Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sebuah Perspektif tentang Puasa dan Wajah Demokrasi Kita

14 Maret 2024   18:08 Diperbarui: 15 Maret 2024   18:15 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemilu, demokrasi. (Dok Shutterstock via Kompas.com) 

Namun, seperti halnya perbedaan antara puasa dan demokrasi, penggunaan term "muttaqin" dalam konteks demokrasi kita juga terbilang sah-sah saja. Apalagi makna lain dari term "muttaqin" (diandaikan) memiliki relevansi filosofis dengan alam demokrasi kita.

Setidaknya term "muttaqin" merupakan term khas dalam Islam, ia merupakan bahasa al-Qur'an (dan bahasa hadis). Dalam al-Qur'an, term "muttaqin" disebutkan kurang lebih empat puluh tiga kali. Sementara dalam bentuk frase "lilmuttaqin" disebut kurang lebih tujuh kali. Term "muttaqin" seakar dengan term "tattaqun" yang terdapat dalam ayat puasa (QS al-Baqarah/183). 

Pada ayat tersebut, "takwa" bukan saja menjadi orientasi dan goal akhir dari aktivitas puasa dan amaliah lainnya dalam bulan Ramadhan. Akan tetapi, takwa juga merupakan bagian dari "proses". Sehingga, takwa dan atau "muttaqin" dalam percakapan ini merupakan prinsip hidup yang harus menjiwai pelbagai aktivitas kehidupan, baik sebagai individu, masyarakat dan bangsa.

Dalam kaitannya dengan demokrasi, muttaqin dimaksudkan sebagai sebuah jalan lurus dan serba hati-hati. Demokrasi harus berjalan lurus ke depan. 

Tidak boleh belok sana besok sini. Apalagi di persimpangan jalur pembelokan terdapat parasit-parasit demokrasi di sana, mulai dari para oligarki, otoritarianisme dan diktatorianisme. Karenanya itu, untuk tetap berada pada jalan demokrasi yang lurus diperlukan juga sikap serba hati-hati dari pembajak dan pembegal demokrasi. 

Manusia-manusia demokrasi yang membudayakan puasa dan sampai pada maqam muttaqin akan mampu membawa demokrasi sebagai sistem yang akan memberikan harapan bagi masa depan peradaban bangsa dan umat manusia.

Wallahu A'lam.
Azis Maloko

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun