Inke uring-uringan sepekan ini, pacarnya Toto tanpa sebab, memutuskan hubungan tali asmara mereka. Padahal sedang sayang-sayangnya. Mereka baru jadian sebulan terakhir.
Inke sedih, Toto teman kuliahnya yang genius, dan keren habis itu, cuma menyatakan mau pergi jauh banget. Ada job mendadak, sampai tidak bisa menunggu hari wisudanya. Walau cinta dan sayang Toto tidak bisa membatalkan niatnya.
Tiba waktunya, Inke belajar melepaskan kesayangannya untuk pergi jauh. Tetapi tidak ke bandara, stasiun kereta atau terminal bis biasa. Justru Toto mengajaknya ke tepi Telaga Sawarna. Waktu sudah menunjukkan nyaris tengah malam. Inke gelisah didalam kabin mobilnya. Ia masih berharap Kepergian Toto batal, sampai gadis berambut pendek itu tak berfikir, kekasihnya naik kendaraan apa. Masak iya, naik kapal selam?
Sepi, Toto menatap penuh cinta pada kekasih buminya. Inke sudah tak mampu berkata-kata lagi. Bibirnya terkatup kuat. Air matanya bergulir di pipi, seperti banjir.
"Inke sayang, maafkan aku, tugasku di bumi sini sudah selesai. Aku harus kembali ke planet Simbian 29", tutur Toto kaku menahan rasa.
Dari bawah Telaga terlihat lampu warna-warni menyala dari dasar menuju permukaan. Ada sebentuk wahana besar seperti piring raksasa, perlahan muncul .
"Ijinkan aku pulang ya, aku tidak bisa di sini lagi, kecuali.." Kata-kata Toto terhenti.
Sementara kendaraan canggih berbentuk cerutu raksasa, berwarna hitam dengan lampu  perak, merah, hijau. Berputar, berkerlap kerlip, mebuat telaga gulap gulita itu terang benderang. Sebuah pintu nampak terbuka, ada desing halus memanggil Toto. Pakaian Kekasih Inke pun berubah jadi metalik, seperti kostum pembalap antariksa.
Toto paham ini sudah waktunya ia pergi bertugas. Dikecupnya, kening kekasih buminya. Lalu dipeluk ketat, tubuh wangi dara pujaannya. Beberapa saat, dan ia siap pergi membuka pintu mobil. Inke terkesiap.
Gadis ayu itu pun berlari membuka pintu dan mengejar Toto.
'"Mas, boleh aku ikut?" pinta Inke merajuk. Toto terkesiap, mendengar permintaan belahan jiwanya. Lalu ia mengirim pesan telepati tanpa kata, Â bisa jadi perjalanan ini hanya satu tiket pergi selamanya, tanpa kemungkinan kembali. Inke menjawab dari batinnya mantap untuk pergi, Â walaupun itu berarti kehilangan kesempatan bersama bapak ibunya lagi.