Mohon tunggu...
Aziz Abdul Ngashim
Aziz Abdul Ngashim Mohon Tunggu... Administrasi - pembaca tanda dan angka

suka dunia jurnalistik, sosial media strategy, kampanye media sosial, internet marketing. sisanya nulis buat enjoy aja. smile

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menguak Mitos Awan Gempa (Jawaban Atas Sebuah Fenomena)

12 Juni 2010   06:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:35 1883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Salam Indonesia awan adalah massa terlihat dari tetesan, dengan kata lain, sedikit tetes air atau kristal beku dibekukan di atmosfer di atas permukaan bumi atau planet lain tubuh. Awan juga terlihat massa tertarik oleh gravitasi, seperti massa materi dalam ruang yang disebut awan antar bintang dan nebula. [caption id="attachment_164963" align="alignleft" width="225" caption="jogja 11 juni 2010 : kompasianer franky sihaloho "][/caption] jogja digegerkan (walau tidak terlalu rame) oleh sebuah bayangan senja yang lurus atau sering disebut crepuscular ray. saya tertarik  menulis tentang awan gempa akibat dua hal pertama tantangan mas aziz syafa. untuk menulis tentang fenomena geografi dan yang kedua saya terpancing oleh tulisan "awan gempa?" di jogja yang di tulis oleh franky sihaloho yang memberi judul cukup menakutkan hehhe... jikapun iya, yang dimaksud dengan awan gempa bukanlah pancaran sinar senja yang bernama crepsular ray tapi awan berbentuk lurus atau lebih dikenal dengan awan cirrus. Awan cirrus adalah awan tinggi dengan ciri-ciri tipis, berserat seperti bulu burung. Pada awan ini terdapat kristal-kristal es. Terkadang puncak awan cirrus bergerak dengan cepat. Arah anginnya juga dapat bervariasi. Awan Cirrus terbentuk ketika uap air membeku menjadi kristal es pada ketinggian diatas 8000 meter.  dan awan cirrus inilah yang sering didakwa dan dituduh sebagai mitos awal bencana gempa, dan itu tidak hanay di Indonesia, bahkan di jepang pun mitos ini sangat terkenal. karena memang mitos ini diawali dari gempa kobe di jepang. [caption id="attachment_164990" align="alignright" width="227" caption="awan cirrus (yang memanjang) : emotioner.forumotion.com"][/caption] Kalau yg mengklaim bahwa mampu mendeteksi hingga ketepatan 60% itu awan yang mana ? Apakah awan yg di Ionosfer yg diduga dipengaruhi oleh electromagnetis bumi ? Ataukah awan yg diamati oleh satelit cuaca itu bisa dipakai sebagai meteoquake yg diklaim sebagai pertanda gempa ? Kalau kita main-main aja ya, coba kita gabungkan semua ilmu-ilmu diatas. Kalau memang awan gempa itu ada dan tidak berhubungan dengan awan yg diamati pengamat cuaca (BMG) tentunya tidak akan ada awan gempa dalam pengamatan satelit cuaca kan ? Dengan demikian pengamatan satelit cuaca mungkin tidak ada hubungannya dengan “awan gempa”, kan ? Nah diterusin bareng bareng berpikir, yuuk. Berarti mengamati hubungan gempa dengan satelit cuaca adalah usaha yg hanya “kebetulan” atau “membetul-betulkan”. Apakah salah dan tidak berguna, jelas blum tentu. Tetapi menggunakannya dalam sebuah action (tindakan) aalagi bagi yang berwenang adalah tidak mungkin. menurut padhe Rovicky, seorang ilmuan bidang geologi, sejarah mitos ini diawali dari gempa kobe jepang. Gempa yg terjadi di Kobe tahun 1995 merupakan kejadian gempa yg menelan banyak korban. Jepang yg sudah canggih dalam hal ilmu kegempaanpun masih juga mengalami musibah dan bencana. Dan seolah olah menjadikan “monumen” khusus di abad moderen di Jepang. gempa berkekuatan 6.9 ini menjadi “insiden” khusus buat jepang. Nah, itulah kemudian banyak bermunculan issue-issue seputar gempa Jepang ini. Salah satunya “isu awan lurus” ini berawal dari bencana gempa Kobe. Issue awan lurus ini ndompleng gempa Kobe tahun 1995 itu dan menyebar lewat media internet dengan cepat. Bahkan menjadi berkembang sebagai mitos. menghabiskan banyak waktu di dunia geografi membuat saya yakin bahwa mitos awan gempa hanya sebatas mitos yang tidak didukung oleh dasar ilmiah yang kuat. tapi untuk membuktikan kemampuan awan cirrus dalam memprediksi gempa maka saya coba mengutip penjelasan padhe Rovicky dalam penjelasan mengenai analisis pengaruh awan cirrus dalam gempa. [caption id="attachment_165006" align="aligncenter" width="300" caption="gambaran penghitungan awan cirrus (rovicky.wordpress.com)"][/caption] Awan cirrus memilki ketinggian antara rata-rata yg teramati sekitar 20 000 ft atau sekitar 6 Km tingginya. Sehingga akan teramati pada daerah yg cukup luas. Nah mari kita ingat-ingat pelajaran SMP, skali lagi ini pelajaran geometri di SMP saja. Kalau pelajaran geometri SMA aku saja dulu cuman dapet 6. Di SMA Teladan Jogja itu dulu gurunya pelit !!. Coba kita ingat-ingat ketika melihat awan ini, apakah kita sambil mendongak atau sambil normal mengamati awan ? - Kalau anda normal mengamati dengan sudut 30 derajat maka awan cirrus tersebut berada 12 Km dari tempat anda berdiri. - Kalau anda mendongak (40 derajat) maka ketinggian jarak lateral awan itu hanya 6 Km. - Kalau anda menggunakan padangan datar (<5 derajat) misal diatap genting maka jarak terjauh yg teramati pun hanyalah 60 Km, seandainya udara sangat cerah, tidak ada awan yg pendek (comulus). [caption id="attachment_165012" align="alignleft" width="128" caption="subduksi jawa (rovicky.worpress.com)"][/caption] Dengan mengetahui ketinggian awan cirrus ini, maka kita dapat memperkirakan dimana awan itu berada. Dengan ketinggannya yang hanya 6 Km maka jarak pandang terjauh sebelum tertutup pohon atau gedung-gedung, dan juga karena kondisi udara di khatulistiwa yang banyak mengandung uap air (yg mengurangi feasibilty/ jarak lihat), maka awan yg teramati dengan mata telanjang mungkin hanya sekitar 30-40 Km saja. Yg tertangkap dengan baik oleh kamera rata-rata saya perkirakan terjauhnya hanya sekitar 20 Km saja. Nah kalau anda melihat gambar penampang diatas, apakah anda yakin bahwa awan lurus yang dilihat dan dilaporkan dan ditulis dikoran-koran itu adalah awan gempa ? Awan Cirrus memilki kenampakan dan elevasi tertinggi sehingga kalau awan lain tentunya akan lebih dekat dengan pengamat.Coba amati saja fotonya dan perhatikan :

