Mohon tunggu...
Azkia Rahmi
Azkia Rahmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Eksistensialisme Kierkegaard Sebuah Paradigma dalam Membahas Persoalan Manusia

21 Desember 2022   20:14 Diperbarui: 21 Desember 2022   20:47 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Suatu kebenaran adalah yang sebenarnya terbaik buat saya untuk hidup dan mati saya".

(Soren Kierkegaard)

Ketika Akal Tak Lagi Mampu Menjawab Keberadaan Aku Sebagai Manusia


Abad ke-19 disebut juga sebagai abad modern dimana ilmu pengetahuan mencapai kemasyhuran sehingga tak heran jika abad ini layak disebut sebagai abad keemasan atau kejayaan. Hal ini ditandai dengan lahirnya berbagai aliran filsafat yang menjadikan manusia sebagai tema sentral dalam memandang kebenaran. Sebagaimana lahirnya aliran eksistensialisme yang memandang bahwa manusia mempunyai kesadaran dalam keberadaanya. Artinya, manusia secara sadar mampu mempertahankan keberadaannya di dunia. 

Hal inilah yang diungkapkan Soren Kierkegaard dalam bukunya yang berjudul Either/Or, "Hidup bukanlah sesuatu yang dipikirkan melainkan sesuatu yang dihayati". Ungkapan ini merupakan kritiknya terhadap aliran rasionalisme yang cenderung melihat kebenaran secara objektif. Menurutnya, rasio tidak mampu memecahkan persolan yang ada pada hidup manusia. Maka dari itu keadaan yang subjektiflah yang mampu memecahkan semuanya. 

Demikianlah pandangan Kierkegaard yang dianggap sebagai lahirnya aliran eksistensialisme. Sehingga, dengan pemikirannya itu ia digelari sebagai Bapak eksistensialisme.


Soren Kierkegaard merupakan seorang filsuf berkebangsaan Denmark. Ia bernama asli Soren Aabye Kierkegaard lahir di Kopenhagen, Denmark pada tanggal 5 Mei 1813. Ia tumbuh dalam keluarga yang religius sehingga hal tersebut mempengaruhi pemikiran eksistensialismenya yang beraliran theistik. Yaitu aliran yang melibatkan Tuhan di dalamnya.


Pemikirannya mengenai eksistensialisme berangkat dari realita mengenai persolan hidup yang terus menggerogoti setiap lini kehidupannya. Bahkan bisa dikatakan watak melakonlis telah hinggap di dalam diri seorang Kierkegaard. Hal ini dimulai ketika masa kecilnya yang ditinggal oleh dua orang kakak tercinta untuk selamanya. 

Tak hanya itu, ketika ia berumur tujuh belas tahun ia kembali ditinggal pergi oleh kelima kakaknya. Bahkan lebih sedihnya lagi ketika ia menemukan cinta dalam diri seorang gadis remaja berumur empat belas tahun tapi ketika menuju kejenjang perkawinan ia memutuskan untuk meninggalkan gadis tersebut dikarenakan ia merasa hidupnya tidak layak untuk mendapatkan sebuah 'kasih'. 

Perjalanan hidupnya yang tragis dan melakonlis mengantarkannya pada kesadaran akan pentingnya mencari jawaban atas persoalan-persoalan hidup yang lebih kongkrit. Menurut Kierkegaard, persoalan praktis sehari-hari itulah yang menjadi persoalan hidup sebenarnya. Dan tidaklah mungkin manusia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan hidup yang konkrit itu hanya dengan mengandalkan rasio saja.


Maka yang paling penting bagi manusia adalah keadaannya sendiri atau eksistensinya sendiri. Eksistensi yang dimaksud bukanlah suatu "ada" yang statis melainkan suatu "menjadi" yang di dalamnya mengandung suatu perpindahan dari "kemungkinan" ke "kenyataan". Maksudnya, eksistensi manusia itu adalah kebebasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun