Suatu hari yang mendung, saya sedang membuka aplikasi Youtube untuk sekadar mencari hiburan, tontonan yang tidak penting tetapi mungkin dapat menaikkan mood saya untuk beraktivitas di tengah cuaca yang hampir hujan. Saat itu, ada sebuah video lewat di timeline Youtube saya, judulnya, "It doesn't matter if you fail. It matters *how* you fail. | Amy Edmondson for Big Think +". Jatuh tertarik pada pandangan pertama, saya putar video tersebut untuk melihat apa yang akan disampaikan si pembicara dengan judul video semenarik itu.
Tujuh menit saya menaruh fokus pada isi video. Ternyata, isinya ternyata bukan sekadar menarik, tetapi sekaligus menampar saya sebagai pribadi yang 'suka' memikirkan kegagalan. Amy Edmondson adalah seorang Novartis Professor of Leadership and Management di Harvard Business School, dimana dalam video tersebut, sang profesor membagikan pemahaman dirinya yang tertuang dalam buku terbarunya "Right Kind of Wrong: The Science of Failing Well."
Prof. Amy menjabarkan secara ringkas bagaimana kebanyakan manusia memiliki pandangan yang keliru terkait 'kesuksesan' dan 'kegagalan'. Masyarakat banyak beranggapan bahwa orang yang sukses itu berarti orang yang tidak mengalami kegagalan. Padahal nyatanya, pengetahuan, pencapaian, dan kesuksesan semuanya bersumber dari kegagalan. Hanya saja, 'bagaimana' kegagalan itu bekerja lah yang menjadi kunci timbal balik yang didapatkan seseorang.
Sang profesor memberikan rangkuman tiga jenis kegagalan yang dilakukan oleh manusia, dan hanya ada SATU dari tiga jenis kegagalan tersebut yang baik untuk diterapkan. Apakah kegagalan yang SATU itu? Untuk menjawabnya, kita harus membahas kesemua jenisnya satu persatu.
Yang pertama, basic failure. Ini mencakup kegagalan yang disebabkan oleh satu kesalahan, baik itu hasilnya akan remeh atau bahkan fatal. Contoh dari basic failure misalnya, seseorang salah mengoleskan selai stroberi menjadi selai bluberi karena tidak fokus. Kegagalan ini dianggap remeh dan tidak penting, tetapi lain hal misalnya dengan suatu perusahaan Citibank yang pekerjanya keliru men-transfer $8 juta ke klien menjadi $900 juta entah dengan alasan apa. Kegagalan ini sangat fatal, simple mistake but huge failure.
Yang kedua, complex failure. Ini didefinisikan sebagai kegagalan yang disebabkan beberapa faktor, contohnya ekonomi suatu negara yang anjlok disebabkan pandemi dan cuaca ekstrem. Orang-orang yang tidak bisa bekerja karena terjangkit pandemi dan bangunan-bangunan yang rusak karena cuaca, bisa mempengaruhi kegagalan ekonomi negara.
Yang terakhir, intelligent failure. Inilah the right kind of wrong. Kegagalan ini adalah satu-satunya yang dapat menghasilkan pengetahuan dan penemuan bagi umat manusia. Mengapa? Karena kegagalan jenis ini adalah kegagalan yang dimiliki oleh para ilmuan dan penemu, dimana mereka mengalami kegagalan yang tak terhitung jumlahnya tetapi kegagalan tersebut menjadi 'sumber' munculnya penemuan baru.
Menurut Prof. Emy, penting bagi human beings untuk memiliki intelligent failure dalam hidup mereka, dan jika seseorang ingin memilikinya, seseorang tersebut harus memiliki pemikiran layaknya ilmuwan. Mengapa? Karena ilmuwan memiliki prinsip 'toleransi' terhadap kegagalan dan 'menyambut' segala pelajaran yang mereka dapatkan dari tiap kegagalan tersebut.
They're testing something, and if they were wrong, they are a step closer from making a real big discovery.
Itulah pemikiran yang harus dicamkan dalam benak kita terkait dengan kegagalan. Tanyakan pada diri sendiri, apa yang benar-benar aku harapkan aku dapat lakukan? Apa progres yang sangat-sangat ingin aku buat? Apa yang aku ketahui sekarang terkait tujuan yang ingin aku capai, dan apa yang tidak aku ketahui? Setelah semua itu terjawab, kita bisa menanyakan pada diri sendiri, apalagi yang harus aku coba untuk mencapai pengetahuan baru?
Kendati demikian, intelligent failure hanya bisa terjadi pada situasi dan kondisi yang di ambang batas aman. Sederhananya, ilmuwan sekalipun membuktikan hipotesis mereka tidak dengan 'real condition', tetapi melalui kejadian yang mirip dengan aslinya, sehingga tingkatan taruhan yang dipegang ada di ambang sedang menuju rendah.Â
Mungkin akan muncul pemikiran bahwa berarti kesuksesan yang diraih dari taruhan yang rendah tersebut akan sedikit, tetapi taruhan yang rendah pada suatu uji coba membuat otak menstimulasi kita untuk 'berani' dan 'tidak takut' untuk mencoba lagi setelah gagal.
Sangat normal apabila seseorang ingin menghindari kegagalan, tetapi perlu diingat bahwa menghindari kegagalan berarti menghindari pengetahuan dan pencapaian. Satu-satunya cara untuk sukses dalam usaha apapun yang layak untuk dicoba adalah dengan bereksperimen, mencoba hal-hal baru, dan 'menerima' bahwa uji coba tersebut akan menghasilkan kegagalan yang akan mengarahkan kita pada keberhasilan.
Merasa tercerahkan, saya pun mengakui pandangan saya terhadap makna kesuksesan dan kegagalan berubah, membuat saya sadar bahwa orang sukses itu pasti orang yang telah 'berteman' dengan kegagalan sepanjang usahanya untuk menjadi sukses. Melangkah sesuai pace saya, tidak terburu-buru, menghargai kegagalan dan mengambil pelajaran darinya, adalah yang sebenarnya saya harus lakukan untuk bisa memaknai diri saya sebagai orang yang sukses.
Sumber:
Bigthink. (2023). It doesn't matter if you fail. It matters *how* you fail. | Amy Edmondson for Big Think + [Online]. https://www.youtube.com/watch?v=Gb9tjnJWu5g&t=311s. Tayang di Youtube. [Diakses pada tanggal 1 April 2024]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H