Lihatlah lebah
Semut
Lalat
Sama sama serangga
Tapi engkau menghargainya berbeda,
Lebah kau puja
Semut kau pandang sebelah mata
Lalat kau hina
Padahal serangga di sekitarmu
Terus menebarkan kabar baik
Selama masih ada mereka,
Kamu akan ada
Terus ada
Lestari
Pernah kau bayangkan
Sebuah hari
Tanpa  seekor lebah
Hinggap di bunga lily di taman mungil
Tanpa seekor semut hitam
Mengangkut serpihan nasi di meja makan
Tanpa seekor lalat buruk rupa
Menjilati sampah bacin rumahmu
Bila hari tersunyi telah tiba
Tanpa dengung serangga pelindung itu,
Tibalah waktu
Kita semua
Telah pergi dari bumi
Bersama
Tanpa sempat saling pamit
Tanpa pernah menyadari
Pangkal sebab musabab sejarah manusia
Terhapus dari muka bumi
Bukan karena perang nuklir
Atau evolusi pandemi virus
Hibrida definisi perang jenis baru
Adu otot kecerdasan artifisial
Catur mematikan geo strategi antar negeri adidaya
Bukan
Hikayat sebatang nyawa kita
Sejatinya bergantung kebaikan bersama
Pada nasib serangga mungil
Yang nyaris dilupakan
Pada saat sejarah manusia habis
Karena keangkuhan pikiran
Sebagai penguasa pongah jagad bumi
Disanalah memori agung primata unggul dilupakan
Lebah
Semut
Dan lalat selalu terbang rendah
Serendah mungkin dari tinggi kepalamu,
Karena mereka bersyukur
Bisa terus hidup
Dari kesembronoan kita
Andai saja,
Semua lebih peka
Tergetar hati
Menghargai nafas
Dari hidup yang terberi
Berlaku bijak
Akan nikmat maju peradaban
Dengan keadaban penghormatan
Pada tugas serangga serangga mungil
Menjaga keseimbangan bumi,
Mungkin saja semesta besar
Akan merekam artefak keluhuran budi insan manusia,
Sebelum ditenggelamkan laut yang meninggi tiba tiba
Atau sengatan panas global mendadak
Lebih tinggi enam derajat celsius saja
Kalau saja
Kita lebih santun menundukkan batin
Menghormati karya sederhana lebah