Mohon tunggu...
Azkia Rostiani Rahman
Azkia Rostiani Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Blogger, Linguist, Penyuka Buku dan Film

Aku menulis maka aku ada

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Walkman, Makanan, dan Kajian Budaya

12 Maret 2022   23:09 Diperbarui: 12 Maret 2022   23:23 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jika hidup di era 80an, pasti kita akan sangat mengenal Walkman, dan betapa Walkman menjadi salah satu benda yang sangat terkenal dan diinginkan oleh hampir semua kalangan pada waktu itu. Melalui tulisan ini, penulis mencoba membedah fenomena Walkman sebagai sebuah kebudayaan. Selain itu, tulisan ini juga mencoba menjelaskan bagaimana makanan menjadi penanda sosial. 

Sesuatu menjadi kebudayaan sebab kita mengkonstruksikan makna di dalamnya. Pemaknaan menjadi penting sebab ia membantu kita menginterpretasikan dunia, membuat 'benda' atau'objek' menjadi bermakna, sebab tanpa pemaknaan ia hanyalah sebuah benda atau objek tanpa arti. Pemaknaan menjadi jembatan antara materi dengan dunia, antara benda mati dan makhluk hidup. Sebuah objek dikatakan memiliki nilai budaya jika ia dibentuk melalui serangkaian makna dan praktiknya.

Hal ini sejalan dengan pengertian budaya menurut William yaitu sebuah deskripsi dari cara-cara hidup tertentu yang mengekspresikan makna dan nilai-nilai tertentu tidak hanya dalam seni dan pembelajaran, tetapi juga dalam institusi dan perilaku. Dan hal inilah yang coba dibentuk oleh Sony melalui walkmannya. Untuk merealisasikan makna budaya yang ingin ditawarkan, Sony melalui walkman,memiliki lima proses yaitu: Representasi, Identitas, Produksi, Konsumsi, dan Regulasi atau yang biasa disebut dengan Sirkuit kebudayaan. Makna sebuah objek tidak langsung ada, tetapi direpresentasikan di dalam bahasa dan tanda, baik oral maupun visual.

Konsep inilah yang dikembangkan Sony: bagaimana pemaknaan atau makna yang ingin dibangun dari walkman menjadi representasi dari sebuah benda yang bernama walkman, sebab sebuah mesin tidak dapat memberi pemaknaan terhadap dirinya. Oleh karena itu, Sony berusaha membangun makna dari sebuah benda bernama Walkman dan kemudian membentuk identitas dari representasi yang telah ia ciptakan melalui asosiasi terhadap berbagai kalangan masyarakat. Salah satu cara Sony merepresentasikan pemaknaan yang ia ciptakan adalah melalui wacana iklan. Ada beberapa contoh iklan - di dalam buku Doing of Cultural Studies: the Story of Sony Walkman - dengan cakupan yang berbeda-beda:

1) Iklan seorang remaja perempuan menggunakan walkman dan ia terlihat sangat bahagia sambil menari-nari serta seorang kakek tua juga sedang mendengarkan walkman,

2) Seorang perempuan yang sedang bersepeda sambil memakai walkman, 

3) Seseorang sedang bermain ice skating sambil mendengarkan walkman disertai teks di bawahnya "tuning into rappers: with phones on your ears and a cassette turned down low, you can have music wherever you go."

4) Seorang pasangan sedang berdua sambil mendengarkan walkman,

5) Gambar sony walkman dalam beberapa bahasa,

6) Gambar Walkman disertai teks "Phone your friends and tell them how big your Walkman is" dan 7) Remaja laki-laki menggunakan Walkman.

Dari contoh-contoh tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa ada beberapa pemaknaan yang ingin dibangun di dalam walkman yaitu:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun