Mohon tunggu...
Azis Fajriyandi
Azis Fajriyandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Unjani Teknik Elektro

Nulis dikit-dikit, dikit-dikit nulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jenderal A.H Nasution dan Bandung Lautan Api

27 Juni 2024   20:39 Diperbarui: 27 Juni 2024   20:44 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jika berbicara tentang Kota Bandung, itu tak lepas dari keindahan alam dan kota nya sehingga Bandung diberi julukan Kota Kembang. Tetapi tepat 78 tahun lalu, Bandung pernah memerah dan terbakar. Tepat 78 tahun lalu 24 Maret 1946 peristiwa Bandung Lautan Api terjadi. Seorang Jenderal memutuskan untuk membakar Bandung, demi menghalangi pengambil alihan kota Bandung oleh Sekutu.


Profil Singkat

Jenderal Abdul Harus Nasution, lahir 3 Desember 1918 di Huta Pungut , Kecamatan Kotanopan,Tapanuli Selatan. Sejak muda, beliau memang sudah cukup mengenal kota Bandung, tepatnya pada tahun 1935 saat ia mengambil Pendidikan di Hollandsche Inlandsche Kweekschool (HIK) atau Sekolah Menengah Guru di Bandung. 

Ia sempat menjadi seorang guru dan mengajar di Bengkulu dan Palembang. Merasa tidak cocok dengan dunia Pendidikan, Nasution memutuskan untuk mengikuti Pendidikan Perwira Cadangan di Kota Bandung (1940-1942). Setelah selesai dengan masa pendidikannya, Nasution diangkat menjadi pembantu letnan calon perwira (vaandrig) dan ditempatkan di Batalion 3 Surabaya. Tapi lagi-lagi Bandung seakan memanggil Nasution untuk kembali, tepatnya ketika Jepang menduduki Hindia Belanda (1942), Nasution kembali ke Bandung dan menjabat sebaga pegawai Kotapraja Bandung selama penjajahan Jepang.

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, Nasution aktif dalam kepemimpinan pemuda dan menjadi penasihat Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Bandung. Pada saat TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dibentuk, Nasution memulai dengan pangkat dan jabatan yang tinggi di TKR I/Jawa Barat.


Bandung Lautan Api dan Keputusan A.H Nasution


Pada tahun 1946, tepat 1 tahun Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan nya, pihak Sekutu berusaha untuk mengusai Kota Bandung. Pihak Sekutu bahkan mengeluarkan perintah agar rakyat meletakan senjata dan mengosongkan wilayah Bandung. Tetapi rakyat tidak takut, mereka bahkan melawan dan menyerang pos-pos Sekutu di wilayah Kota Bandung.

Pada bulan Maret 1946, Bandung telah terbagi menjadi dua, Sekutu menguasai Kota Bandung bagian Utara, sementara bagian Selatan dikuasai Tentara Republik Indonesia (TRI). Bahkan di bagian Utara Bandung sekitar Lembang sampai Sukabumi, pasukan Inggris yang memimpin Sekutu ingin segera mengambil alih tentera Jepang yang ditawan dan minta senjata di tangan masyarakat sipil diserahkan, tetapi lagi-lagi masyarakat tidak menggubris dan tetap melawan.


Pada tanggal 22 Maret 1946, Letnan Jenderal Montagu Stopford (Panglima AFNEI) memberi ultimatum, ultimatum disampaikan kepada Sutan Sjahrir selaku Perdana Menteri RI, agar militer Indonesia segera meninggalkan kota Bandung selatan sampai radius 11 km dari pusat kota.

Kemudian muncullah ide dari Mayor Rukana selaku komandan polisi militer di Bandung untuk mengubah Kota Bandung menjadi lautan api dan menutup terowongan kali citarum di perbatasan barat dengan ledakan dinamit. Hal ini dilakukan agar kota Bandung tidak dimanfaatkan sebagai markas pangkalan militer Sekutu. Nasution saat itu menjabat sebagai Komandan Divisi III TRI, menyampaikan hasil musyawarah dan memerintahkan masyarakat Bandung untuk mengungsi ke selatan, yang kemudian ia merealisasikan apa yang menjadi ide dari Rukana, yaitu membumi hanguskan Kota Bandung.

Tindakan Nasution ini sempat dipertanyakan oleh TRI Yogyakarta, mereka menganggap Nasution tidak mau mempertahankan kota Bandung sampai titik darah penghabisan. Tetapi Nasution menjawabnya dengan berani, jika ia tidak mau mengorbankan 4 divisi yang ia miliki. Dikutip dari buku Sekitar Perang Kemerdekaan, Nasution berujar "Kalau musuh akan menduduki, mereka akan menerima puing. Tapi empat batalion saya tetap utuh dan tiap malam melakukan gerilya di dalam kota."

Teknik bumi hangus ini pun akhirnya kembali digunakan ketika menghadapi Agresi Belanda (1948), Jenderal Sudirman mendukung usulan Nasution, dalam buku Jenderal Tanpa Pasukan, Politisi Tanpa Partai, Nasution bertutur "Untuk menghadapi serangan Belanda, perlu dibikin kantung-kantung gerilya dan menjalankan siasat bumi hangus semua milik Belanda".

Mungkin dari penggalan kejadian diatas, akhirnya kita mengerti, betapa berani nya dan betapa bertanggung jawabnya seorang Jenderal A.H Nasution dalam memberikan keputusan dan tindakan terhadap penjajah. Terlepas dari beberapa orang yang terlibat dan sangat berjasa, Nasution menjadi jenderal yang sangat disegani pada masanya. Bahkan Jenderal A.H Nasution menjadi salah satu target perburuan pemberontakan G30S PKI namun mereka gagal menangkapnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun