"Pelayanan Gizi Rumah Sakit". Mungkin banyak masyarakat yang belum familiar mendengar istilah tersebut, terutama yang jarang berkunjung ke fasilitas kesehatan tingkat 2 yakni rumah sakit, padahal kegiatan ini berkaitan erat dengan tujuan kunjungan masyarakat ke fasilitas kesehatan yakni pengobatan dan penyembuhan penyakit. Umumnya kita tahu bahwa pengobatan khususnya pada pasien rawat inap terdiri dari aktivitas pemberian obat dan tindakan medis, tetapi ada satu kegiatan penting lain yang terlaksana di rumah sakit yang sejatinya ikut menjadi penunjang kesembuhan pasien rawat inap, yakni proses pelayanan gizi yang meliputi produksi makanan dan pemberian diet sesuai diagnosis gizi masing-masing pasien.
Pelayanan gizi merupakan tanggung jawab unit Instalasi Gizi Rumah Sakit yang membawahi ahli gizi dan para pekerja di dapur gizi. Dapur gizi memproduksi menu makanan yang telah dirancang sesuai siklus menu dan ahli gizi melakukan serangkaian proses asuhan gizi terstandar (PAGT) pada pasien mulai dari asesmen gizi sampai monitoring dan evaluasi gizi. Pasien mengetahui bahwa mereka akan mendapatkan makan setiap pagi, siang, dan sore setiap harinya, tetapi di balik itu, terdapat proses panjang yang dilakukan untuk memastikan setiap pasien mendapatkan makanan yang sesuai dengan kondisi penyakitnya dan membantu kesembuhan mereka. Dalam artikel ini, saya ingin mencoba membahas satu-persatu secara singkat tahapan asuhan gizi terstandar di rumah sakit.
Tahapan pertama adalah asesmen/pengkajian gizi. Apa saja yang dilakukan pada tahap ini? Ahli gizi menanyakan data antropometri pasien meliputi tinggi dan berat badan untuk mengetahui status gizinya, kemudian melakukan skrining gizi seperti menanyakan apakah terdapat penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, apakah ada diagnosis khusus (seperti TBC, penyakit imunitas, melakukan kemoterapi, dan lain lain) untuk melihat tingkat malnutrisinya. Apa fungsinya? Agar instalasi gizi dapat memberikan diet yang sesuai untuk memenuhi kecukupan nutrisi per masing-masing pasien.Â
Ahli gizi juga akan menanyakan keluhan yang dirasakan, riwayat konsumsi makanan atau bagaimana pola makan pasien sebelum masuk rumah sakit, serta riwayat konsumsi obat dan riwayat penyakit terdahulu. Perlu diingat bahwa riwayat asupan makanan atau pola makan sebelum masuk rumah sakit sangat penting bagi ahli gizi karena apa yang kita makan sebelumnya bisa menjadi diagnosis gizi dan salah satu faktor pertimbangan terbesar untuk menentukan diet apa yang akan diberikan kepada pasien tersebut, jadi apabila kita sakit dan harus dirawat inap, usahakan untuk mengingat apa yang kita makan sebelumnya walaupun sulit, karena hal tersebut penting untuk proses kesembuhan kita.Â
Langkah selanjutnya adalah diagnosis gizi. Ahli gizi akan mengientifikasi masalah gizi yang muncul berdasarkan pengkajian gizi yang telah dilakukan sebelumnya. Diagnosis gizi ini dikelompokkan menjadi tiga domain yakni domain asupan yang berkaitan dengan masalah asupan makan pasien, domain klinis yang berkaitan dengan hasil biokimia/laboratorium pasien, dan domain perilaku yang berkaitan dengan kebiasaan pasien terkait makanan dan gizi. Kemudian tahapan selanjutnya adalah intervensi gizi yang di sinilah ahli gizi melakukan 'aksinya' dengan memberikan makanan yang sesuai kondisi pasien serta melakukan edukasi dan konseling untuk membantu meningkatkan pengetahuan pasien terhadap penyakit yang dideritanya. Setelah itu baru akan di-monitoring setiap hari dan akan dievaluasi progres kesehatan pasiennya. Proses monitoring dan evaluasi juga merupakan kegiatan kunci yang bisa dinamis/berubah sesuai kondisi pasien setiap harinya. Apabila pasien terus mengalami kemajuan, maka diet atau makanan yang diberikan juga akan menyesuaikan dengan kondisinya yang semakin baik, tetapi apabila pasien justru mengalami penurunan, maka makanan yang diberikan juga bisa berubah mempertimbangkan kemampuan makan pasien dan kondisi tubuhnya.
Mungkin banyak dari kita pernah melihat makanan yang disajikan apabila sedang menjenguk pasien, dan melihat beras yang diolah menjadi bubur atau diolah menjadi nasi bertekstur lunak. Itu adalah beberapa contoh konsistensi makanan yang disajikan menyesuaikan kondisi pasien. Terdapat pula konsistensi makanan biasa seperti nasi biasa, makanan saring yang biasanya dibuat dari tepung beras diolah menjadi bubur sehingga teksturnya padat tetapi lembut, dan makanan cair yang umumnya diberikan kepada pasien dengan selang (NGT) karena tidak bisa makan melalui mulutnya, atau pasien yang sulit sekali mengunyah.
Karbohidrat yang memiliki beragam konsistensi itu akan dipadukan dengan lauk dan sayur sesuai dengan dietnya. Ada banyak diet yang tersedia di rumah sakit, beberapa yang utama dan paling sering diintervensikan adalah diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP) untuk pasien yang berisiko malnutrisi, diet rendah serat tanpa sayur tanpa buah (TSTB) untuk pasien diare, diet rendah garam (DRG) I, II, III untuk pasien hipertensi, diet lambung (DL) untuk pasien dengan penyakit abdomen, diet jantung (DJ) untuk pasien yang memiliki penyakit jantung dan pembuluh darah, diet hati (DH) untuk penyakit hati, diet diabetes melitus (DM) untuk penyakit diabetes, diet rendah protein (DRP) untuk pasien dengan penyakit ginjal dan saluran kemih, diet tinggi serat, diet rendah purin, diet rendah lemak, dan masih banyak lagi. Semakin besar rumah sakitnya, maka mungkin akan semakin banyak diet yang tersedia untuk pasien.
Jika ada yang bertanya, bagaimana proses pengantaran makanannya? Jawabannya adalah menggunakan 'troli'. Troli yang digunakan adalah troli stainless berpintu yang bisa tertutup rapat untuk menghindari kontaminasi selama proses distribusi dari dapur ke kamar pasien. Untuk tempat makan yang digunakan, setiap rumah sakit memiliki kebijakannya sendiri, tetapi umumnya pasien yang berada di ruang rawat inap kelas I, VIP, dan VVIP akan mendapatkan tempat makan yang lebih bagus, sedangkan pasien yang berada di ruang khusus penyakit infeksi akan menggunakan tempat makan sekali pakai untuk mencegah penularan penyakit.
Pada kesimpulannya, rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan selain memberikan pengobatan melalui tindakan medis dan obat, juga memberikan asupan makanan kepada pasien rawat inap sesuai dengan kondisi tubuh dan penyakit yang dideritanya. Penentuan diet yang akan diberikan ditentukan melalui tahapan asuhan gizi terstandar yang terdiri dari asesmen gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi, serta monitoring dan evaluasi gizi. Diet yang diberikan beragam seperti diet lambung, jantung, rendah garam, tinggi kalori tinggi protein, dan lain lain dengan konsistensi beragam sesuai kemampuan makan pasien. Semua itu dilakukan untuk membantu kesembuhan pasien dari segi asupan dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh.
Sumber: