Mohon tunggu...
Aziz Abdul Ngashim
Aziz Abdul Ngashim Mohon Tunggu... Administrasi - pembaca tanda dan angka

suka dunia jurnalistik, sosial media strategy, kampanye media sosial, internet marketing. sisanya nulis buat enjoy aja. smile

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Maaf Bang Yusran, Dia Bukan Filsuf Cantik

21 September 2010   07:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:05 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

untuk filmnya pun tidak terlalu menarik, karena film berjudul mereka bilang saya monyet sebenarnya bukanlah adaptasi dari cerita dengan judul yang sama, karena film yeng dirilis indie tersebut (mungkin untuk menghindari sesnsor karena banyak adegan vulgar) sebenarnya adalah adaptasi dari dua cerita yang disatukan yaitu lintah dan melukis jendela.

kedua menyusu ayah, cerpen "bokep" yang pada awal saja sudah membuat perut saya mulas, cerpen ini juga menjadi cerpen terbaik jurnal perempuan 2002, bisa dimengerti karena faham feminis yang dianut jurnal perempuan diterjemahkan secara radikal oleh djenar, saya kutip saja beberpa baris kalimatnya.

”Padahal saya sudah rindu. Tapi ayah malah menyangkal ! Katanya ia tidak pernah menyusui saya dengan penisnya.”

atau paragraf perkenalan tokoh nayla pada cerita tersebut

karena saya tidak menghisap puting payudara ibu. saya menghisap penis ayah. saya tidak menyedot air susu ibu tapi menyedot air mani ayah.

maka, sungguh keterbatasaan akal dan pemikiran saya tidak bisa menyentuh kepada inti bahwa djenar adalah seorang filusuf. djenar memang cantik secara lahiriah tapi saya sulit ikut menyebutnya cantik secara tulisan. cantik soal tulisan mungkin soal estetika, maka saya harus bertanya kepada sapardi djoko damono menyebut saman novel "jorok" yang satu mazhab dengan tulisan-tulisan itu dahsyat, apakah tulisan-tulisan dari para penulis lingkar pena tidak menadapat kata-kata seruap, ataukah kata-kata dhasyat dan penerima KLA itu adalah karya-karya sastrawangi alias Sastra Mazhab Slangkangan.

melihat djenar berjilbab, hehehe... tunggu dulu itu hanya metafora kecil, atas pertanyaan nakal saya di paragraf terakhir ini atas minimnya kritikus sastra atas karya-karya penulis lingkar pena (dan sejenisnya) yang berjilbab itu. apakah tulisan mereka jelek dan kalah estetis ? apa dasar kejelekannya? ataukah para penulis "berjilbab" harus ikut "berbikini" seperti djenar untuk menyabet gelar pendobrak. apakah pejuang wanita di mata "jurnal perempuan" harus mengumbar penis bukan menjaga nilai kehormatan?

saya yakin banyak filusuf cantik berbalut kesopanan tanpa mengumbar "ranjang" disetiap tulisnnya.

---

tulisan di atas hanyalah subjektifitas saya pribadi, dan tidak memaksa orang lain untuk satu pemahaman dengan saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun