Mohon tunggu...
Azka Maula
Azka Maula Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UIN RADEN MAS SAID

Saya adalah mahasiswa yang hobi menganalisis isi hati perempuan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Praktik Sewa Rahim

2 Maret 2023   07:27 Diperbarui: 2 Maret 2023   07:32 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Praktik sewa rahim atau juga dikenal dengan istilah surrogacy menjadi kontroversial dalam diskursus publik, terutama di kalangan masyarakat Islam. Beberapa pandangan menganggap bahwa praktik ini tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam dan merugikan perempuan, sedangkan pandangan lainnya menilai bahwa praktik ini memberikan kesempatan bagi pasangan yang tidak dapat memiliki anak secara alami untuk memperoleh keturunan. Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk meninjau praktik sewa rahim dari segi kesehatan, hukum, dan etika.Tinjauan Kesehatan Praktik sewa rahim membawa risiko kesehatan bagi wanita yang menjadi surrogate mother atau ibu pengganti. Proses implantasi embrio dan kehamilan dapat menyebabkan komplikasi seperti perdarahan, infeksi, dan keguguran. Selain itu, penggunaan hormon dalam proses fertilisasi dapat menyebabkan efek samping seperti sakit kepala, mual, dan sakit perut. Namun, jika praktik sewa rahim dilakukan dengan pengawasan medis yang ketat dan memenuhi standar kesehatan yang baik, risiko ini dapat dikurangi. Tinjauan Hukum Praktik sewa rahim memiliki banyak perbedaan dalam regulasi hukum di negara-negara yang berbeda. Beberapa negara mengizinkan praktik ini dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, sedangkan negara lainnya melarang praktik ini secara total. Di Indonesia, praktik sewa rahim dilarang oleh undang-undang dan dianggap melanggar norma-norma agama dan sosial budaya masyarakat Tinjauan Etika Aspek etika juga menjadi pertimbangan penting dalam praktik sewa rahim. Beberapa pandangan menganggap bahwa praktik ini melanggar hak asasi manusia, seperti hak anak untuk mengetahui identitas biologisnya, hak wanita untuk tidak dieksploitasi secara ekonomi, dan hak ibu pengganti untuk mendapatkan perlindungan kesehatan yang memadai. Namun, ada juga pandangan yang menilai bahwa praktik ini dapat menjadi solusi bagi pasangan yang tidak dapat memiliki anak secara alami..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun