Mohon tunggu...
Aziz Hubban
Aziz Hubban Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penikmat kehidupan yang suka menulis, bertani dan minum kopi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Senyum Palsu Ketika Depresi

8 April 2023   23:40 Diperbarui: 8 April 2023   23:43 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi senyum palsu (foto: unsplash.com/ Lesly Juarez)

Senyum palsu atau lebih dikenal dengan smiling depression sebagai istilah populernya merupakan upaya untuk menutupi sebuah kondisi yang sebenarnya membuat individu itu merasa tidak nyaman. Tersenyum saat sedang berhadapan dengan depresi membuat diagnosis menjadi lebih sulit. Hal ini berdasar pada publikasi World Helath Organization dalam publikasinya pada tahun 2012. Beberapa alasan seseorang melakukan smiling depression di antaranya :

Tak Ingin Jadi Beban

Pemikiran seperti ini menjadi salah satu alasan yang paling sering muncul. Individu dengan kondisi depresi merasa masalahnya hanya akan menjadi hal yang memberatkan orang lain. Maka, ia pun memilih untuk berpura-pura dan mengingkari dirinya sendiri. Meski tampak seperti sebuah niatan yang baik, nyatanya ini justru bisa memperparah kondisi depresin yang dimiliki karena ia tidak dapat mengekspresikan perasaan yang sesungguhnya.

Merasa Malu

Stigma yang masih berkembang di masyarakat tak luput menjadi salah satu penyebab mengapa seseorang memilih untuk menunjukkan senyum palsu demi menyembunyikan kondisi depresinya. Anggapan bahwa gangguan mental merupakan sebuah kelemahan membentuk perilaku individu dengan kondisi depresi untuk semakin tertutup dengan lingkungan sekitarnya.

Menolak atau Kesulitan Menerima Keadaan

Pola pikir yang terbentuk akibat stigma atau pandangan lingkungan sekitar membuat individu menolak kondisi depresi atau kesulitan menerima keadaannya. Sebagai bentuk penolakan, seseorang akan menampilkan sebuah kondisi yang terlihat baik-baik saja. Penolakan merupakan sebuah tahap yang biasa terjadi pada seseorang dengan kondisi depresi sebagaimana pendapat Elisabeth Kubler-Ross. Dinyatakan pula bahwa tahapan ini akan beralih ke tahap amarah, perundingan, depresi hingga penerimaan.

Pandangan Negatif

Tuntutan untuk menjadi sempurna, merasa baik-baik saja, dan pemikiran bahwa ia harus bahagia entah itu dari luar atau dalam individu mengerahkan ego tinggi sehingga merasa sulit untuk mengakui kondisi depresi yang sedang dialami. Senyuman palsu menjadi dinding yang memenjarakan perasaan sesungguhnya. Pemikiran bahwa bersedih adalah hal negatif bisa menjadi awal mula seseorang terus memendam perasaannya.

Memandang secara negatif adalah hal negatif itu sendiri. Maka, seburuk apapun kondisimu, terimalah lebih dulu. Bahwasanya hampir selalu terjadi penyangkalan di awal, berupayalah untuk menikmati prosesnya. Sedih, marah dan kecewa itu tak apa. Tidak semua orang bisa dibuat bahagia, dan tidak setiap orang membuat kita bahagia, tidak semua hal pula selalu sesuai dengan kemauan kita. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun