Jika memang berprasangka buruk kepada Allah itu termasuk dosa besar dan dilarang dalam agama, bagaimana jika aku hanya membenci hidupku? Salahkah aku bila aku begitu membenci hidupku? Segala yang aku inginkan gagal aku raih. Kehidupan berjalan tak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Tak seorang pun juga benar-benar peduli kepadaku. Apakah aku berdosa jika membenci hidupku?
Mungkin ada di antara kita yang berpikiran seperti itu. Menjalani hidup yang tidak sesuai dengan yang kita kehendaki. Apalagi masalah datang silih berganti. Seolah-olah kita tidak boleh menjalani hidup senang dengan hati yang tenang. Kita menduga kehidupan telah begitu membenci kita. Pada- hal yang terjadi sesungguhnya, kitalah yang membenci kehidupan. Kebencian itu kemudian merefleksi kembali kepada kita.
Bukankan membenci kehidupan yang kita miliki itu termasuk ke dalam perilaku ini? Karena kehidupan yang kita miliki itu telah dituliskan oleh Allah Ta'ala untuk kita. Pahit manisnya, pastilah ada hikmah yang bisa kita petik. Kita hanya kurang bersabar dalam menjalaninya, terburu buru berprasangka buruk dengan kehidupan yang kita jalani. Padahal, dari setiap kegetiran yang kita alami, nantinya akan ada kenikmatan yang kita dapatkan di kemudian hari.
Ingat, Allah hanya memberi apa yang dibutuhkan oleh hamba hambanya, bukan apa yang diinginkan oleh hamba hambanya. Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi kita. Akal kita yang terbatas, mungkin belum dapat menjangkau maksud atau hikmah dari suatu musibah yang kita alami hari ini. Namun percayalah, dalam beberapa tahun ke depan, kita akan sadar betapa berharganya teguran-teguran yang telah Allah berikan kepada kita, berupa musibah dan cobaan hidup.
Kita harusnya menyadari bahwa Allah Ta'ala lebih tahu hal  yang terbaik bagi hamba hambanya. Terkadang kita membenci kepahitan, namun kepahitan itu ternyata mampu menjadi obat yang menjadikan diri kita lebih baik dari sebelumnya atau bisa juga kepahitan hidup yang kita alami merupakan penawar dari racun dunia. Mungkin selama ini, secara tidak sadar kita begitu mencintai dunia secara berlebihan. Apalagi namanya jika bukan kufur nikmat.
Kufur secara bahasa berarti menutupi atau mengingkari. Kufur nikmat berarti mengingkari nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Biasanya kufur nikmat ini terjadi pada hamba yang telah Allah Ta'ala berikan kelebihan di dalam hidupnya, namun ia tak mau mengakui bahwa nikmat yang ia dapatkan itu sumbernya dari Allah Ta'ala. Namun orang yang hidupnya menderita, juga bisa terjebak dalam perbuatan kufur nikmat. Karena ia terlalu berfokus mengeluhkan apa yang tidak ia miliki, sehingga lupa untuk mensyukuri nikmat-nikmat yang ia miliki.
Ada banyak sekali nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Tak seorangpun yang mampu menghitung banyaknya nikmat yang telah Allah berikan kepada kehidupan kita. Nikmat itu bisa berupa harta, keluarga, kesehatan, persahabatan, dan tentu saja nikmat yang paling besar adalah hidayah iman dalam Islam.Â
Pandangan kita selalu silau dengan apa yang dimiliki oleh orang lain, sehingga terlupa untuk mengakui apa yang sudah kita miliki. Akibatnya, kita pun terus menerus mengeluhkan hidup kita yang kita anggap menderita. Kita lalai untuk bersyukur. Apa yang menyebabkan seseorang bisa terjebak pada perilaku kufur nikmat? ada 2 penyebab mengapa manu- sia sering sekali mengingkari nikmat yang telah mereka dapatkan dari Allah Ta'ala:
1.) Kebodohan: Asal mula yang menjerumuskan manusia kepada keburukan adalah kebodohan, karena dengan ketiadaan ilmu maka akan membawanya kepada bahaya yang lebih besar, Kufur nikmat sering dilakukan karena ketidakmengertian manusia tentang nikmat yang telah Allah berikan kepada dirinya. Sebagai contohnya, seseorang yang mengaku membenci kehidupannya sendiri atau dirinya sendiri karena merasa tidak memiliki kehidupan seperti yang ia harapkan.
Ia telah berusaha dan berdoa berkali-kali. Memohon apa yang menjadi keinginannya. Tetapi Allah belum juga mengabulkan. Ia lantas ngambek, dan marah dengan kehidupannya sendiri. Atau lebih buruk lagi, marah kepada Allah. Terkadang kita manusia memiliki kekerasan hati yang hanya bisa dilunakkan apabila kita telah tertimpa musibah.
2.) Kelalaian: penyebab lain mengapa banyak manusia terjebak pada perilaku kufur nikmat adalah kelalaian. Nikmat Allah begitu banyak datang kepada kita sehingga kita semakin terbiasa dan menganggapnya sebagai suatu yang sudah lumrah. Akibatnya kita lalai untuk mensyukuri nikmat- nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Terutama pada orang yang telah diberikan kelebihan oleh Allah.