Mohon tunggu...
Muhammad Azizul Ghofar
Muhammad Azizul Ghofar Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat/Peneliti

Mahasiswa yang aktif diberbagai organisasi serta pengamat terorisme, separatisme, dan isu-isu trategis lainnya masa kini.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bom Sarinah, Siapa yang Salah?

15 Januari 2016   00:20 Diperbarui: 15 Januari 2016   00:58 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa pengeboman di Thamrin tepatnya di pusat perbelanjaan Sarinah pada 14 Januari 2016 dimulai pukul 10.55 dengan dua kali ledakan bermotif bom bunuh diri disusul dengan baku tembak antara pelaku bom dengan aparat kepolisian menuai berbagai tanggapan dari masyarakat. Berbagai spekulasi beredar menghembus pikiran masyarakat Indonesia. Mulai dari broadcast berisi himbauan untuk tidak mengunggah foto-foto pengeboman hingga berbagai analisis terkait pelaku pengebobam. Kondisi demikian membuat masyarakat Indonesia semakin pesimis untuk menyongsong Indonesia kedepan.

Terorisme sebagai musuh utama di Indonesia bahkan dunia menuai berbagai polemik terkait organisasi terorisme. Mulai dari terorisme hanyalah propaganda kelompok tertentu, terorisme ialah murni ulah tokoh-tokoh tertentu, dan sebagainya. Kasus terorisme di Thamrin pun demikian. Dilansir dari CNN Indonesia, Wakapolri Budi Gunawan menyatakan bahwa pelaku pengeboman di Thamrin ialah kelompok radikal berskala internasioanal ISIS (Islamic State of Iraq and Syria). Pernyataan tersebut didukung dengan pengakuan ISIS. Dilansir dari detik news, ISIS menyatakan bertanggung jawab terhadap pengeboman di kawasan Thamrin. "Petempur ISIS melakukan serangan bersenjata pagi ini, menargetkan warga-warga asing dan petugas keamanan yang ditugaskan melindungi mereka di ibukota Indonesia," demikian pernyataan ISIS melalui kantor berita Aamaaq, yang merupakan aliansi ISIS melalui saluran Telegram seperti dilansir Reuters, Kamis (14/1/2016).

Spekulasi selanjutnya mencuat kepada aparat pemerintah Indonesia. Densus 88 Anti Teror, BNPT (Badan Nasional Penaggulangan Teorisme), serta BIN (Badan Intelijen Negara) menjadi sorotan publik dalam kinerjanya. Berbagai anggapan yang menyalahlan aparat penegak hukum kian beredar, seolah menggiring opini masyarakat untuk tidak mempercayai aparat penegak hukum Indonesia. DIlansir dari republika.co.id, wakil ketua Komisi I DPR RI, Tantowi Yahya menyayangkan terjadinya teror bom di Sarinah. Tantowi menilai, ada sikap kurang waspada sehingga terjadi aksi terorisme di Ibu Kota. Untuk itu, Komisi I DPR akan memanggil Kepala BIN Sutiyoso untuk dimintai keterangan.

Pernyataan yang menyudutkan aparat pemerintah ditangkis oleh Muhammad A.S Hikam (Menteri Negara Riset dan Teknologi pada Kabinet Persatuan Nasional) dalam status facebooknya. Menurut Hikam Intelijen memberi informasi, soal informasi dilaksanakandan ditindaklanjuti itu bukan lagi wilayah kerja intelijen tetapi aparat penegak hukum. Karena itu sangat tidak fair kalau anda mudah menuding intelijen sebagai pihak yg kecolongan. Anda harus bisa membuktikan apakah intelijen sudah atau belum memberikan informasi intel itu kpd pihak aparat penegak hukum. Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan meminta semua pihak tidak menyebut Badan Intelijen Negara (BIN) kecolongan atas kejadian ini. Dilansir dari liputan6.com, Luhut menyatakan kejadian seperti ini seperti operasi militer melawan gerilya. Di mana para pelaku memanfaatkan kelengahan untuk melancarkan aksinya. Kemudian, dilansir dari okezone.com, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengaku adanya bom tersebut bukanlah kesalahan dari lembaga yang dikepalai oleh Sutiyoso tersebut. Menurutnya di negara manapun akan sulit menditeksi sejak awal jika teroris akan melancarkan aksinya itu.

Dari kasus ini dapat ditarik simpulan bahwa, pada intinya tidak perlu saling menyalahkan institusi pemerintahan untuk mengatasi masalah terorisme. Mencari kesalahan setiap institusi pemerintahan tidak akan menghasilkan masalah terselesaiikan. Justru akan menimbulkan konflik dan rasa tidak saling percaya dari sesama institusi maupun antara masyarakat dengan pihak pemerintah. Yang dibutuhkan dalam kondisi saat ini ialah kekompakan disetiap elemen masyarakat baik aparat maupun sipil untuk menjaga Indonesia dari berbagai serangan yang mengancam kedaulatan bangsa.

Nasi sudah menjadi bubur. Kejadian bom Thamrin sudah terjadi, kini terkait pelaku pengeboman sepatutnya diserahkan kepada aparat penegak hukum. Sebagai masyarakat, sudah sepatutnya untuk mendukung berbagai proses penyelidikan masalah-masalah keamanan dengan memberikan sikap terbuka kepada aparat serta melaporkan setiap terjadi sesuatu yang mencurigakan. Kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam menjaga stabilitas keamanan Indonesia sangat menunjang aparat penegak hukum untuk menajalankan kinerjanya dalam rangka menjaga stabilitas keamanan Indonesia.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun