Pawang hujan tertutup. Â Diam diam. Tak banyak pihak yang tahu. Â Rupanya, Â selama ini ada rumor dua golongan besar yang susah menyatu, Â berkait spesialisasi keahlian mereka. Satu golongan ahli menolak hujan, Â satu golongan lagi sangat ahli mendatangkan hujan.
Ada kongresSetelah berdebat cukup sengit, Â dalam musyarah besar tapi dirahasiakan itu didapat kata sepakat, Â bahwa mereka akan saling menginfo di grup WA, Â saat dapat job menolak atau mendatangkan hujan, Â agar tidak tumpang tindih dan saling menjatuhkan. Lalu disusunlah SOP --Standar Operation Procedur-- pawang hujan, Â termasuk soal perang tarif, tidak diijinkan lagi. Â Sampai mereka membuat --kopahu-- koperasi pawang hujan. Demi meningkatkan kesejahteraan semua.
Selesai musyarah soal hujan, Â pertemuan akbar itu ditutup dengan penuh khidmat dan wibawa. Isu kudeta dan perebutan posisi ketua bisa dieliminasi dengan manis.
Tiba waktu pulang, Â ketika para pawang hujan, bersiap siap untuk pulang. Sekonyong konyong hujan turun dengan amat derasnya, Â sehingga membuat rombongan besar sulit pulang. Mrereka menggerutu, Â kembali, mereka terpecah dua kubu. Â Kubu pawang, Â penolak hujan menuduh kelompok pendatang hujan sedang pamer ilmu mereka. Sedang kelompok pawang pendatang hujan merasa, hujan itu, Â bukan kerjaan mereka.dan tidak terima dipojokkkan, didepan umum seperti itu.
Kedua golongan ribut besar, Â mereka nyaris gontok gontokan. Â Mereka masing masing menuntut digelar Kongres Luar Biasa Pawang Hujan lagi.
Untung sang pembina, yang merupakan pejabat dari BRPH --Badan Resmi Peramal Hujan-- bahwa hujan deras kali ini, Â bukan kerjaan pawang hujan. Â Melainkan upaya rekayasa hujan dengan menaburkan 2 ton garam lewat pesawat udara.
Oh, Â semua pawang Ternganga. guru guru sepuh mereka dahulu belum mengajarkan ilmu bikin hujan secanggih itu. Pelan pelan mereka rukun kembali. Â Pembina pun lega, Â tidak perlu ada Kongres Luar Biasa Pawang Hujan lagi. Ketua Pembina pun tanggap, Â demi menghangatkan perdamaian dua kubu. Lalu memerintahkan disajikan cangkir kopi hangat untuk semua pawang, Â sambil menunggu hujan rekayasa selesai jatuh. Mereka ngopi tanpa grogi dan menambah cangkir demi cangkir kehangatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H