Selamat siang kompasianer,Â
Kali ini saya ingin bercerita tentang bagaimana proses hadirnya buku " Menatap HARAPAN " sebuah buku berisikan kumpulan puisi , ruang jiwa, refleksi daan renungan.
Saya tidak pernah menyangka bahwa menulis bisa menjadi jembatan antara luka dan penyembuhan. Buku "Menatap Harapan"Â lahir dari perjalanan panjang, penuh lika-liku, di mana saya, seorang pelaku dan saksi dalam pergulatan hidup, menemukan cara untuk terus melangkah meski kegelapan sering menyelimuti. Â
Sebagai seorang hipnoterapis, saya sering bertemu dengan jiwa-jiwa yang rapuh, mencari cahaya di tengah kabut kehidupan. Dalam setiap sesi, saya menyadari bahwa kata-kata memiliki kekuatan magis---mereka bisa membangun atau menghancurkan, membebaskan atau mengikat. Dari sana, tercetus keinginan untuk mengabadikan pesan-pesan harapan dalam sebuah buku yang bisa dirasakan siapa pun, kapan pun. Â
Mengapa harus menulis puisi ? Â
Puisi adalah medium yang paling jujur untuk menyentuh hati. Dalam setiap baitnya, terselip bisikan yang mampu menemani di saat sunyi. Seperti dalam puisi "Lentera di Tengah Gelap"Â yang ada dalam buku ini : Â
"Tak perlu cahaya sempurna, cukup setitik nyala, untuk menuntun melewati gelap." Â
Lembaran demi lembaran buku ini mengalir seperti sungai---mengajak Anda mengikuti arus kehidupan tanpa takut pada rintangan, membawa Anda menyelami makna di balik luka, harapan, dan keikhlasan.Â
Anda akan menemukan refleksi diri dalam setiap puisi, seperti cermin yang mengingatkan bahwa semua orang berhak untuk bermimpi, bangkit, dan merenda masa depan yang lebih baik. Â