Pasalnya, KPU RI menerima berkas pendaftaran Capres-cawapres Prabowo-Gibran sebagai Capres-Cawapres yang sah dan siap berlaga dalam kontestasi Pemilu 2024 sebelum melakukan merevisi Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.Â
Sebab, pendaftaran Gibran seharusnya tidak diterima karena aturan di PKPU Nomor 19/2023 masih mengatur syarat calon berusia minimal 40 tahun.
Apakah hanya sampai di situ saja wajah demokrasi kita diobok-obok? Tidak. Masih banyak lagi seabrek cara dan manuver lainnya yang dimainkan, lagi-lagi, dengan pongah, telanjang dan vulgar.Â
Fakta-fakta lainnya yang dikemukakan oleh pakar dan pengamat juga menjadi berita yang tersebar luas adalah penggerakan instrumen kekuasaan politik secara terstruktur, sistematis dan massif (TSM).Â
Seperti penggelontoran BLT dan Bansos secara besar-besaran hingga menghabiskan anggaran sebesar lima ratusan triliun, sesuatu yang berbeda sama sekali dengan kondisi elnino pada tahun 2015 lalu dan juga ketika kondisi jagat Indonesia diserang oleh pandemi Covid-19 semenjak penghujung 2019 hingga 2021.
Ada politisasi BLT dan Bansos di mana-mana, begitu yang selalu dikatakan dan diulang oleh Pipin, sang Jubir Muda PKS, Â dalam banyak kesempatan. Politisasinya dari aspek pembengkakan anggaran BLT dan Bansos, waktu dan tempat penyaluran dan identitas atribut yang digunakan dalam penyaluran hingga pihak-pihak yang terlibat dalam penyaluran, iming-iming dan penyesatan di dalamnya.Â
Di mana waktunya dipercepat dengan alasan terjadi elnino. Pun pihak yang terlibat dalam penyaluran bukan langsung di bawah komando Menteri Sosial. Juga BLT dan Bansos dipolitisir menjadi sumbangan seorang Presiden. Bahkan politisasi terakhir ini langsung dimainkan oleh dua orang menteri.
Belum lagi marak pemberitaan tentang ada dugaan penggerakan aparatur Negara, mulai dari kepolisian, kepala Desa, PLT beberapa Daerah dan lainnya. Juga berbagai pemberitaan tentang bagaimana terjadinya dugaan kecurangan dalam proses pencoblosan hingga perhitungan suara. Di mana terjadi pengelembungan suara yang tidak wajar dengan menguntungkan pihak-pihak tertentu dan merugikan pihak lain.Â
Bahkan sebelum ada dugaan terjadinya serangan hacker hingga terjadi down sistem, server aplikasi dan sistem bekerjasama dengan Alibaba dan bukan berada di Indonesia dan seterusnya, hingga sempat terjadi Pemilihan ulang pada beberapa TPS se-Indonesia, penghentian sementara rekapitulasi.
Selain itu, kebebasan berekspresi kian hari kian dibatasi dan dikebiri sedemikian rupa dengan berbagai macam dalih dan logika. Kritik-kritik konstruktif terhadap pemerintah bukan saja tidak didengar dan diindahkan, akan tetapi juga dilawan dengan tindakan represif oleh mereka yang dikatakan sebagai aparat keamanan.Â
Sebuah ironi adalah mereka-mereka yang dulunya mengatakan begitu rindu dengan kritikan dan demonstrasi malah menghilang begitu saja ketika ada sekumpulan masa melakukan aksi. Entah malu-malu, takut atau apa. Intinya ketika ada tamu yang diharapkan tempo hari dalam "retorika hipokrasi" bertandang ke "istana" malah menghilang bak pocong di siang bolong.