Semua pasti sudah tidak asing lagi dengan industri pertambangan, yah benar industri pertambangan atau bisa dibilang sebagai kegiatan mengelola sumber daya alam (SDA) yang tersebar di negara ini. Dimana pengelolaan atau operasi produksi sumber daya alam (SDA) diperuntukan untuk kemakmuran rakyat sesuai dengan aturan yang sudah tertulis pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang berbunyi "Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".
Berbicara soal sumber daya alam (SDA) tak akan terlepas dari pembagian jenis bahan galian, dimana jenis bahan galian itu sendiri dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu : golongan A, golongan B, dan golongan C. Dimana golongan A (bahan galian strategis) itu sendiri meliputi Minyak bumi, gas bumi, aspal, uranium, kobalt, timah, dll. Golongan B (bahan galian vital) itu sendiri meliputi emas, perak, platina, intan, besi, dll. Dan golongan C (bahan galian industri) itu sendiri meliputi kapur, pasir, marmer, dll.
Ternyata selain ketiga golongan jenis bahan galian tersebut ada juga satu unsur atau sumber daya alam (SDA) yang masih belum diperhatikan, dilirik, ataupun dilihat oleh pemerintah dan kalangan masyarakat yaitu logam tanah jarang atau Rare Earth Element (REE). Padahal bisa dibilang logam tanah jarang atau REE itu sendiri sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat karena merupakan bahan baku utama dalam pembuatan keramik, pupuk, bahan bakar, baterai, smartphone, pesawat tempur, dll.Â
Logam tanah jarang atau REE juga digunakan pada teknologi magnetic refrigeneration. Salah satu contoh kecil dari logam tanah jarang atau REE ialah mineral Scandium, yang dimana mineral scandium adalah salah satu bahan utama atau bahan paling penting dalam pembuatan smartphone atau handphone, dan pesawat tempur. Logam tanah jarang merupakan unsur atau sumber daya alam (SDA) yang sangat dicari dan menjadi kebutuhan pokok bagi dunia.
Di Indonesia sendiri logam tanah jarang atau REE masih belum diperhatikan karena masih banyak masyarakat yang kurang memahami tentang hal tersebut. Saya rasa pemerintah Indonesia dan Menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM) harus melihat dan membuat kebijakan tentang hal tersebut. Selain itu, pemerintah harus merubah paradigma berpikir mereka tentang hal tersebut.Â
Agar bisa dimanfaatkan bagi kemakmuran rakyat. Revisi undang-undang mineral dan batubara (Minerba) kemarin masih belum tertadapat aturan yang membahas tentang izin usaha pertambangan (IUP) tentang mineral tersebut. Saya rasa pemerintah harus merivisi kembali undang-undang minerba nomor 4 tahun 2009 dan mencantumkan aturan yang mengatur pengolahan mineral tanah jarang.
Mengapa saya mengatakan demikian, karena saya sendiri takut dan gelisah jikalau perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia juga mengekspor sebagian mineral tanah jarang ke luar negeri seperti Cina, Amerika, Jerman, dan Australia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI