Siang kompasianer,
Menuliskan judul ini sebenarnya penulis ragu, hal ini terngiag-ngiang dalam pikiran penulis, melihat pemberitaan terkait beberapa fasilitas kesehatan menyiapkan sarana untuk caleg yang gagal, dan catatan menunjukkan memang ada beberapa caleg yang gagal bahkan meninggal saat mendapati suaranya jeblog.
Tentu ini menjadi memprihatinkan, pesta demokrasi yang sejatinya memilih calon pemimpin yang kuat menjadi sarana pertarungan politik semata, maka sebelumnya penulis menuliskan judul "Perlukan kedepan caleg discreening kesehatan fisik, psikologis dan jiwa ? " penulis ubah, karena ternyata ada proses test kesehatan bagi caleg sebelum dinyatakan lolos.
Tahun 2019 bisa jadi menjadi salah satu rekor atau menjadi catatan sejarah baru, dimana sejak Indonesia menyelenggarakan pemilihan umum secara langsung, baru di tahun 2019 ini Pemilihan Umum dilaksanakan bersama-sama, baik pemilihan calon presiden dan wakil presiden maupun memilih para calon legislatif.
Sebanyak 20 partai politik ikut serta dalam pesta demokrasi ini, dimana tercatat pada tahun ini setidaknya ada 7.968 orang yang tercantum dalam daftar caleg. 4.774 caleg laki-laki sisanya sebanyak 3.194 caleg perempuan.
Proporsi ini tentunya sudah memenuhi kuota 30 persen caleg perempuan seperti yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Selain itu, mereka juga terdiri dari 20 partai politik yang mengikuti Pileg 2019 dan tersebar di 80 daera pemilihan sebagaimana telah ditetapkan KPU.
MIMPI BURUK CALEG
Suda menjadi rahasia publik terkait ongkos atau biaya politik yang sangat mahal, bahkan untuk sekedar menjadi seorang calon legeslatif, artinya bisa jadi semua tidak akan menjadi masalah bagi mereka yang berangkat dari kondisi kesiapan finansial yang memadahi bahkan berlebih.
Akan tetapi beberapa caleg yang jumlahnya ribuan ada yang berangkat dengan modal yang boleha dibilang seadanya, bermodalkan dengan ketokohan, publik figur maupun keterlibatannya dengan kepengurusan partai mereka alih -- alih meniatkan untuk beribadah ikut berperan serta memajukan negeri ini, akan tetapi modal yang digunakan dapat pinjam sana dan pinjam sini, atau bisa saja didukung oleh partai.
Hal ini menjadi wajar, ketika caleg merasa memiliki hubungan emosional yang sangat tinggi dan merasa harus mempertanggung jawabkan apa yang telah diamanahkan / ditugaskan kepadanya untuk memenangkan kontestasi ini.
Hal ini penulis anggap menjadi salah satu alasan banyak yang pada akhirnya mereka melakukan uji pasar dengan memberikan apapaun, melakukan apapun untuk menggaet perhatian masyarakat agar memilihnya pada saat pemilu.