Saya mendatangi sebuah usaha yang mengolah kacang kedelai menjadi sebuah makanan yang mengandung gizi tinggi dan sangat dikenal di masyarakat yaitu tempe dan oncom. Saya meneliti pada hari Selasa, 27 Juni 2023 pukul 10.33 WIB di Jl. Irigasi Kenangan, Kec. Cipondoh Kota Tanggerang, Banten. Pemilik usaha tersebut bernama Ibu Pundria. Beliau sudah memproduksi tempe sejak 20 tahun yang lalu. Beliau tidak serta merta langsung membangun usaha ini melainkan beliau memulainya dengan berjualan tempe menggunakan sepeda. Yang mana tempe tersebut ia ambil pada pengusaha tempe kala itu. Ibu Pundria bukan asli orang Cipondoh melainkan orang rantauan dari Pekalongan lebih tepatnya dari Kecamatan Wiradesa.
Sekarang ini beliau mempunyai satu karyawan yang bertanggung jawab sebagai pembuat, dan mencetak tempe. Ibu Pundria hanya memliki satu karyawan dikarenakan beliau hanya memproduksi kurang lebih 60-100 kg kedelai tiap harinya yang diambil dari kopti. Dan suaminya bertugas berjualan di pasar Cengkareng, Jakarta Barat. Ibu Pundria tugasnya melayani konsumen yang datang ke rumah, atau pedagang yang mengambil untuk dijual kembali sama seperti yang Ibu Pundria lakukan di masa lalu akan tetapi sekarang menggunakan motor bukan menggunakan sepeda seperti yang dilakukan Ibu Pundria pada masa lalu. Â beliau juga bantu-bantu seperti memotong daun pisang yang mana nantinya daun pisang itu akan digunakan sebagai pembungkus tempe.
Membuat tempe sangatlah menguras tenaga dan membutuhkan kesabaran. Pegawai Ibu Pundria menjelaskan tahap-tahap membuat tempe dimulai dari merendam kacang kedelai selama kurang lebih tiga jam, lalu digiling yang mana bertujuan untuk memisahkan biji kedelai dengan kulitnya. Supaya lebih bersih dari kulit kulit kacang kedelai, Ia melakukan pencucian ulang berkali-kali bisa sampai empat kali bahkan enam kali pencucian. Karena hal ini dapat menentukan kualitas dari tempe ketika sudah jadi. Setelah kedelai bersih dari kulitnya lalu di rendam bersama air yang sudah dikasih ragi lalu didiamkan. Dan setelah itu buang airnya lalu bisa dicetak menggunakan plastik maupun daun pisang lalu didiamkan selama dua hari sampai kedelai yang sudah dicetak tadi berubah menjadi tempe. Tempe yang sudah jadi dihargai Rp. 4.000 -- Rp. 5.000 tergantung ukuran tempe nya. Untuk saat ini usaha Ibu Pundria hanya berfokus pada dua usaha saja yaitu oncom dan tempe dikarenakan tempat produksi nya yang tidak terlalu luas, bahkan seringkali ia meletakkan tempe yang sudah dicetak di luar rumahnya. Pesanan tempe saat terjadi pandemi covid-19, bukannya sepi melainkan meningkat. Meskipun pesanan meningkat tetapi persediaan kacang kedelai sedikit mengurang, hal ini dikarenakan distribusi kedelai dari petani terhambat.
Di wilayah Cipondoh, terdapat banyak usaha seperti usaha yang memproduksi tahu putih, tahu kuning, tahu sumedang, tempe, dan oncom. Dengan banyak adanya usaha seperti ini tentunya membutuhkan karyawan. Seperti Ibu Pundria yang memperkerjakan karyawannya yang mana hal itu dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H