Mohon tunggu...
Aziz Abdul Ngashim
Aziz Abdul Ngashim Mohon Tunggu... Administrasi - pembaca tanda dan angka

suka dunia jurnalistik, sosial media strategy, kampanye media sosial, internet marketing. sisanya nulis buat enjoy aja. smile

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Canon Sastra dalam Mythonomia "Kumpulan Cerpen Kompas"

28 Juni 2011   05:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:06 2618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

jika akhir-akhir ini anda seorang tweps dan termasuk penggemar cerpen kompas, terutama folowwer fajar arcana mungkin anda tahu kabar sebaran undangan untuk datang ke acara pemilihan cerpen terbaik kompas 2011.  atau mungkin anda adalah salah satu dari yang beruntung untuk hadir pada acara senin malam tanggal 27 juni 2011 saat menyaksikan Rikard Bagun (pimpinan redaktur kompas) menyerahkan buku "kumpulan cerpen kompas 2011" sebagai tanda "peresmian" kepada Seno Gumira Ajidarma sang  jawara cerpen pilihan kompas 2011 dengan judul Dodolidodolibret . seremonila di bentara budaya jakarta itu akhirnya menasbihkan 18 cerpen terpilih berhak dibukukan sebagai kitab ke-20 cerpen pilihan kompas, menyingkirkan 52 karya yang dimuat kompas minggu dalam 1 tahun, dan bahkan menyingkirkan sekitar 3.600 cerpen yang berakhir di meja redaksi kompas dalam kurun waktu 12 bulan.

menurut fajar,sembilan hingga sepuluh cerpen diterimanya setiap hari. Dalam setahun, ada sekitar 3.600 cerpen. Sebuah angka yang fantastis. namun anda jangan kaget karena menurut catatan alex supartono, redaktur koran tertentu tak kurang menerima 3-40 cerpen perminggu, bahkan ada satu koran kedatangan 60-100 cerpen per minggunya. dan diperkirakan setiap tahun 6000 naskah cerpen berkahir di tempat sampah pada kantor redaksi koran-koran yang dianggap barometer perkembangan sastra cerpen indonesia. sungguh sebuah ironi dalam paradoks perkembangan sastra indonesia. ini belum termasuk ratusan hingga ribuan cerpen lain di koran-koran lokal, mungkin jika dilakukan penelitian angka-angka itu akan sangat mencengangkan.

sebagian mengatakan cerpen masuk koran selain untuk "nama" juga cari uang. khusus untuk para pencari nama anggapan ini buat saya meleset, lihatlah daftar cerpen pilihan kompas 2011 yang masih di dominasi nama-nama lama yang sudah punya gaung dalam perkembangan sastra indonesia. sehingga muncul selentingan miring bahwa supaya cerpen anda dimuat di surat kabar terutama yang nasional dan sudah punya nama besar ada tiga cara, pertama cerpen anda benar-benar berkualitas dan sesuai selera redaktur, kedua walaupun cerpen tidak terlalu bagus dan tidak sesuai selera redaktur, minimal nama anda sudah terkenal di dunia kepenulisan dan bisa jadi jaminan, ketiga ini yang agak kurang baik, yaitu memanfaatkan hubungan baik dengan redaktur alias PDKT, ini yang ketiga agak kurang baik.

kembali ke cerpen pilihan kompas, sebagai sebuah media nasional yang besar, kompas sudah memiliki reputasi besar dibidang jurnalisme dikalangan pembaca koran terutama di indonesia. latar belakang dan "kebesaran" nama kompas ini yang membuat sebagian orang tidak ragu dengan hal-hal bawaan kompas seperti kompas.com, kompasiana, hingga termasuk didalamnya cerpen yang tiap minggu mengisi lembaran khusus di hari bertanggal merah tersebut. walaupun sesungguhnya dalam pandangan saya latar belakang jurnalisme mumupuni yang ternama dalam diri kompas bisa mempengaruhi bahwa cerpen pilihan kompas merupakan deretan terbaik sehingga mendistorsi cerpen-cerpen lain. namun bisa disimpulkan bahwa deretan naskah dalam kumpulan cerpen kompas dalam 20 tahun terakhir ini adalah yang terbaik yang pihak kompas pilih.

mythonomia kumpulan cerpen kompas, seharusnya tidak dipandang sebagai kumpulan terbaik dari yang terbaik di indonesia tapi terbaik dalam subjektifitas "juri" kompas itu sendiri, dan tentu saja tak lepas dari nama-nama besar yang megiringi kebanyakan nama yang termaktub dalam kitab cerpen ini setiap tahunnya. boleh saja mengatakan bahwa cerpen pilihan kompas adalah terbaik, namun harus diingat bahwa mitos terbaik dari kompas sesungguhnya harus kita reduksi sebagai bagian dari perkembangan dunia sastra terutama cerpen.

mitos-mitos ini bukan tanpa alasan, karena secara tidak langsung mythonomia ini sengaja diciptakan, terlihat dari buku-buku kumpulan cerpen kompas hingga pernyataan beberpa sastrawan, seperti kata-kata nirwan dewanto dalam cerpen pilihan kompas 1993, "harus kita akui bahwa cerpen-cerpen terbaik indonesia dalam lima tahun terakhir ini muncul di kompas dan matra, bukan di (majalah sastra) horison. sunggu mengagetkan, begitu kita menyadari tiba-tiba, bahwa 'kesehatan' sastra kita tergantung pada redaktur cerpen itu". saya tidak sedang mau melawan atau dalam posisi yang berhadapan dengan kritikus senior yang sudah punya nama macam nirwan dewanto, tapi saya berada dalam posisi besebrangan dengan pendapatnya.

seolah mitor-mitos itu sudah dibaptis sejak tahun 1993 sehingga setiap tahunnya menunggu cerpen pilihan kompas seperti menunggu kelahiran "anak dewa" yang membuat orang berdebar-debar siapa mereka yang terbaik di tahun ini. pernyataan tersebut seperti di amiin-i oleh binhad nurohmat, menurut binhad ada dua mainstrem (tradisi cerpen koran) dari tradisi sub-genre cerpen indonesia, yaitu tradisi "cerpen koran" republika dan kompas yang sosial-realis (dengan tokoh seno gumira ajidarma, joni aridinata dan agus noor sebagi tokoh dan tonggaknya) serta tradisi media indonesia dan tempo yang alternatif dalam keliaran gagasan alternatif dan segi pencitraan dan eksplorasi bahasa cerpen korannya (hudan hidayat dan phutut ea adalah "generasi baru"nya disini).

pernyataan nirwan dan binhad tentu saja seperti generalisasi otoriter terhadap perkembangan cerpen-cerpen dalam sastra indonesia. tentu saja patut di duga bukan hanya pernyataan beliau berdua saja yang membuat mythonomia "kumpulan cerpen kompas" sehingga menimbulkan canonisasi sastra baik secara langsung maupun tidak langsung serta baik secara sengaja maupun tidak sengaja. canon sastra ini sepertinya telah membuat jarak dan dinding tentang sipa gold, siapa silver dan siapa yang bronze.

dalam dunia kepenulisan dikenal dengan politica litencia atau dalam bahasa sederhana bisa kita tafsirkan yaitu kebebasan menulis atau dalam bahasa lebih luas, setiap orang punya ciri dan gaya khas dalam proses kepenulisan dan menciptakan tulisan. dan dalam dunia kepengarangan beberapa pengarang sangat yakin akan "substansi" sastra, yang konon universal dan apolitis (bebas-nilai) serta abdai. namun penilaian dalam kepengarangan juga ditentukan oleh apa yang dinamakan subjektifitas tanpa kriteria, hingga nilai kepengarangan dan sastra dinilai dari publikasi dan kritisasi media. hingga memiliki daya publikasi lebih besar. sehingga nilai sastra terreduksi seperti prinsip ekonomi, bukan soal rasa tapi soal promosi, dan promosi yang diciptakan oleh media memiliki pasar lebih besar, inilah yang secara tidak langsung menimbulkan trah dalam dunia kepenulisan.

trah adalah tingkatan, atau lebih dikenal dengan canon, canon berasal dari bahasa yunani kuno yang berarti buluh atau tongkat, yang berguna sebagai alat pengukur. dan dalam tahap selanjutnya memiliki tambahan "peraturan" dan "hukum". sehingga dikemudian hari istilah canon memiliki arti sleksi untuk memilih pengarang yang karyanya pantas untuk diabadikan. dan dalam hal ini cerpen pilihan kompas telah menjadi mythonomia tersendiri dalam canon sastra di indonesia.

bila kita melihat lebih jauh kebelakang jauh sebelum cerpen pilihan kompas muncul 2 dekade lampau, pertanyaan besar muncul kenapa nama-nama kaliber maxim gorky, james joyce, virginia wolf, george orwel, paul eluard, jose luis borges hingga pramodya ananta toer tidak berhasil mendapatkan nobel di bidang sastra? maka jawabannya muncul dari jean paul srtre pada tahun 1964, nobel yang diberikan padanya dia tolak, karena dia merasa pablo neruda dari chili dianggap lebih pantas. benar saja anggapan bahwa pemenang nobel adalah orang liberal dan anti komunis bisa danggap benar, karena pablo neruda yang harusnya menjadi pemegang nobel sastra 1964 akhirnya dikalahkan karena dia anggota partai komunis chile.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun