Mohon tunggu...
Azka AzaliaAzzam
Azka AzaliaAzzam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1

Universitas Negeri Semarang

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Thalasemia: Skrining Pasangan Sebelum Janur Kuning Melengkung

5 Juni 2023   12:30 Diperbarui: 5 Juni 2023   12:32 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu kelainan pada hemoglobin yang cukup sering didapati di Indonesia adalah talasemia, baik a-talasemia, B-talasemia, dan HbE. Kelainan ini disebabkan oleh mutasi atau delesi pada gen globin, sehingga diklasifikasikan sebagai penyakit genetik. Penyakit yang tidak menular ini terbagi menjadi beberapa manifestasi klinis yang tentunya menyebabkan gejala yang berbeda dan terapi yang berlainan. Sangatlah penting mengetahui status genetik dari pasien dan keluarga pasien talasemia, untuk menentukan terapi yang diperlukan dan juga langkah selanjutnya.Pada dasarnya skrining dan deteksi dini bisa dilakukan kapan saja, namun ada dua waktu yang sangat krusial untuk dilakukan skrining dan deteksi dini. Yang pertama adalah pada saat prenatal, yaitu diagnosis yang dilakukan pada janin di usia awal kehamilan jika kedua orang tua adalah pembawa sifat atau pasien talasemia. Pemeriksaan genetik janin lahir sebagai pembawa sifat, 25% anak lahir sebagai penderita talasemia, dan 25% kemungkinan anak normal. Jika kedua orang tua adalah penderita talasemia, maka kemungkinan anak menjadi penderita talasemia adalah 100%, namun jika hanya salah satu orang tua adalah penderita talasemia, maka 100% anak akan menjadi pembawa sifat talasemia.

P2PTM-Kemenkes RI
P2PTM-Kemenkes RI


Skrining premarital dimaksudkan untuk meniadakan angka kelahiran anak dengan talasemia mayor, atau istilah yang sedang digaungkan oleh Kementerian Kesehatan Indonesia adalah "Zero Kelahiran Talasemia Mayor". Hal ini telah dibuktikan di beberapa negara, seperti Cyprus, Itali, dan Thailand, bahwa dengan skrining premarital, yang kemudian dilanjutkan dengan konseling genetik, berperan besar dalam menurunkan angka kejadian talasemia. Pun jika diketahui sebagai pembawa gen talasemia saat sesudah menikah, konseling genetik memegang peranan penting. Pasangan dapat bersepakat penundaan memiliki anak dan pemanfaatan bayi tabung dapat menjadi solusi untuk mencegah kelahiran penderita talasemia.

Beberapa tantangan tentunya dihadapi oleh negara yang telah melalukan program ini, terutama negara yang mayoritas agamanya melarang terminasi kehamilan walau dengan alasan kesehatan. Selain itu, pernikahan adat yang biasanya ada hubungan keluarga juga menjadi tantangan tersendiri pada penerapan kebijakan ini (Karimi et al., 2007).

Karena talasemia adalah penyakit genetik yang disinyalir cukup luas tersebar di wilayah dunia, termasuk Indonesia, maka kemungkinan pertemuan antar pembawa sifat (trait) talasemia cukup besar. Belum data yang akurat perihal pembawa sifat talasemia ini menjadi salah satu tantangan dalam pencegahan talasemia. Oleh karena itu diperlukan skrining dan deteksi dini untuk penyakit genetik ini.

Walaupun skrining dan deteksi dini ini bertujuan sama yaitu untuk menjaring pembawa sifat dan penderita talasemia, serta untuk mencegah perburukan/komplikasi dari talasemia mayor. Skrining biasa dilakukan pada kelompok masyarakat yang tidak diketahui riwayat penyakit talasemianya. Hal ini bisa dilakukan pada neonatus (Varghese et al., 2021), di sekolah, atau saat medical check-up. Sebuah penelitian di Dubai, dari 7027 neonatus, didapatkan 611 diantaranya adalah pembawa sifat talasemia dan hemoglobinopati, serta 8 diantaranya positif terdiagnosis talasemia.

Untuk menurunkan angka kejadian talasemia, maka skrining masal sangatlah diperlukan. Idealnya skrining ini dilakukan pada saat sebelum pernikahan sehingga tidak terlambat dalam memilih pasangan. Namun jika belum pernah dilakukan, maka skrining dapat dilakukan sebelum pernikahan, sebelum kehamilan, atau pada saat kehamilan trimester pertama yang kemudian jika didapatkan kemungkinan talasemia pada janin, dapat dilakukan prenatal diagnosis. Dengan demikian, diharapkan kelahiran talasemia mayor dapat ditekan. Beberapa teknik laboratorium sederhana dapat dilakukan untuk deteksi dini dan skrining, seperti pemeriksaan darah rutin serta apus darah tepi. Penapisan antara anemia defisiensi besi dan talasemia bisa dilakukan dengan beberapa index. Jika dicurigai ke arah talasemia, maka pasien bisa dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan untuk dilakukan hemoglobin typing, hingga teknik molekuler untuk penegakan diagnosisnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun