FIFA sebelumnya melarang atribut promosi LGBT saat pagelaran piala dunia 2022 di Qatar. Larangan tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada tuan rumah karena hukum di Qatar melakukan tindakan LGBT. Â Sayangnya beberapa negara melakukan aksi protes kepada FIFA.
Bahkan Jerman melakukan Aksi tutup mulut sebelum melawan Jepang menuai sebagai bentuk protes kepada FIFA. Sayangnya aksi protes tersebut harus dibayar mahal karena mereka secara mengejutkan kalah dramatis.
Seharusnya piala dunia 2022 menjadi ajang olahraga sepak bola empat tahunan tanpa ada unsur yang tidak berhubungan dengan sepak bola. Kampanye LGBT sudah jelas hanya menumpang sepak bola sebagai media mereka yang tak ada keterkaitannya dengan sepak bola. FIFA sendiri sudah tegas menyatakan bahwa unsur diluar sepak bola dilarang dibawa ke lapangan.
Larangan kampanye LGBT memang tepat karena sepak bola bukanlah media untuk promosi politik yang menguntungkan kelompok tertentu. Apalagi kelompok LGBT masih menjadi pro dan kontra di berbagai negara.Â
Qatar yang menjadi tuan rumah piala dunia 2022 memiliki aturan tegas soal homoseksual. Perilaku LGBT tidak dibenarkan karena Qatar menganut hukum Islam sebagai hukum negara. Tentu timnas sepak bola dan suporter di berbagai negara harus memahami dan menghormati hukum yang ada disana.
Namun aksi Jerman dan beberapa negara Eropa lainnya yang menentang hukum tersebut merupakan tindakan yang kurang etis Bahkan Inggris, Jerman, dan Denmark mengancam akan meninggalkan FIFA bila dilarang promosi LGBT.Â
Sikap mereka nampak terlalu egois memaksakan promosi di negara yang melarang tindakan LGBT. Aksinya tersebut sebagai bentuk tidak mau menghormati tuan rumah yang memiliki aturan tersendiri.
Selain itu, tindakan mereka sudah tidak fokus lagi dengan sepak bola. Seharusnya mereka mampu memaklumi apa yang dilakukan Qatar karena berbeda perbedaan budaya dan agama.
Mereka juga harus belajar untuk menghormati perbedaan pendapat soal LGBT. Tidak memaksakan kehendak yang menurut mereka benar namun menurut yang lain itu salah. Pemaksan promosi justru mengarah mereka untuk melanggar HAM itu sendiri.
Seharusnya mereka mendukung langkah FIFA untuk menghormati tuan rumah. FIFA mengganti kampanye LGBT dengan ban no discrimination yang dikenakan kapten tim. Mereka juga masih bisa berkampanye untuk menghentikan tindakan diskriminasi terhadap siapapun termasuk kelompok LGBT.