  • Apa kira-kira jenis awannya, anda bisa perkirakan elevasi/ketinggian awan
  • Perkirakan sudut pandangnya, kemana arah pandangnya
  • Hitung jarak awan dengan pengamat, dengan geometri SMP dulu diatas
  • Tentukan dimana lokasi awan itu.

Silahkan dipikirkan bareng-bareng, ya … Apakah logis orang di Jogja melihat awan lurus pertanda gempa di Samodra Indonesia kemarin ? Apakah logis orang di Jakarta melihat awan lurus pertanda gempa di Jogja, padahal ketika mengamati awan dia sedang menghadap ke barat ? Apalagi ketika ada yg di Batam melihat awan lurus sebagai pertanda awan gempa di Selat Sunda ? Lah dalam jarak lebih dari 200 Km itu sudah ada pengaruh kelengkungan bumi seperti terlihat pada gambar diatas. Nah dibawah ini ada juga penjelasan Pak Dr Andang Bachtiar (mantan Ketia Ikatan Ahli Geologi Indonesia) yg bercerita issue awan gempa di jogja kemarin. Jadi jangan ribut lagi kalau ada awan lurus yang bersanad dari padhe Rovicky :

Kawan2 Geosains, Bapak-Ibu Pengurus IAGI, terlampir adalah posting tambahan / jawaban dari Bu Rita UGM tentang kejadian semalam di Yogja, dan yg lebih penting lagi adanya informasi dari beliau bahwa memang ada pihak2 yang dengan sengaja mengacaukan masyarakat mendompleng nama IAGI dalam selebaran-selebaran. Mohon arahannya. Salam ADB AMC-073, IAGI-0800 —– Original Message —– From: “Dwikorita Karnawati” Pak Andang, Memang benar sekali, semalam sampai hand phone saya jam karena penuh message dan banyak telpon hingga pukul 12 malam. Dalam detik yang sama kadang sampai tiga telpon masuk. Detik berikutnya sudah disusul dengan penelpon berikutnya. Pagi ini masih juga berlanjut beberapa sms masuk menanyakan hal yang sama. Melalui radio dan tv tadi malam kami juga sudah berusaha menjelaskan bahwa tanda-tanda tersebut tidak ada hubungannya dengan kegempaan atau gerak-gerak lempeng tektonik (seperti yang disampaikan pak Andang). Dan kebetulan Pak Bokir pengamat meteorologi dari Adisucipto sudah menjelaskan bahwa awan tersebut adalah TANDA PERGANTIAN MUSIM. Pada kesempatan ini, saya juga berterima kasih kepada seluruh rekan-rekan IAGI yang sudah berkenan memberikan waktu, tenaga, pikiran dan pulsanya untuk melayani publik yang benar-benar resah. Ada satu hal yang perlu saya sampaikan lagi. Kemarin tanggal 12 juli saya juga mendapat selebaran dari IAGI, namun ada pihak yang tidak bertanggung jawab yang telah SENGAJA menambahkan satu halaman copyan di bagian belakang (bag akhir selebaran tsb) dengan menjelaskan informasi yang SALAH. Dikatakan di bagian belakang selebaran tsb bahwa tanggal 15 Juli akan terjadi patahan Progo dan menimbulkan gempabumi 6.5 SR. Jelas ini bukan ulah seorang ahli geologi. JADI NAMA IAGI TELAH DIDOMPLENG SEBAGAI PENYEBAR ISU YANG TIDAK BERTANGGUNG JAWAB TSB. Selain itu, pada awal beredarnya selebaran iagi di bulan juni lalu, ada tiga messages (diantara lebih dari 100 messages) yang mengecam dan melecehkan isi selebaran iagi. Jadi nampaknya memang ada yang dengan sengaja ingin menjatuhkan IAGI karena mungkin kegiatan iagi ini sangat mengganggu kegiatan mereka yang sengaja ingin mengacau dan meresahkan masyarakat. Barangkali hal ini dapat menjadi perhatian KOMWIL IAGI Yogya untuk bertindak lanjut. Saat ini memang benar-benar terasa bahwa ahli geologi menjadi tumpuan masyarakat. Sekali lagi terima kasih atas kebersamaan ini, saya benar-benar merasa seperti terlibat dalam perang syaraf……antara IAGI dan mereka yang ingin mengacau ketentraman warga yogya. Salam, rita

Namun ada juga hal lain yang harus diperhatikan bahwa, gempa merupakan proses dari dalam bumi, sedangkan awan merupakan fenomena meteorologi. Artinya “perangai” awan akan lebih dikontrol oleh kondisi meteorologi daerah tersebut. Misalnya angin, suhu dan morofologi atau bentuk pegunungan. Inget ngga mengapa awan itu pertanda daratan ? kalau orang hilang ditengah lautan maka dia akan mencari daratan dengan cara melihat arak-arakan awan rendah. Karena awan ini menunjukkan dimana daratan. Coba perhatiin kalau sedang di laut. Itu akibat perbedaan temperatur darat dan laut yg lebih berpengaruh. Artinya, sangat mungkin munculnya awan gempa hanyalah kebetulan. Jadi awan gempa sebagai pertanda awal sebelum gempa hanyalah kebetulan, bukan kebenaran. Jadi jangan ribut lagi kalau ada awan lurus ya … dipotret aja kalau sore hari syapa tahu ada lomba memotret ! Salam Kompasiana sumber refrensi : Rovicky.wordpress.com, wikipedia.org, ww2010.atmos.uiuc.edu, ugm.ac.id, BMKG, LAPAN, IAGI. DLL.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun