Mohon tunggu...
Azhar Kahfi
Azhar Kahfi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Class Action Korban Asap

10 November 2015   22:26 Diperbarui: 10 November 2015   22:59 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Satu batang pohon dapat menjadi ribuan korek api, satu korek api dapat membakar ribuan batang pohon”

Keengganan pemerintah membuka nama-nama perusahaan pembakar lahan semakin membuka mata publik, kasus asap di Sumatera dan Kalimantan bukan sekadar persoalan lahan yang terbakar, namun ada persoalan hukum yaang mengitarinya. Persoalan itu bermain pada wilayah pemaknaan, apakah yang terjadi adalah pembakaran atau kebakaran.

Pembakaran adalah tindakan sadar dan terencana untuk membakar sesuatu dengan maksud dan tujuan tertentu. Sementara kebakaran adalah terbakarnya sesuatu yang menimbulkan bahaya atau mendatangkan bencana yang disebabkan oleh faktor alamiah, seperti kemarau maupun gesekan dari pada panas yang menimbulkan percikan api sehingga terjadi suatu kebakaran. Jadi, “pembakaran dan kebakaran” merupakan dua konteks pengertian yang memiliki makna berbeda.

Merujuk Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan dan/atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dangan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan, di sana dijelaskan bahwa, hutan dan/atau lahan merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi, baik ekologi, ekonomi, social, maupun budaya. Semua diperlukan untuk menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Kebakaran yang terjadi merupakan salah satu penyebab paling besar terhadap kerusakan dan /atau pencemaran lingkungan hidup, baik nasional maupun lintas batas negara, yang mengakibatkan kerugian ekologi, ekonomi, sosial dan budaya.
Sejumlah rujukan terpercaya memperlihakan bahwa dampak dari pembakaran hutan dan lahan yang terjadi di Sumatera secara sistemik telah menjelma menjadi sebuah masalah global yang dilegitimasi secara Internasional. Padahal berbagai usaha dan upaya untuk menekan jumlah pembakaran hutan dan lahan telah dilakukan, baik secara preventif maupun pada tingkatan penegakan hukum. Tentu saja dengan mengimplementasikan segala perangkat hukum seperti peraturan perundang-undangan serta kebijakan-kebijakan baik nasional maupun internasional yang berkaitan dengan masalah pemcemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Sayangnya, hasilnya masih jauh panggang dari api.

Menutup Mata
​Kondisi ini memaksa kita semua (masyarakat maupun pemerintah) tidak boleh menutup mata dan hati karena dampak hutan yang terbakar telah dirasakan oleh ratusan warga di wilayah terdampak asap. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 28 H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi untuk setiap warga Negara. Setiap warga Negara berkewajiban menjaga fungsi kelestarian lingkungan hidup dari segala bentuk perusakan dan pencemaran lingkungan hidup.

Secara yuridis dan filosifis, pengaturan undang-undang tersebut telah memberikan legitimasi dan jaminan secara konstitusional terhadap perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup untuk setiap orang dapat mematuhinya. Namun, dalam kenyataannya masih banyak oaring (perusahaan) yang melakukan pelanggaran dengan tidak mematuhi norma hukum yang berlaku, sehingga menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan terhadap lingkungan hidup berulang kali terjadi.

Hal ini menunjukkan bahwa implementasi penegakan hukum terhadap kasus-kasus pencemaran dan/atau perusakan lingkungan, seperti pembakaran hutan dan lahan masih sangat lemah atau tidak efektif. Oleh karena itu masyarakat selaku pihak yang dirugikan sudah sepatutnya mengajukan tuntutan terhadap aktor atau pelaku pembakaran hutan dan lahan yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian menyebutkan“setiap perusahaan industri mempunyai kewajiban dalam upaya pencegahaan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup yaitu tanggung jawab dalam melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan yang dilakukan”.
Pertanggungjawaban suatu perusahaan atau korporasi terhadap pembakaran hutan dan lahan yang menyebabkan pencemaran dan perusakan terhadap lingkungan hidup dapat dibebankan kepada pelaku baik secara individu maupun badan hukum. Tanggungjawab (liability) yang dilakukan dapat berupa sanksi perdata, pidana maupun administratif terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan hidup tersebut.

Pilihan hukum yang dijamin oleh undang-undang memberikan pengertian bahwa tanggungjawab penegakan hukum bukan hanya menjadi beban para Juris (perangkat penegak hukum seperti, hakim, jaksa, polisi, pengacara). Namun, kita (masyarakat) berkewajiban pula dalam rangka menegakan supremasi hukum tersebut.

Class Action
Maka tidak berlebihan jika kemudian masyarakat korban asap secara aktif dan sadar untuk melakukan upaya hukum terhadap apa yang mereka alami selama hampir tiga bulan terakhir ini. Upaya gugatan berkelompok atau class action menjadi alternatif langkah hukum yang bisa ditempuh. “Hak Gugat Class Action” ini dalam rangka memburu aktor pembakar hutan dan lahan ketika pemerintah dan pemangku kepentingan pada hari ini cenderung kurang agresif dalam memburu pelaku, khususnya yang berkaitan dengan korporasi. Tak heran jika kemudian publik melihat pemerintah kurang tanggap dan terhadap krisis sosial yang melanda wilayah korban asap ini.

Bagaimanapun pengaturan tentang tanggungjawab korporasi terhadap lingkungan hidup dimaksudkan dalam rangka untuk mendorong iklim persaingan usaha yang sehat. Dengan demikian tanggungjawab korporasi terhadap pengelolaan lingkungan hidup menjadi suatu dasar yang sangat penting dan fundamental sebagai pengawasan terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup. Karena pada hakekatnya, kepedulian dan tanggungjawab perusahaan terhadap lingkungan hidup adalah untuk kepentingan perusahaan itu sendiri. Jika tidak, bukan tidak mungkin, hutan yang begitu luas dan dieksploitasi sedemikian gencar akan memakan sendiri para tuan-tuannya, seperti ungkapan di awal tulisan ini, “Satu batang pohon dapat menjadi ribuan korek api, satu korek api dapat membakar ribuan batang pohon”

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun