Ketika melihat negara-negara Asia saat piala dunia seperti melihat timnas Indonesia yang berjuang hidup mati di piala Asia. Mereka bercita-cita untuk bisa bersaing dengan negara lain dan bisa merasakan atmosfer laga final piala dunia.
Namun itu hanya sekedar angan-angan karena negara-negara Asia terseok-seok di Piala Dunia melawan benua lainnya. Dalam ajang piala dunia, Korea Selatan merupakan tim Asia yang mampu masuk ke babak semi-final pada 2004.
Setelah itu, sulit rasanya negara Asia untuk menembus semi-final. Jepang dan Australia juga tidak mampu mengejar rekor Korea Selatan. Mereka selalu terhenti di babak 16 besar piala dunia pada edisi berikutnya.
Padahal sangat banyak penggemar sepak bola di Asia. Negara Timur Tengah bahkan mengucurkan triliunan rupiah mengembangkan sepak bola di sana untuk memenuhi ekspektasi penggemar. Jepang dan Korea Selatan juga tidak ingin ketinggalan, mereka mengirimkan pemain untuk berkompetisi di Eropa.
Mengukir prestasi di sepak bola bukan sekedar membangun fasilitas semata namun program jangka panjang sangat diperlukan.
Negara Asia terbilang kacau menyusun program jangka panjang bahkan kekacauan ini memang berasal dari federasi sepak bola di negara tersebut. Ketidakseriusan federasi mengurus kompetisi masalah yang harus ditangani.
Misalnya Indonesia yang selalu gaduh federasinya mengurus bola. Fokus mengurus bola terganggu dengan kepentingan politik, bisnis dan konflik internal. Lantas bagaimana bisa mengurus bola jika federasi teralihkan dengan cara seperti ini?
Nggak hanya Indonesia bahkan hampir semua negara Asia memiliki federasi yang kacau. Hanya Jepang memiliki program jangka panjang yang bagus dan diikuti beberapa negara yang langganan piala dunia.
Federasi sepak bola Jepang mampu menciptakan program jangka panjang yang bagus karena setiap elemen saling bekerja sama dan memiliki tujuan jelas.Â
Layaknya sebuah tim, federasi harus bekerja sama dengan klub, sponsor, supporter, dan pemerintah untuk menyusun program jangka panjang sehingga bisa mendapat hasil yang memuaskan.