Mohon tunggu...
Azkiya Musfirah A
Azkiya Musfirah A Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Life To Learn

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pandangan Negatif Terhadap Citra Tubuh, Timbulkan Gangguan Psikis Berkepanjangan

8 Juli 2024   22:07 Diperbarui: 8 Juli 2024   22:30 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://puskesmaskaligondang.purbalinggakab.go.id/anoreksia-nervosa/

Fase remaja merupakan periode peralihan dari fase anak-anak menjadi fase dewasa yang ditandai dengan pertumbuhan dari segi fisik dan psikis. Fase remaja merupakan fase yang paling disenangi kebanyakan orang karena mereka sudah dapat menentukan keinginan dan hobi mereka serta memiliki kemampuan untuk eksplorasi lebih jauh terhadap lingkungan sekitarnya. Tidak heran, fase ini juga kerap menjadi fase paling rentan dari individu itu sendiri, sebab kemampuan eksplorasi lingkungan oleh remaja dapat berbalik mempengaruhi diri mereka sendiri, baik itu pengaruh positif maupun negatif.

Zaman sekarang ini pun kontrol diri terhadap dunia maya dapat dikatakan sulit, segala macam aktivitas orang lain dapat ditemukan dan mungkin saja dapat mempengaruhi kehidupan individu yang melihatnya. Semakin bermunculan orang-orang yang hidup 'di dunia maya' yang bisa remaja lihat secara bebas di media sosial. Jika dampak positif yang didapatkan, itu bagus, tetapi jika sebaliknya, maka dampaknya bisa berkepanjangan. Khususnya jika berkaitan dengan fisik seseorang.

Remaja yang sedang dalam fase rentan mudah tergoyahkan psikisnya apabila melihat sosok yang jauh lebih baik darinya, terutama dari segi fisik dan bentuk tubuh. Artis cantik dengan bentuk tubuh 'body goals' tidak dipungkiri menjadi idaman seluruh remaja perempuan yang melihatnya. Pengaruh hal tersebut bisa sangat fatal, karena banyak gangguan mental yang bermula dari ketidakpercayaan diri yang timbul karena membandingkan diri sendiri dengan orang lain. 

Remaja yang tidak puas dan tidak percaya diri atas bentuk tubuhnya memiliki citra tubuh negatif dimana hal tersebut bisa mempengaruhi habits mereka, salah satunya mempengaruhi kebiasaan makan sehari-hari yang dikenal dengan sebutan gangguan makan/eating disorder. Eating disorder didefinisikan sebagai gangguan terkait perilaku makan yang berlangsung terus-menerus yang dapat menyebabkan masalah kesehatan lanjutan yang serius karena gangguan ini mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menerima nutrisi yang dibutuhkan. Apabila dibiarkan dalam waktu yang lama, kondisi ini dapat membahayakan organ dalam seperti jantung, tulang, sistem pencernaan, bahkan dapat mengancam nyawa (life-threatening).

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th Edition (DSM-IV) mengklasifikasikan ada dua jenis gangguan makan yaitu anorexia nervosa (AN) dan bulimia nervosa (BN), serta satu jenis gangguan yang masuk ke dalam daftar studi lanjutan apakah bisa dikatakan sebagai bagian dari eating disorder, yaitu binge-eating disorder (BED). Apa perbedaan ketiga jenis gangguan ini?

  • Anoreksia (dengan istilah medis anorexia nervosa) ditandai dengan kondisi seseorang yang makan lebih sedikit dari yang dibutuhkan oleh tubuhnya karena ia terobsesi untuk kurus walaupun berat badannya sudah dibawah rata-rata. Gejala lainnya adalah penurunan berat badan secara drastis, menyangkal jika merasa lapar atau mencari alasan untuk tidak makan, dan olahraga yang berlebihan.
  • Bulimia (dengan istilah medis bulimia nervosa) berkebalikan dengan anoreksia, dimana seseorang justru makan dengan porsi yang banyak dan frekuensi yang sering, tetapi ia juga tidak ingin berat badan bertambah, maka dari itu ia akan memuntahkan kembali apa yang sudah dimakan ataupun memiliki dorongan untuk mengeluarkan kembali makanan dari tubuh secara paksa. Penderitanya tidak mampu mengontrol porsi makan tetapi ia selalu takut untuk bertambah berat badan, maka dari itu ia sengaja memnuntahkan kembali makanan tersebut untuk menjaga berat badannya.
  • Binge Eating Disoder (BED) hampir mirip dengan bulimia, dimana seseorang tidak dapat mengontrol porsi makannya sehingga ia makan dengan porsi yang banyak dan frekuensi sering, tetapi perbedaannya adalah gangguan ini tidak menyebabkan muntah paksa atau perilaku kompensasi terhadap porsi makan yang banyak. Gejala lainnya adalah penderitanya makan lebih cepat dari normal, makan banyak sehingga merasa sangat kenyang, makan dalam jumlah banyak walau tidak merasa lapar, dan bersembunyi karena malu dengan porsi makan yang banyak, tetapi merasa depresi setelahnya.

Ketiga jenis gangguan makan di atas memerlukan bantuan medis dengan konsultasi ke dokter spesialis gizi untuk mendapatkan bimbingan serta edukasi terkait pola makan yang sehat. Jika kondisi psikologis tersebut semakin parah, remaja disarankan untuk konsultasi ke psikolog untuk memperbaiki pemahaman dan pola pikir terhadap citra tubuh masing-masing.

Perhatian yang dibutuhkan dalam kasus eating disorder tidak hanya pada edukasi perbaikan pola makan, tetapi juga pada 'mindset' terhadap bentuk tubuh masing-masing. Ada pentingnya remaja tidak perlu membandingkan fisik sendiri dengan orang lain dan fokus untuk memperbaiki pola makan jika dirasa tubuhnya memiliki kekurangan. Apabila pola makan yang diterapkan sudah sesuai dengan kebutuhan tubuh masing-masing, maka tidak hanya bentuk tubuh yang proporsional, kecerdasan otak pun bisa meningkat. Oleh karena itu, penting bagi remaja memiliki mindset percaya diri dengan tidak meng-compare fisik masing-masing, memperbaiki jika memang ada kekurangan, dan membangun kepercayaan diri untuk hidup lebih positif.

Pada kesimpulannya, citra tubuh negatif yang dialami remaja tidak ayal dapat mempengaruhi psikis mereka, salah satunya dengan muncul gangguan makan/eating disorder. Anoreksia yang merupakan gangguan sedikitnya porsi makan karena takut kegemukan, bulimia yang merupakan gangguan memuntahkan makanan setelah mengonsumsi dalam porsi banyak karena takut naik berat badan, dan binge eating yang merupakan gangguan makan dalam porsi banyak tanpa bisa dikontrol adalah jenis-jenis eating disorder. Penderita disarankan mengkonsultasikan diri ke ahli gizi dan juga psikolog untuk perbaikan pola makan dan mindset untuk membangun citra tubuh yang positif dan mengembalikan kepercayaan diri individu yang mengalaminya.

Sumber:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun