Idul Fitri adalah momen yang penuh keberkahan, dan seperti biasanya pada  perayaan Hari Raya Idul Fitri, tradisi 'halal bi halal' menjadi momen penting bagi umat Muslim untuk saling memaafkan dan menyambung kembali tali silaturahmi.
Di balik tradisi yang tampak sederhana ini, terdapat makna yang dalam, terutama ketika dipandang dari sudut pandang Embuhisme atau filsafat tentang kesadaran melepaskan ego.
Embuhisme, sebuah pandangan filsafat yang menekankan pembebasan dari belenggu pikiran dan perasaan, mengajarkan bahwa salah satu kunci kebahagiaan dan kedamaian adalah dengan melepaskan ego dan menerima orang lain dengan tulus.
Bila melihat konteks 'halal bi halal', memaafkan dan melepaskan ego adalah pondasi utama yang memungkinkan seseorang untuk merajut kembali hubungan yang terputus dan memperkuat persaudaraan.
Pertama-tama, memaafkan adalah tindakan yang membebaskan jiwa dari beban dendam dan kebencian, memaafkan bukanlah tindakan yang menunjukkan kelemahan, melainkan kekuatan yang besar.
Sehingga dengan memaafkan, seseorang membebaskan diri dari belenggu emosi negatif yang membatasi pertumbuhan spiritual dan menciptakan ruang untuk kedamaian batiniah.
Selanjutnya, melepaskan ego adalah langkah penting dalam proses 'halal bi halal'.
Ego seringkali menjadi penghalang utama dalam hubungan yang sehat dan harmonis.
Embuhisme, melepaskan ego berarti menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri dan mengakui bahwa semua manusia memiliki kesalahan dan kelemahan.
Hal ini yang melatarbelakangi saat seorang melepaskan ego, maka seseorang dapat membangun hubungan yang lebih dalam dan bermakna dengan orang lain dan seringkali pada praktik 'halal bi halal', seseorang diajak untuk melihat setiap kesalahan dan ketidaksempurnaan sebagai peluang untuk tumbuh dan berkembang bersama.