Allahu akbar Allahu akbarÂ
La ilaha illallahu Allahu AkbarÂ
Allahu akbar wa lillahilhamd
Gema takbir berkumandang bersaut-sautan. Pertanda Ramadhan telah pergi dan Syawalpun datang. Takbir, tahlil dan tahmid yang dihunjukkan ke hadirat Allah Sang Pemilik seru sekalian alam. Sebuah pengakuan akan keagungan Allah, tidak ada Tuhan selain Dia dan hanya milik-Nya-lah segala puji. Hati siapa yang tak bergetar mendengarnya.
Lisan mana yang bosan melantunkannya. Dan air mata mana yang tak berlinang karenanya. Ya, gema takbir yang terlantun di malam Idul Fitri selalu membuat hati dan lisan ini bergetar saat melantunkannya. Keagungan Yang Maha Kuasa begitu jelas dirasakan. Karena rahmat dan ridho-Nya, tuntas sudah puasa Ramadhan dengan aneka macam ibadah yang menyertainya. Puasa, tarawih, tadarus, zakat, infaq, sedekah dan i'tikaf semua begitu indah mewarnai hari-hari bulan suci Ramadlan. Tibalah saatnya berhari raya, hari kemenangan.
Kerinduan yang membuncah untuk bersua dengan orang-orang tercinta terasa menyesakkan dada. Kerinduan akan kebersamaan, saling bermaaf-maafan, penuh tawa dan canda. Semua rindu, semua merasakan. Yang dekat saling kunjung. Yang jauhpun tak mau kalah ikut pulang kampung. Mudik, balik kampung. Turut gembira bersama dengan aneka cerita dari tanah rantau.
Namun, Ramadhan tahun ini terasa berbeda. Pandemi covid 19 masih menghadang. Membatasi segala gerak kita untuk menyempurnakan kegembiraan. Untuk sementara waktu tidak diperkenankan saling kunjung, bersilaturahim, bermaaf-maafan, bersalam-salaman, saling mendoakan dan menuntaskan rindu.Â
Jangankan yang jauh, yang dekat saja juga demikian adanya. Upaya memutus mata rantai penularan virus covid 19 dengan mentaati protokol kesehatan masih harus terus dilakukan. Tentu rasanya sangat berat. Menghindari kontak langsung dan tidak berkerumun di hari raya yang semuanya identik dengan itu. Bagaimana tidak, indahnya hari raya adalah ketika berjabat tangan, saling memaafkan dan mendoakan. Kini semua harus dibatasi. Tidak saling kunjung, akses jalan masuk kampung dipasang portal. Disertai baliho besar bertuliskan permohonan maaf karena tidak menerima tamu berkunjung. Lengkap sudah kepiluan Idul Fitri tahun ini.
Sementara yang ada di rantau, harus patuh aturan untuk tidak mudik. "Putar balik, jangan mudik! Sayangi diri dan keluarga". Sedih rasanya. Impian bertemu keluarga, bergembira ria, bernostalgia dan menuntaskan rindu dengan keluarga dan kampung halaman pupuslah sudah. Harus menahan diri untuk tetap di rumah saja. Beruntunglah saat ini ada media sosial.
Ada handpone dengan segala fasilitasnya yang canggih. Yang jauh terasa dekat. Yang dulunya tidak mungkin, kini semua menjadi mungkin. Saling berkirim ucapan lewat media sosial, berkirim foto dan video bahkan bisa berhubungan langsung lewat suara maupun video. Lumayan bisa jadi pengobat rindu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mudik disinonimkan dengan istilah pulang kampung. Yaitu kegiatan perantau atau pekerja migran untuk pulang ke kampung halamannya. Istilah mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan misalnya menjelang Idul Fitri atau lebaran.