Mohon tunggu...
Aziz Gibran
Aziz Gibran Mohon Tunggu... profesional -

Mengejar mimpi yang terputus...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Maryam : Sang Perawan

11 Juli 2012   11:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:04 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth



Aku  yang belum dapat memberimu seorang putra. Putra yang akan menjadi pelipur lara bagimu.

Yang dengan manjanya memintamu...

“Bunda...belikan bola.....”

Betapa lucunya.

..

Atau seorang peri kecil...malaikat kecil yang akan menari-nari dihadapanmu..sambil memainkan selimut tidurnya...selayaknya selendang sutra pemberian dari sang Arjuna.

Sungguh lucunya.

..

Tapi aku bukanlah sang Bima... yang gagah perkasa dengan putra putrinya.....

Sudah berapa kali kita ke dokter...tabib, dukun urut dan lainya..hasilnya sama saja...

Dari butiran obat yang begitu memualkan...atau ramuan rumput antah berantah yang telah menjejal tenggorokan.

Semua nihil.

Fatamorgana. Tidak juga membuatku perkasa....

..

Lalu kekasihku berbisik kepadaku....

Ingatlah kisah Maryam dan Isa..

Bila Dia menghendaki, maka terjadilah....

..

Lalu kusandarkan badanku di batang korma...sembari berharap ada pelepah kurma yang jatuh menghampiriku dan merenggut rasa ketidakberdayaanku....Tuhan benarkah....Layaknya Maryam yang berharap kepada Tuhan agar lekas mencabut nyawanya...demi rasa sakit yang tidak sangup terpapahkan lagi....

..

Tuhan aku malu....

Aku bukan malaikat yang bisa membujukMu menurunkan wahyu...atau menyampaikan kabar bahwa penduduk Makkah atau Madinah merindukan hujan...Lalu Engkau pun menurunkan hujan...

Aku bukan malaikat yang mampu membisikan pada tentara gajah.. Janganlah masuk kota Haram itu....dan kota Makkahpun terbebas dari Abrahah.

Aku hanyalah manusia nista...denga segala dosa...

..

Lalu kekasihku bebisik kembali...

“Berdoalah kepada-Nya, Dia tempat sebaik memohon”

Lalu kutengadahkan wajahku pada belantara malam. Seperti Ibrahim mencari Tuhannya....bintang, bulan atau pun kegelapan. Belum juga memberikan jawaban... semua membisu..menertawakan kebodohanku...

..

Bagaimana mungkin aku bedoa..memohon sesuatu..sedang aku sendiri dalam kebimbangan yang nyata... Bagaimana mungkin aku memohon...sedang aku tidaklah dekat dengan-Nya... bahkan terkadang meragukan-Nya...

Aku laksana kaum Qurays yang telah terlaknat....berlumur prahara dan noda...

Tuhan aku malu....

Tuhan aku sudah sering menantang-Mu..akankah Engkau hadir menemaniku, hampir disetiap malamku..aku ingin melihat hijab-Mu.. sekedar bercumbu...menikmati secangkir kopi atau kita berbagi secawan madu... Aku lelah...Engkau tak pernah juga menghampiriku....

..

Tuhan berikanlah aku seorang putra...Layaknya Engkau memberikan sang perawan Maryam seorang putra...sebagai juru selamatnya....

..

Lalu aku dapati kekasihku mulai sakit. Mual dan muntah sepanjang hari. Ah... mungkin masuk angin saja. Lalu selang beberapa hari kekasihku memberitahuku..

“aku telat beberapa minggu”

Sungguh bagai tamparan malaikat maut menghunjam mukaku...benarkah???

Ah...mungkin ini hanya halusinasi kekasihku saja....

Lalu kutanya kalender di dinding yang bisu ini...

“Benarkah...?” tanyaku.

“dia tidak bohong” jawabnya.

“lihatlah lingkaran pada salah satu tanggal yang telah kekasihmu goreskan pada tubuhku ini, itu adalah jadwal dimana dia sedang kedatangan tamu agungnya, lalu...tahukan sekarang engkau tanggal berapa???  Kalau engkau tidak mempercayaiku juga...enyahkan aku dari hadapmu....gantikan saja aku dengan matahari...yang bila hujan..engkau akan kehilangan waktumu....

..

Aku masih menunggu...sang jabang bayi dalam kandungan kekasihku...mungkin dialah juru selamatku...yang lahir dari sari pati tubuhku yang mandul ini..sedang aku pun tahu kekasihku bukanlah seorang pezina....

atau memang Dia telah mengutus seorang rasul untukku...

Dia lah juru selamatku...atau......????.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun