Bila kau tahu, semua kejayaanku bersumber dari  kisah nyata pedih perih tukang becak. Maka rasa terima kasihku tak pernah berkurang pada tukang becak. Dulu aku punya kebiasaan akan turun sekitat 50 meter.dari tujuanku, aku memberi uang lebih dan berjalan sedikit sebagai bentuk ritual resmi dan hormatku pada becak dan tukang pengayuhnya.
Sampai sekarang, rasa syukur tak pernah henti kuhaturkan pada tukang tukang becak sedunia. dari wahana roda tiga itu, aku mengenal berkibarnya namaku sebagai penulis. Lalu juga menemukan cinta sejati di becak juga.
Dia yang bermata sendu selalu menatapku tajam, lalu menepikan tubuhnya di ujung pinggir jok duduk penumpang becak, agar aku masuk. lalu kami keliling kota, bercinta.
Meski becak mulai tersingkir dengan transportasi onlen yang murah. Bermesin dan lebih manusiawi. Becak masih ada di hati kami.
Apakah di hati kalian masih ada kenangan.manis, sepat, indah bersama becak ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H