Mohon tunggu...
Azis Iskandarsyah
Azis Iskandarsyah Mohon Tunggu... lainnya -

nama : Azis iskandarsyah\r\nno.Hp : 0896-1307-1309\r\ntwitter : @aziskandarsyah\r\nFakultas Ilmu Sosial\r\nUniversitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Munggahan : Tradisi Masyarakat Betawi

26 Mei 2017   10:31 Diperbarui: 26 Mei 2017   10:57 3758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Munggahan” Bagi orang betawi kata ini sudah tidak asing lagi terdengar di telinga. Kata yang biasa mereka dengar apabila memasuki bulan suci Ramadhan. Kata Munggahan ini sendiri berasal dari Bahasa sunda yaitu “unggah” yang mempunyai arti kata naek ka tempat nu leuwih luhur atau naik ketempat yang lebih tinggi (Danadibrata, 2006:727) . Memang apabila di runtutkan Betawi ini lebih dekat akan budaya sunda, karena betawi ini sendiri bukanlah suku akantetapi sebuah bentuk perpaduan dari berbagai suku yang membentuk budaya baru di Batavia. Maka sebenarnya tidak ada istilah “suku betawi” yang ada hanyalah “Anak Betawi”.

Terlepas dari suku atau bukan, Betawi ya betawi, sebuah budaya yang mungkin bisa dibilang unik dengan segudang sejarah yang melekat pada tradisinya. Kembali pada Tradisi Munggahan, Istilah munggahan ini sendiri di Betawi di maknai dengan Acara atau tradisi menyambut bulan suci Ramadhan. Bulan yang paling suci, yang bisa membawa hambanya pada sebuah kesucian karena bulan Ramadhan sendiri adalah bulan penuh ampunan. Maka tidak ayal masyarakat betawi sangat memaknai Tradisi Munggahan sebagai hari penuh syukur sebelum memasuki bulan Ramadhan. Munggahan sendiri biasanya dilakukan satu hari sebelum Ramadhan, biasanya ada yang menyebut dengan istilah “Malem Munggah”. Yang dimana keluarga, sanak saudara di betawi pada kumpul atau ngeriung di rumah orang tua atau yang di Tuain (Apabila orang tua telah tiada masyarakat betawi sangat menghormati orang yang lebih tua selain Ibu dan Bapak, seperti Mamang (Paman), Ence(Bibi) atau Abang).

Sebelum memasuki malam munggah itu sendiri masyarakat betawi biasanya mempunyai suatu rentetan acara, yang paling utama biasanya menziarahi makam orang tua (pada umumnya dilaksanakan pada Jum’at terakhir ramadhan). Dan biasanya pada masyarakat yang benar-benar akan kental tradisi betawinya yang paling mencolok adalah mereka mengadakan yang namanya “Ngaduk Dodol”. Ngaduk dodol ini sendiri memang biasanya dilakukan pada acara-acara penting seperti mau nikahan dan mau munggahan (pembahasan tentang ngaduk dodol sebenarnya terlalu panjang untuk dijabarkan, karena tidak terlepas pada filoshofi-filoshofi dari ngaduk dodol itu sendiri, InsyaAllah saya akan membuat dilain artikel). Selain ngaduk dodol yang paling khas pada munggahan adalah, orang betawi biasanya ngasih seserahan buat diolah bagi yang sudah berkeluarga kepada orang tua, biar dapet berkahnya. Soalnya, gg ada berkah yang paling bagus selain berkah kita hormatin orang tua. Istilah dalam orang betawi mah “ Asal Baba sama Ema seneng, apa ge kita lakuin.”

Yaa begitulah sepenggal artikel pendek dari saya yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat.

Catatan : Kalo ada yang masih bilang bid’ah, bid’ah coba kita ngaji lagi... kira-kira ini banyak mudharatnya apa banyak manfaatnya. Kalo banyak mudharatnya udah barang tentu orangtua jaman dulu udah ninggalin tradisi yang kaya gini, kaya gitu. Tinggal dari kitanya dah mao lestariin, apa mao ninggalin. Semua balik ke diri masing-masing. Maapin.

Oleh : Azis Iskandar Syah

Univeritas Negeri Jakarta

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun