Mohon tunggu...
aziz ahlaf
aziz ahlaf Mohon Tunggu... Editor - kita hanya berbeda acara dalam menggapai ridho tuhan

setiap kita punya cara unik dalam mengumpulkan pundi-pundi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Adakalanya Jabatan Tidak Penting, Penghasilan Itu Utama

20 Januari 2020   13:39 Diperbarui: 20 Januari 2020   13:41 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

alkisah, saya punya temen bekerja sebagai tenaga lepas (freelance) di salah satu rumah produksi di jakarta barat. kemampuan mereka hanyalah monoton oleh salah satu perangkat lunak untuk editing audio video. sebut saja editor (video audio) sinetron, mungkin sekilas adalah jabatan dalam sebuah pekerjaan, namun itu hanyalah sebutan untuk keahlian seseorang.

loh kok bisa?, ya bisalah. mungkin dalam sebuah tempat kerja tertentu bahwa editor itu jabatan, tapi lain tempat lain kedudukan. dalam dunia editing sinetron itu bukan jabatan, karena jabatan itu biasanya berjenjang dan mengalami naik atau turun, diikuti persyaratan tertentu untuk bisa naik jabatan.

sedangkan editor (sinetron) bahkan telah bekerja 15 tahun lebih pun tetep saja editor, dimanakan ia bekerja dalam skup yang sama teteplah editor, yang statatis, tidak mengalami kenaikan atau penurunan jabatan, hanya perpengaruh pada harga jual yang biasanya di hitung per episode tayang untuk para freelancer.

lain cerita, jika seorang karyawan adalah karyawan tetap atau inhouse seperti di beberapa stasion TV yang menjadikan seorang editor sebagai sebuah jabatan yang hanya sebatas tanggung jawab pekerjaan. bukan jabatan sebagaimana umumnya.

pernah kan dengar istilah "biar kopral yang penting ganji jendral", meski jabatan atau kedudukan tidak setinggi jendral yang penting penghasilan bisa sama dengan penghasilan jendral (atasan), bahkan tidak mentutup kemungkinan lebih tinggi.

memang, umumnya gaji direktur, manajer, kepala bagian, HRD, dan lain-lain penghasilnnya selalu diatas bawahannya atau karyawannya. tapi banyak juga loh yang antara gaji direktur dengan karyawan meski secara angka di atas buku rekening adalah lebih besaran atasan namun setelah dihitung dari sisa penghasilan bersih malah lebih besar bawahannya.

alkisah lagi, dialami rekan kerja (jakarta 2007), rekan kerja seorang yang memiliki kewenangan (sebut saja HDR) namun dalam nyatanya penghasilan dia justru lebih kecil dari bawahannya yang padahal hanya berstatus sebagai tenaga borongan (freelance).

inget pada pesan orangtua sebelum meninggal, "dalam sebuah pekerjaan, jangan anggap penting sebuah jabatan, kecuali kamu rela menjadi budak jabatan". spontan protes dan berontak atas pesan orangtua, namun seiring waktu memang yang dikatan orangtua adalah 100% tepat, khususnya untuk diri sendiri.

pada akhirnya, kembali pada pesonal masing-masing tentang jabatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun