[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="artisxx.blogspot.com "][/caption]
Ketika Pepeng divonis penyakit langka “multiple sclerosis” yang menyakitkan, ia langsung bertanya kepada Tuhan : “Why Me? ”. Namun katanya, Tuhanpun menjawab : “Why Not !”. Dan, iapun pasrah serta ikhlas menghadapinya. Itu secuil kisah yang tak pernah lepas dari ingatan saya, ketika menonton wawancara di TV Pepeng “Jari-jari” beberapa waktu silam.
Topik ini teramat relevan ketika seseorang tiba-tiba divonis suatu penyakit yang cukup berat atau “mematikan”. Bisa pula seseorang merasa ketiban sial, ketika ia terpilih untuk sesuatu yang tidak menyenangkan atau membuatnya menderita. Misalnya ia yang “terpilih” kena PHK. Pekikan “Why Me ?” menjadi relevan sebagai respon seketika mendengar vonis atau “palu godam” itu dipukulkan di kepala kita.
Saya pernah memiliki sahabat di kantor yang kini telah wafat karena menderita kanker. Selama tiga tahun, saya menyaksikan dari mulai ia kebingungan dengan diagnose dokter yang berganti-ganti. Hingga ajalpun menjemputnya. Bisa dibayangkan ketika seseorang divonis kanker, dengan tambahan informasi jika tidak ada tindakan akan meninggal dalam sekian bulan atau tahun. Terlebih jika stadium penyakitnya sudah lanjut. Saya bisa merasakan kegelisahan dan kegalauannya, hingga akhirnya ia sampai pada satu titik. “ Kanker ini adalah hadiah dan bukanlah musibah” begitu sahabat saya berkata dengan nada ikhlas.
Tuhan memang sudah menjanjikan bahwa pada setiap ada kesusahan pasti ada kemudahan setelahnya. Kisah Pepeng yang hanya bisa terbujur sakit di ranjangnya justru malah produktif berkarya. Dia bisa menyelesaikan pendidikan pasca sarjananya di UI di bidang psikologi di tengah penderitaannya. Pepeng tetap bekerja dan berkreasi di tengah-tengah sakitnya. Ia merasa tetap harus bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. Iapun sudah tak bertanya lagi “Why me?”, karena itu ketetapan dan ujian yang diuji-cobakan kepadanya. Persoalan utama adalah bagaimana cara kita menyikapi suatu musibah yang menerpa kita maupun keluarga kita.
Ketika sesorang terhenyak akan suatu musibah yang menimpanya dan sekali lagi berteriak “Why Me, God?”, maka dari jauhpun Tuhan biasa ternyum sambil berbisik “Why Not, mahlukku sayang”. Kita hanya bisa berdoa, semoga senantiasa diberikan kekuatan jika harus melalui ujianMu. Dan jika bisa, hindarkanlah aku dari ujian yang tak mampu aku tanggung. Aamiin ya Robbal Alamiin. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H