2021:10844). Sekolah dapat bersinergi dengan masyarakat untuk dapat menghadirkan pembelajaran Bahasa Jawa Banten yang lebih berkualitas. Dalam hal ini, sekolah dapat meminta bantuan kepada masyarakat sekitar sekolah untuk memberikan semacam pelatihan kepada wali kelas yang belum fasih berbicara menggunakan bahasa Jawa Banten. Sekolah juga dapat mengadakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan masyarakat sebagai sumber belajar bahasa Jawa Banten. Bahasa daerah sebagai bagian yang integral dari kehidupan masyarakat tentunya dapat dikreasikan menjadi kegitan pembelajaran yang menyenangkan. Konten-konten pembelajaran juga dapat diselipkan dengan pendidikan moral dan akhlak mulia. Sejalan dengan pendapat Syasmita (dalam Rohyadi, dkk., 2024:779) yang mengungkapkan bahwa pendekatan etnopedagogi dapat dijadikan sumber inspirasi dan kreativitas dalam pengembangan pendidikan moral di sekolah dasar.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa hal yang mendasari adanya muatan lokal Bahasa Jawa Banten di SDN Banjar Agung 2 adalah kebijakan dari pemerintah Kota Serang sebagai upaya melestarikan bahasa daerah yang merupakan salah satu bentuk dari kearifan lokal yang ada di Provinsi Banten. Â Untuk mendukung tercapainya hal tersebut, Dinas Pendidikan Kota Serang melakukan pelatihan kepada guru-guru yang dipercaya mengampu mata pelajaran Bahasa Jawa Banten. Hambatann dari pelaksanaan pembelajaran Bahasa Jawa Banten yang terdapat di SDN Banjar Agung 2 adalah tidak semua guru kelas yang dipercaya untuk mengajarkan Bahasa Jawa Banten memiliki kompetensi yang mumpuni serta sumber belajar yang masih terbatas pada buku cetak saja. Kedua faktor penghambat di atas pada dasarnya dapat diselesaikan melalui manajemen berbasis sekolah. Sekolah dapat bersinergi dengan masyarakat untuk dapat menghadirkan pembelajaran Bahasa Jawa Banten yang lebih berkualitas.
Referensi
Ekklesia, D. G., dan Bunga, J. (2023). Pergeseran Bahasa Moi [MXN], Seget [SBG], dan Kalabra [KZZ] (Papua Barat). BAHASA: Jurnal Keilmuan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 5(2), 150-163. http://dx.doi.org/10.26499/bahasa.v5i2.725
Fairus, F., Maftuh, B., Sujana, A., Pribadi, R., dan Azzahra, F. (2024). LOCAL WISDOM INTEGRATION IN LEARNING IMPLEMENTATION IN ELEMENTARY SCHOOL. Jurnal Cakrawala Pendas, 10(2), 194--205. https://doi.org/10.31949/jcp.v10i2.8029
Fatmi, N., dan Fauzan. (2022). Kajian Pendekatan Etnopedaagogi dalam Pendidikan Melalui Kearifan Lokal Aceh. Al-Madaris, 3(2), 31-41. https://dx.doi.org/10.47887/amd.v3i2.98
Harefa, N. (2022). Etno-Digital: Pelibatan Kearifan Lokal Sebagai Sumber Belajar. Eduresearch, 1(2), 4-6.
Lestari, I., Anggraini, H. I., & Maisyaroh. (2021). Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Pendidikan Saat Ini. Edu Cendikia: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 1(03), 171-177. https://doi.org/10.47709/educendikia.v1i3.1239
Muzakkir. (2021). Pendekatan Etnopedagogi Sebagai Media Pelestarian Kearifan Lokal. Jurnal Hurriah: Jurnal Evaluasi Pendidikan dan Penelitian, 2(2), 28-39. https://doi.org/10.56806/jh.v2i2.16
Rohyadi, E., Desiana, C., & Rosmilawati, I. (2024). Pendekatan Etnopedagogi dalam Proses Pembelajaran untuk Membentuk Karakter Peserta Didik Sekolah Dasar. Ideguru: Jurnal Karya Ilmiah Guru, 9(2), 778-785. https://doi.org/10.51169/ideguru.v9i2.836
Sugara, U., Sugito. (2022). Etnopedagogi: Gagasan dan Peluang Penerapannya di Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 7(2), 93-104. https://doi.org/10.24832/jpnk.v7i2.2888
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H