Malam itu penutupan pelatihan Dalang di Padepokan Mukti Mulyo Mbah Jiyo. Ingkung, jajan pasar, bubur putih, merah dan hio, kemenyan dibakar dari sore, membuat suasana jadi hening dan mistis. Malam itu adalah selametan wisuda lima murid Dalangnya.
"Tole Atmo, Bardam, Pulung, Madum, juga Jayeng, murid kinasihku, malam ini, kalian semua resmi aku wisuda jadi Dalang", sabda Mbah Jiyo maestro Dalang seraya memberikan gunungan sebagai tanda lulus pelatihan Dalang.
"Mbah Jiyo, rejeki, sohor dan kondangnya Dalang itu kan bergantung kerja keras masing - masing ya Mbah?", tanya Jayeng ,murid termuda ragu - ragu.
"Maksudmu, kamu mau tanya apa syarat jadi Dalang kondang ya Le?", tanya Mbah Jiyo sambil mengelus - elus janggut putih panjangnya.
Semua murid menganggukkan kepala, sambil menghaturkan sembah takzim kepada sang guru besar.
"ini sebenarnya Rahasia, Mbah tidak boleh membuka sekarang, tabu, tapi ini perlu kusampaikan agar kalian berhati - hati nanti," nasehat pakar wayang kulit, hati - hati.
"Kalian benar - benar siap ?",tanya beliau menyelidik seksama.
"syarat untuk kondang jadi Dalang, adalah perikehidupan keluarga harus morat marit dulu..", tutur Mbah Jiyo setengah berbisik. Kemudian beliau menguraikan rahasia - rahasia kehidupan Dalang menjadi kondang. Lalu malam wisuda Dalang pun paripurna.
Sembilan tahun berlalu, lima murid Mbah Jiyo mulai dapat tanggapan mentas di berbagai kalangan.meski sudah puluhan kali pentas, empat muridnya hanya masuk kelas Dalang cilik saja. Sementara Jayeng, moncer, sohor dan kondang.
Pada reuni tahun ke-9, mereka pentas bersama di Padepokan Mulyo Mukti. Semua Dalang didampingi istri masing - masing, kecuali Jayeng yang didampingi istri ke 9-nya.Â
Delapan istri sebelumnya sudah dicerai, karena laris, hampir setiap malam ia pentas wayang kulit di dalam dan luar kota. istri utamanya diabaikan, kemudian disana ia tergoda sinden, penonton pengagum, dan wanita - wanita pengincar pria sukses.