Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Liyangan, Desa Kuno Mengajarkan Ketangguhan Menyintas Bencana

9 Oktober 2021   00:48 Diperbarui: 9 Oktober 2021   01:52 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan saat menikmati sedapnya segelas kopi Jawa hangat, terbaik  dari Temanggung yang dipetik ranum dari sejuk ketinggian Gunung Sindoro. Sensasinya membawa benak kepada keelokan sebuah desa di Temanggung yang usianya ribuan tahun, pernah terkubur oleh bencana letusan Gunung Sindoro di abad 11, sekitar seribu tahun lalu.

Namun sejak tahun 2008 ditemukan dan di-eksavasi, lalu mewujudlah Candi Liyangan yang indah. Sebuah bagian tak terpisah dari kampung purba yang menakjubkan, tak ada  ditemukan kerangka manusia dan hewan. Meski desa masa lalu itu tertimpa bencana alam namun diyakini penduduknya memiliki kearifan lokal mampu meloloskan diri dari dampak buruk amukan gunung dengan mengungsi tepat waktu.

Dari Rembug Santai di Pendopo Parakan, Bupati Temanggung, HM Al Khadziq dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno Bupati mengatakan, Kabupaten Temanggung sejak dahulu memang telah menjadi pusat peradaban, pada abad 2 Masehi sudah ada Candi Liyangan, dan sampai sekarang terus tumbuh ada sekitar 1.750 kelompok seni tradisional, dengan 60 jenis kesenian, serta 92 destinasi wisata teregistrasi. Bahkan sudah memiliki event internasional Java International Folklor Festival, yaitu pesta kesenian rakyat berkelas internasional.

"Borobudur adalah satu dari lima destinasi super prioritas dan kami sedang membangun pola perjalanan. Nah ceritanya Liyangan itu adalah mbah buyutnya  Borobudur ini menarik sekali. Menurut saya harus duduk bersama", sambut Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno  melihat Temanggung sebagai daerah yang potensial  dikembangkan pariwisata dan ekonomi kreatifnya, karena langsung berdampingan dengan destinasi super prioritas Borobudur. Hadirnya Yogya international airport dan pembangunan jalan tol, Temanggung harus bersiap diri untuk menampung lebih dari 4 sampai 5 juta kunjungan wisatawan ke Borobudur.

Nenek moyang warga Temanggung  meninggalkan keramik bermutu, peralatan masa lalu, buatan tangan sendiri maupun kiriman dari Dinasti Tang, Cina. Ada peninggalan jalan raya lebar, rumah-rumah unik yang kuno.
 Sampai Yoni, simbol persembahan buat dewa-dewi kesuburan pertanian. Setiap detail dari situs liyangan yang berada di Temanggung ini bernilai  tinggi, masih dekat dengan pusat Kerajaan Mataram Kuno yang berada di Magelang. Narasi tentang desa kuno ini masih relevan dengan kekinian, karena peninggalan yang ada cukup menjadi bukti latar cerita kini.

Menparekraf meminta semua pihak melakukan 3G, yakni "gercep" gerak cepat, "geber" gerak bersama, dan "gaspol" garap semua potensi. Mengingat Temanggung  merupakan daerah penyangga Borobudur sebagai destinasi super prioritas. Bahkan Temanggung juga berpotensi pada bidang pariwisata olahraga atau sport toursim.

"Harus kita buatkan peta perjalanan alternatif yang berkaitan dengan ecotourism atau pariwisata berbasis lingkungan hidup, pariwisata berbasis olahraga. Karena kita ingin segera membangkitkan pariwisata dan ekonomi kreatif, apalagi ada kopi yang terbaik di Jawa, salah satunya ada di Temanggung, untuk membuka peluang usaha dan menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya," imbuh Sandiaga.

Maka kita termasuk golongan yang merugikan, bila di era normal baru ini. Saat nanti destinasi desa-desa wisata di buka di pelosok Indonesia. Desa Liyangan, Temanggung merupakan kampung abadi yang pernah terkubur ribuan tahun dan terbuka kembali. Tidak berkunjung kesana, menengok jejak berharga masa lalu yang masih tersisa. Banyak hal yang bisa kita lihat. Banyak pesan masa lalu yang bisa kita baca bersama, demi kebangkitan sebuah bangsa yang ditindih bencana alam tak musnah, disapu pandemi tetap gagah menjadi  bangsa penyintas, mungkin itulah inti pesan yang ditinggalkan nenek moyang kita di liyangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun