Mohon tunggu...
aziz ahlaf
aziz ahlaf Mohon Tunggu... Editor - kita hanya berbeda acara dalam menggapai ridho tuhan

setiap kita punya cara unik dalam mengumpulkan pundi-pundi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ingin Banyak Duit? Harus Rakus dan Pelit (Negeri Dongeng)

30 Desember 2019   18:03 Diperbarui: 30 Desember 2019   18:00 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini hanya terjadi di negeri dongeng, alias tak ada dalam dunia nyata. Rakus adalah ingin memperoleh lebih banyak dari yang diperlukan (ref : KBBI), Pelit adalah kikir. Rakus dan pelit merupakan satu paket termasuk akhlak tercela, sangat tidak dianjurkan untuk dipelihara dalam diri manusia. Orang memiliki sifat rakus biasanya memiliki sifat pelit karena keduanya saling keterkaitan.Tidak dipungkiri, sifat dasar manusia pada umumnya memiliki sifat rakus dan pelit, meski banyak juga yang sederhana dan pemurah atau dermawan sebagai akronim dari rakus dan pelit.

Anyway, kita bercerita di negeri dongeng tentang manusia rakus dan pelit, namun jika ada kesamaan kondisi atau kemiripan itu diluar kesengajaan, yang jelas artikel ini memang diangkat dari fenomena nyata terjadi, hanya dikemas dalam narasi fiksi.

Di suatu negeri yang entah berantah di salah satu belahan bumi yang luas ini, diperkirakan berada di masa Raja Qorun yang rakus dan pelit, sebut saja negeri itu bernama "jahim". Negeri jahim termasuk negeri subur makmur, terdapat suku kecil (mungkin kalau sekarang setara dengan desa) beserta penduduknya yang berjumlah kisaran kurang dari 10 orang.

Kepala suku tersebut termasuk orang kaya diantara lainnya, meski demikian dikenal sebagai sosok yang "Rakus dan Pelit", para suku lain pun banyak yang tidak suka terhadap kepala suku tersebut terlebih adalah dari penduduknya sendiri. Sifat rakus dan pelit itu benar-benar akut, boleh dibilang mustahil untuk berubah menjadi sosok yang sederhana dan pemurah, bahkan kerakusannya semakin menggila saat mendapatkan suatu bonus upeti dari penduduk suku lain.

Sosok kepala suku yang rakus dan pelit itu tentunya tidak sendirian namun menular kepada beberapa penduduknya sendiri, sang kepala suku seolah menganggap rakus dan pelit itu sebagai sesuau yang lumrah dan wajar. Parahnya, rakus dan pelit merupakan akhlaq termulia yang ia miliki sepanjang hayart (na'udzubillah min dzalik).Kekayaaan melimpah, duit banyak, harta banyak, anak tidak lebih dari 3 ternyata tidak dapat menjadikannya sebagai manusia ahli syukur, justru semakin nyaman dengan sifat rakus dan pelitnya, ia beranggapan bahwa hal tersebut dapat menjadikannya semakin kaya dan banyak duit.

Pundi-pundi duit digenggam erat, dikumpulkan, bahkan ditelan mentah-mentah karena saking cintanya pada duit, sesekali saat menerima duit dari suku lain duit itu dijilati, diciumi, disembah, hingga dipasang di jidatnya karena saking mendewakannya duit. (hiperbolis)

ilustrasi negeri dongeng//dokpri
ilustrasi negeri dongeng//dokpri
Sosok kepala suku ini hanya terjadi di negeri gongeng, "ingin banyak duit?, harus rakus dan pelit" hanyalah sebuah majas ironi, semua orang tahu bahwa sifat rakus dan pelit itu bukanlah sifat yang baik namun sering terjadi di negeri dongeng bahwa rakus dan pelit itu seolah-oleh sifat terbaik dari seseorang. Padahal memang bukanlah demikian. Mungkin sebagian orang menganggap adalah benar secara logika bahwa rakus dan pelit itu dapat menjadikan seseorang menjadi banyak duit. Namun logika tersebut seiring waktu dapat terbantahkan oleh logika langit, bahwa untuk mendapatkan ikan besar tentunya harus berkorban ikan kecil, dapat dimaknai untuk mendapatkan rejeki banyak semisal duit maka harus korbankan sifat rakus dan pelit agar diubah menjadi sifat sederhana dan dermawan alias gemar berbagi dengan sesama.

pesan moral :

"jangan menjadi manusia rakus dan pelit, atau salah satunya"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun