Nduk, Â 666 kilometer
Jarak yang cukup memisahkan
Batang tebu rindu
Dengan saripati glukosa manis
Yang terperas mesin praduga
Syakwasangka
Kami mengkawatirkan varian alfa beta delta
Yang pernah menyerbu kotamu
Tapi kau iklas
Berkeras menjalani aklitimasi
Dengan batuk tak henti sebulan lalu
Siapa tak kawatir
Tak cemas
Tapi semua kau jalani dengan hati suci
Niat tiada bernoda
Maka penyakit minggat
Kehilangan esensi teror
Dan fhobianya
Ayat demi ayat rahasia semesta
Kau hafal
Dengan keringat
Air mata
Pun kurang tidurmu
Bila akhirnya
Kau sampai di titik sumarah
Ratusan kilometer jarak membentang
Cumalah ilusi rasa
Bukankah tehnologi jadi jembatan realitas
Yang menyulam jarak jadi membran virtual
Kapan pun kau ingin
Kapan pun kau mau
Kita bisa bertukar senyum
Sapa
Salam
Nduk
Kadang kita harus sedikit puasa
Tak saling pandang
Tak saling menggoda
Tak saling berdekatan
Rentang kilometer yang panjang
Antara kita
Adalah busur waktu
Yang akan meluncurkan
Anak anak panah impianmu
Jauh melampaui impian kami
Bila kau tahan
Bila kau teruji
Bila keluh hanya jadi luh
Pengabdian sucimu
Pada setiap makna
Arti
Dari tiap eja tafsir
Yang kau tanam pelan pelan
Dalam kelembutan sepon gembur tanah
Bumi ingatan
Di inti kepalamu
Di relung dalam
Sanubarimu
666 km
Aspal hitam menjulur dari kamar pondokmu
Ke kamar kami
Meski kau tak selalu pulang
Magnet kalbumu
Berputar
Putar
Di kiblat cita citamu
Jadi santriwati mandiri
Tiang benteng aqidah bumi baru ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H