Al-Qur'an adalah kitab suci umat Islam yang menjadi pedoman hidup dan sumber utama ajaran agama. Namun, pernahkah kita berpikir bagaimana kitab ini tersusun hingga menjadi seperti sekarang? Sejarah pengumpulan Al-Qur'an adalah kisah luar biasa yang melibatkan kerja keras, kecermatan, dan dedikasi umat Islam pada masa awal.
Wahyu Pertama dan Penyimpanan Awal
Al-Qur'an pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril di Gua Hira pada tahun 610 M. Wahyu tersebut tidak langsung diberikan sekaligus, melainkan secara bertahap selama 23 tahun. Dalam periode itu, Rasulullah SAW mengajarkan ayat-ayat Al-Qur'an kepada para sahabat, yang kemudian menghafalnya atau mencatatnya di media sederhana seperti kulit hewan, tulang, pelepah kurma, dan potongan batu.
Selain ditulis, para sahabat juga dikenal sebagai penghafal Al-Qur'an atau huffaz. Ini menjadi salah satu cara penting dalam menjaga keaslian wahyu. Nabi Muhammad SAW sendiri secara teratur mengulang hafalan Al-Qur'an bersama para sahabat untuk memastikan tidak ada kesalahan.
Masa Khalifah Abu Bakar: Pengumpulan Pertama
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, umat Islam menghadapi tantangan besar. Salah satunya terjadi dalam Perang Yamamah, di mana banyak penghafal Al-Qur'an gugur. Hal ini membuat Umar bin Khattab khawatir bahwa wahyu akan hilang jika tidak segera dikumpulkan.
Umar mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar agar Al-Qur'an dikumpulkan dalam satu mushaf (buku). Awalnya, Abu Bakar ragu karena Rasulullah SAW tidak pernah memerintahkan hal tersebut, tetapi akhirnya ia menyetujui usulan itu. Zaid bin Tsabit, seorang sahabat yang dikenal ahli dalam menulis wahyu, diberi tugas besar untuk mengumpulkan Al-Qur'an.
Proses ini dilakukan dengan sangat hati-hati. Zaid mengumpulkan catatan-catatan Al-Qur'an dari berbagai sahabat dan memverifikasinya dengan hafalan mereka. Jika sebuah ayat tidak memiliki dua saksi yang membenarkannya, ayat tersebut tidak dimasukkan. Hasil kerja Zaid menghasilkan mushaf pertama, yang kemudian disimpan oleh Khalifah Abu Bakar, lalu diteruskan kepada Umar bin Khattab, dan akhirnya kepada Hafshah binti Umar, putri Umar.
Masa Khalifah Utsman: Standarisasi Mushaf
Saat Islam semakin menyebar ke wilayah-wilayah baru, umat Islam dari berbagai daerah membaca Al-Qur'an dengan cara yang berbeda-beda sesuai dialek mereka. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan munculnya perpecahan di kalangan umat Islam.
Khalifah Utsman bin Affan memutuskan untuk membuat standar bacaan Al-Qur'an yang berlaku untuk semua umat Islam. Ia meminta salinan mushaf dari Hafshah dan menunjuk Zaid bin Tsabit serta beberapa sahabat lain untuk menyalinnya. Proses ini dilakukan dengan penuh ketelitian, memastikan bahwa mushaf tersebut sesuai dengan bacaan Rasulullah SAW.