Kufur nikmat adalah salah satu perbuatan tercela, hindarilah perilaku tidak tahu berterima kasih ini. Karena orang orang yang tidak mensyukuri nikmat, termasuk dalam kelompok orang orang yang kufur. Kufur artinya menutupi atau mengingkari, sedangkan kufur nikmat berarti mengingkari Allah atau menyalahgunakan kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Kufur terbagi menjadi 2, yaitu kufur besar dan kufur kecil. Kufur besar menyebabkan keluarnya seseorang dari agama, beberapa penyebabnya adalah : Pertama, karena mendustakan kebenaran. Allah SWT berfirman : "Dan siapakah yang lebih aniaya dari pada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah atau mendustakan kebenaran tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah neraka jahanam adalah tempat bagi orang orang yang kafir? Â (QS. Al Ankabut: 68)
Kedua, karena sombong. Seperti yang dilakukan oleh iblis tatkala diperintahkan Allah SWT bersujud kepada Adam as, semua makhluk langit tunduk pada perintah Allah kecuali iblis. Ketiga, karena keyakinan yang salah. Pengingkaran juga bisa datang dari keraguan dan keyakinan yang salah. Seperti yang kita dapatkan dalam sebuah kisah seorang laki laki yang tidak percaya akan datangnya hari kiamat. Ia memamerkan kebunnya yang terus menerus berbuah kepada temannya yang beriman dan berkata bahwa ia mengingkari hari kiamat.
Sebagaimana dalam ayat : "Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki laki, kami jadikan seorang diantara keduanya (kafir) dua kebun anggur dan kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon pohon kurma dan diantara kedua kebun itu kami buatkan ladang.
Kedua kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun, dan kami alirkan sungai di celah celah kedua kebun itu, dan dia mempunyai kekayaan besar. Maka ia berkata kepada temannya (yang mukmin) " hartaku lebih banyak daripada hartamu, dan pengikut pengikut ku lebih kuat."
Dan dia memasuki kebunnya sedangkan dia zalim terhadap dirinya sendiri, dia berkata, "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun kebun itu."
Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya sedang dia bercakap cakap dengannya, "Apakah kamu kufur kepada tuhan yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes air mani, lalu dia menjadikan kamu seorang laki laki yang sempurna? Tetapi aku percaya bahwa Allah Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan tuanku. Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu memasuki kebunmu 'Masya Allah ' tidak ada kekuasaan kecuali dengan pertolongan Allah. Jika kamu anggap aku lebih kurang daripada kamu dalam hal harta dan anak, maka mudah mudahan Tuhanku akan memberi kepada ku kebun yang lebih baik daripada kebunmu ini, dan mudah mudahan dia mengirimkan petir dari langit kepada kebunmu, hingga menjadi tanah yang licin atau airnya menjadi surut kedalam tanah, maka sesekali kamu tidak dapat menemukannya lagi." Â (QS. Al Kahfi: 32-41)
Sementara, kufur kecil adalah kekufuran yang tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam. Meski derajat dosanya tidak sama dengan kufur besar, namun tetap saja kufur kecil ini termasuk ke dalam perbuatan yang tercela dan akan mendatangkan azab dari Allah. Termasuk dalam kufur kecil ini adalah kufur nikmat.
Nikmat yang diingkari, juga akan diambil kembali oleh Al- lah Ta'ala sebagai salah satu bentuk hukumannya. Seperti yang terjadi pada pria pemilik kebun anggur di Surat al-Kahfi ayat 32 hingga 41. Karena terkadang, manusia baru menyadari nilai sebu- ah kenikmatan setelah kenikmatan itu dihilangkan dari dirinya.
Misalnya saat kita sedang sehat, kita terlupa mensyukuri kesehatan yang kita miliki. Baru setelah kita menderita sakit, kita menyadari betapa berharganya nikmat sehat itu. Ibnu Athaillah As-Sakandari menulis dalam Kitab Al-Hikam, "Barangsiapa yang tidak mengetahui nilai suatu kenikmatan pada saat adanya, maka Allah akan memberitahukan pada dirinya pada saat kenikmatan itu hilang."
Seseorang melalaikan nikmat penglihatan, dan baru menyadarinya setelah ia buta. Seseorang melalaikan nikmat keluarga, dan baru menyadari setelah keluarganya pergi meninggalkannya. Seseorang melalaikan nikmat kasih sayang orangtuanya, dan baru menyadari setelah orangtuanya tiada. Seseorang baru merasakan nikmatnya oksigen untuk berna- pas, setelah ia menderita sakit yang membuatnya susah bernapas.