Dewasa ini istilah hybrid learning menjadi populer dan banyak dikenal terutama di kalangan para pendidik, pelajar, dan juga mahasiswa.Â
Hybrid learning banyak diterapkan baik di sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi sebagai alternatif pembelajaran di era new normal.Â
Meski masih tergolong baru dalam penerapannya, model pembelajaran ini hadir menjadi solusi di saat pembelajaran tatap muka secara penuh belum dapat dilaksanakan.
Lalu, apakah hybrid learning itu?Â
Bersin (2004: 15) mendefinisikan hybrid learning sebagai model pembelajaran yang menggabungkan pembelajaran tatap muka dengan format pembelajaran elektronik. Program pembelajaran campuran ini menggunakan berbagai bentuk e-learning yang didukung dengan pembelajaran format langsung.
Sebelum adanya model hybrid learning ini, terlebih dahulu telah dikenal model pembelajaran blended learning. Nampaknya, sebagian besar masyarakat masih belum dapat memahami perbedaan antara kedua pembelajaran ini dan mengganggap keduanya sama saja. Meskipun serupa, kedua istilah ini menggambarkan model pembelajaran yang berbeda.
Perbedaan antara blended learning dan hybrid learning terletak pada hubungan antara pembelajaran langsung dan pembelajaran online.Â
Blended learning memadukan pembelajaran langsung dan online. Kelas tatap muka dilengkapi dan diperkaya dengan materi online. Sedangkan dalam hybrid learning, metode pembelajaran melibatkan siswa secara langsung dan virtual yang menghadiri kelas secara bersamaan.Â
Pembelajaran online dimaksudkan untuk menggantikan elemen kelas tatap muka. Metode ini menggabungkan metode sinkron dan asinkron untuk menciptakan lingkungan belajar yang fleksibel.
Sebagian masyarakat menyambut baik dengan adanya model pembelajaran Hybrid sebab itu artinya pembelajaran tatap muka akan dapat dilakukan meski masih terbatas.Â
Di sisi lain, tidak sedikit juga masyarakat yang khawatir jika pembelajaran tatap muka ini akan menimbulkan klaster baru dalam penyebaran Covid-19 di kalangan pelajar. Hal ini tentunya memunculkan adanya pro dan kontra dalam pelaksanaan hybrid learning.
Pro dan kontra datang dari pihak orang tua siswa yang masih belum berkenan putra-putrinya melaksanakan sekolah tatap muka di tengah kondisi pandemi.Â
Para orang tua mengkhawatirkan keamanan dan keselamatan putra-putri mereka dari penyebaran virus di masa pandemi. Namun begitu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menjelaskan bahwa orang tua siswa yang khawatir anaknya terpapar Covid-19 di masa pandemi ini boleh melarang anaknya untuk masuk sekolah.
Penerapan hybrid learning di Indonesia mengacu pada SKB 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan di Masa Pandemi Covid-19. Meskipun mengacu pada aturan yang berlaku, pelaksanaan pembelajaran tetap memperhatikan kondisi terkini di masing-masing daerah. Sehingga sistem penyelenggaraan pembelajaran berbeda antar satu sekolah dengan yang lain disesuaikan dengan kebijakan internal tiap-tiap sekolah.
Ketika model hybrid learning ini mulai diterapkan, beberapa permasalahan baru pun muncul. Permasalahan ini dialami baik oleh guru maupun siswa.Â
Seperti yang disampaikan oleh guru Bahasa Inggris MA swasta di Demak, Mar’atul Jannah, M.Pd, bahwa terdapat beberapa kendala dalam hybrid learning  sama halnya dengan pembelajaran daring.Â
Sistem yang diterapkan di sekolah beliau mengajar yakni sistem ganjil-genap di mana saat jadwal presensi genap masuk, presensi yang ganjil mengikuti melalui HP/WhatsApp.Â
Kendala yang dihadapi ialah koneksi internet yang buruk karena lokasi tempat tinggal siswa berada di pedesaan.Â
Di samping itu, kendala lain yaitu hanya sebagian siswa yang memiliki HP sebab mayoritas siswa adalah anak desa yang masih terbatas dari segi teknologi. Namun setidaknya hybrid learning ini lebih menguntungkan daripada pembelajaran daring di mana guru sulit mengontrol siswa.
Selain siswa, guru juga memiliki beban dan tantangan yang lebih dalam penerapan hybrid learning.Â
Saat pembelajaran, guru harus mengajar dan menerangkan kepada siswa yang hadir secara langsung (tatap muka) sekaligus siswa yang mengikuti melalui daring (WhatsApp, Zoom, atau Google Meet).Â
Kondisi ini terjadi apabila pembelajaran menggunakan metode synchronous learning. Permasalahan lain juga muncul saat siswa yang mengikuti secara online tidak paham penjelasan materi dari guru karena kendala koneksi internet atau suara guru yang tidak terdengar sebab guru fokus mengajar siswa yang hadir di kelas.
Dalam hybrid learning guru juga dituntut dalam hal kesiapan materi pembelajaran dan metode pengajaran yang digunakan.Â
Guru harus mempersiapkan pengajaran secara tatap muka dan sekaligus daring (online). Mengajar dalam waktu yang sedikit dan terbatas tidaklah mudah.Â
Guru harus memilah dan meringkas materi yang penting saja. Metode dan media yang digunakan dalam mengajar juga harus dipersiapkan dengan matang serta tentunya bervariasi agar menghindari kejenuhan siswa.
Di balik problematika penerapan hybrid learning, terdapat beberapa sisi positif yang dapat diambil.Â
Dengan adanya hybrid learning, interaksi sosial antara guru dan siswa serta antar sesama siswa dapat terjadi.Â
Hal positif lain yakni pemahaman materi yang lebih baik oleh siswa, sebab selain belajar secara daring siswa juga berkesempatan untuk merasakan pembelajaran tatap muka secara terbatas di kelas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H