Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puasa Terlalu Mewah Untuk Penyair Pensiun

13 April 2021   17:54 Diperbarui: 13 April 2021   18:35 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Russia beyond/Amina Karat)

Puasa tiba
Tiba waktu
Puasa berpuisi
Seharusnya

Tidak menulis
Tidak membaca
Tidak mengintip
Tidak menduga duga makna dalam
Rangkaian makna
Dari rantai diksi
Pilinan gaya
Sudut pandang gores tajam
Pedang pena

Puasa datang memeluk ketat
Berbisik rindu
Yang pekat
Takut
Tahun depan
Tak jumpa lagi,
Dengus gelisah
Tajam mata harapnya
Menghujam batin lapar

Ketika
Aku menahan rintih
Dahaga
Dan berpuisi,
Ada yang beruntuhan
Ada yang longsor
Di tebing
Tajam
Ada magnet dalam jiwa
Menyatukan elemen
Atom ketabahan berserpih
Menjadi kata hati
Gemuruh marching band sanubari
Berdentum ode semangat

Lalu
Bila Kudiam dan tak menghamburkan
Kata dalam puisi
Sajak dalam kemerdekaan hati,
Untuk apa ada nyali
Api jiwa abadi
Dalam bait
Irama estetika
Kertas kosong bumi
Bukankah tugas kita mewarnai
Atau harus bungkam
Membuang asa kata
Kedalam danau  kepalsuan

Haruskah
Kugantung pena jiwa
Di sarang laba-laba pertapa sepi
Sampai akhir puasa jaman,
Atau tetap kutulis saja puisi
Karena hidup terlalu mewah
Untuk seorang penyair pensiun
Nir cinta
Nir daya

Konon sang pencipta
Mewujudkan dunia terindah
Jagad kompleks ini,
Justru diawali karena membaca puisi
Karya pencipta sebelumnya ,
Kalau saja beliau pensiun ber-syair
Mungkin tak ada realita
Tak ada kita

Masih kau ragu
Melahirkan puisi
Puisi
?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun