Ketika senja menuju tua… Hari ini aku tenggelam dalam diam. Aku tengah bersentuhan dengan kesedihan… Aku memang menggunakan bahasa diam untuk mengungkapkan kesedihan. Orang bilang diam adalah bahasa, tetapi begitu ambigu; itu sebabnya ini bukan bahasa ketika aku tidur, karena tidur tidak ambigu, tidak memberikan dua kemungkinan makna. [caption id="attachment_174909" align="aligncenter" width="500" caption="lilik kehidupan yang kutiup"][/caption] biasanya selama rentang usiaku, aku tak pernah meniup lilin saat orang bilang "ulang tahun" karena bagiku perayaan itu hanyalah ungkapan sia-sia penuh kesedihan dan bukan untuk dirayakan dengan tawa. tapi malam ini aku melakukannya dan melanggar semua itu. diawali lantunan indah Karya fenomenal bethoven Symphony No.5 opus 67 mov. 1 in C minor. aku menemukan sisa lilin yang tinggal setengah. bekas mati lampu kemarin lusa. ku keluarkan botol-botol minuman yang telah lama kusimpan dalam lemari-lemari kayu. hari ini kulalukan pesta itu bersama teman-teman paling setia. semut yang berbaris rapih membentuk formasi barisan, cicak yang tenang di dinding memperhatikan dengan khusyuk dan tarian ikan-ikan berwarna-warni di air akuarium bersatu dengan gemulai nakal para nyamuk. ketika symphony bethoven itu berhenti. sebuah orkestra dahsyat saling meramu dalam gelap, detak jantungku bergerak seirng dentingan detik jam, dalam balutan derik jangkrik malam bersatu dalam tetesan gemericik air. sebuah symphony dahsyat kehidupan. [caption id="attachment_174912" align="aligncenter" width="500" caption="cahaya kehidupan memberi bayangan dalam gelap"][/caption] sungguh betapa sulit melawan arus usia, betapa susah menghentikan laju detiknya. Sebab usia terdengar seperti suara tangan-tangan gaib yang melintasi ingatan, meninggalkan gema ketukan di sepanjang perjalananku yang gugup diantara harapan dan kesementaraan. Ternyata menjalani hidup ini seperti berjalan mundur, sebelum akhirnya hancur. Kita bergerak pada arah yang tak berpeta, arah yang tak bisa diterka; arah ketika manusia berusaha mengekalkan silam dengan ingatan yang setengah tenggelam, dan berupaya membaca masa yang akan datang dengan sebutir bintang yang kelak padam. Kita berulangkali bersahutan dengan rencana-rencana yang tak sempurna. Dan kecemasan menemui kita, menyelinap ke dalam ruang kecil diantara jarak cinta dan air mata. Di sanalah diam-diam kita tersesat dalam kesulitan yang letih membedakan antara kemenangan dan kekalahan, kebahagiaan dan kesedihan, sebelum akhirnya kita tiba pada takdir mimpi yang tiba-tiba sepi, tangis yang benar-benar habis, dan nyawa yang tiba-tiba direbut maut… [caption id="attachment_174914" align="aligncenter" width="500" caption="cirsss kawan... tutup malam ini dalam sujud tahajjud dalam tafakur"][/caption] Terima Kasih untuk semua sahabat yang berdoa di hari ulang tahun saya. Saya bersyukur pada Tuhan karena masih diberi umur yang panjang, itu artinya masih punya kesempatan untuk memperbaiki diri dan berkarya. Saya bersyukur punya sahabat-sahabat yang mau mendoakan saya. Ya, bagi saya, doa sangat penting dalam hidup ini, sebuah hadiah berharga. Doa ibarat angin yang mendorong layar perahu hidup saya. Hm, momen-momen usia bertambah, adalah momen intropeksi diri. Dalam geliat usia yang bertambah, fitrah kemanusiaan kita selalu menyimpan cita-cita dasar dalam hidup, yaitu bisa memberi manfaat bagi orang lain. Mudah-mudahan, sejauh ini, saya sudah bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Amin Saya senang mendengar orang berdoa untuk saya. Saya tak mau meremehkan doa, meskipun dari seorang pengemis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H