Mohon tunggu...
Azizah Fitriyani
Azizah Fitriyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lakukan yang terbaik, hanya untuk dan karena Allah semata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jeritan yang Terbungkam- Wanita Merdeka

23 Oktober 2022   00:40 Diperbarui: 23 Oktober 2022   00:42 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lalu, sebanyak 374 kasus merupakan pelecehan seksual. Kasus persetubuhan dan ranah siber tercatat masing-masing sebanyak 164 kasus dan 108 kasus. Sebanyak 63 kasus merupakan pencabulan. Adapula kasus perbudakan seksual sebanyak 17 kasus, eksploitasi seksual 14 kasus, dan percobaan perkosaan 2 kasus.

Dari data di atas menunjukkan bahwa banyak korban yang mengalami pelecehan seksual adalah wanita. Mungkin beberapa kasus yang ada pada data tersebut adalah mereka yang berani untuk berbicara tapi apakah mungkin semua korban-korban tersebut dapat melaporkan dengan apa yang dialaminya sementara bagi orang-orang yang mendengar tentang pelecehan seksual bahkan memilih untuk menyudutkan para korban.

Tak jarang pulang banyak wanita menjadi korban yang akhirnya memilih untuk bungkam karena lingkungan yang ia punya menyudutkan bahkan mencemooh mereka padahal status yang mereka punya adalah korban. Keterdiaman mereka tersebut menjadikan trauma yang mendalam bagi mereka tersendiri.

Trauma mendalam menjadi alasan mengapa korban memilih untuk diam. Rasa trauma menjadi dampak pelecehan seksual yang mendalam. Rasa takut teringat akan peristiwa pelecehan seksual membuat korban memilih menutup rapat dan enggan membahasnya.

Beberapa orang menganggap hal ini hanya hal sepele tapi bagi korban ini merupakan hal menyakitkan yang bahkan ingin mereka hapus dalam ingatan. Tetapi, jeritan itu harus dikeluarkan. Jeritan kelam yang selama ini menjadi trauma mendalam bagi para wanita.

Mereka para korban merupakan sosok wanita yang kuat. Sosok wanita yang layak mendapatkan keadilan dan kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya. Mereka juga masih punya mimpi yang harus diperjuangkan. Mereka yang bangkit dari rasa trauma tersebut merupakan perempuan-perempuan hebat yang dimiliki oleh dunia.

Seperti yang dikatakan oleh RA Kartini bahwa habis gelap terbitlah terang. Hilangkan rasa trauma untuk terus bersinar. Jadilah perempuan yang merdeka, terbebas dari segala trauma yang membuat diri menjadi terpenjara.

Mungkin di masa lalu banyak hal buruk yang terjadi banyak pula trauma trauma yang mengelilingi tapi kita harus tetap berusaha untuk berjalan ke depan demi mencapai tujuan. Kita boleh berhenti sejenak untuk beristirahat tapi ingat setelah istirahat selesai yang dilakukan adalah terus melanjutkan apa yang kita inginkan.

Perempuan merdeka adalah ketika mereka bisa mengambil keputusan sendiri, maupun berjuang dan membebaskan diri dari berbagai kekerasan, serta bebas berpartisipasi dalam pembangunan. Bagi saya pribadi merdeka adalah sesuatu yang telah menjadi keputusan yang kita ambil dan bertanggung jawab terhadap keputusan tersebut. 

Merdeka bagi perempuan bukan sebuah tuntutan tetapi sebuah pilihan. Saat memilih untuk merdeka berarti telah siap dengan segala resiko yang mendampingi kemerdekaan itu sendiri. Seorang perempuan yang terbatas akses kemerdekaannya bukanlah perempuan yang lemah, hanya saja lebih memilih untuk merdeka dari sudut pandang yang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun