1. Identitas Buku
- Judul Buku: Demokrasi dan Mahkota Politik (catatan reflektif kebangsaan)
- Penulis: Ahmad Sahide
- Penerbit: The Phinisi Press
- Cetakan: Cetakan I, November 2020
- Halaman: x + 241 halaman
- Nomor ISBN: 978-602-6941-61-9
2. Tentang Pengarang
   Ahmad Sahide lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Ia menyelesaikan starata satunya (S1) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dengan mengambil jurusan Hubungan Internasional dari tahun 2004-2008. Kemudian pada tahun 2009, Ahmad Sahide melanjutkan pendidikan strata duanya (S2) di sekolah pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan mengambil minat Kajian Timur Tengah (KTT), dan selesai pada tahun 2011. Lalu pada tahun 2016, ia meraih gelar Doktor (S3) di UGM dengan konsentrasi yang sama, yaitu Kajian Timur Tengah (KTT). Saat ini tercatat sebagai Magister Ilmu Hubungan Internasional UMY. Selain menjadi akademisi, Ia juga aktif dalam dunia litarasi dengan menggerakan komunitas belajar menulis (KBM). Karya yang telah ia ciptakan diantaranya adalah kumpulan esai, buku ilmiah, novel, serta antologi cerpen.
3. Tentang Buku
Buku dengan judul "Demokrasi dan Mahkota Politik (catatan reflektif kebangsaan)" merupakan buku lanjutan dari kumpulan esai penulis sebelumnya, yaitu kebebasan dan moralitas (2010 dan 2013), kekuasaan dan moralitas (2016), dan demokrasi dan moral politik (2018). Esai-esai dari ketiga buku tersebut dimulai sejak penulis masih mengenyam pendidikan strata satu (S1) di UMY, hingga penulis memasuki jenjang pendidikan tertinggi, yakni menjadi doktor di UGM. Esai merupakan cara yang dipilih penulis untuk merekam perjalanan dinamika kebangsaan serta berdemokrasi di Indonesia selama kurang lebih 15 tahun terakhir. Oleh karena itu, dari buku kumpulan esai penulis sebelumnya, pembaca dapat mengetahui isu-isu dan juga tokoh yang mewarnai kehidupan sosial politik Indonesia sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2013. Tentu figur utama yang banyak kita jumpai dari buku-buku tersebut adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jusuf Kalla (JK), dan beberapa tokoh lainnya. Sedangkan isunya banyak memotret dari partai Golkar dan PDIP, masa partai-partai mencalonkan kadernya dan lengsernya SBY. Lalu dengan membaca buku ini kita akan tahu bagaimana tanggapan rakyat Indonesia dengan terpilihnya Joko Widodo sebagai kepala negara/presiden yang baru.Â
4. Isi Buku
- Esai-esai 2014 Dari SBY ke Jokowi
 Esai-esai ini terdiri dari 16 bagian. Esai ini berisikan mengenai isu-isu yang terjadi sebelum penunjukkan kandidat atau calon presiden dan wakil presiden dari masing-masing partai. Kebijakan-kebijakan yang dipilih oleh publik figur politik seperti presiden asti berada berdasarkan atas apa yang ia tekuni semasa hidupnya sebelum menjabat sebagai kepala negara. Isu-isu mengenai Megawati Soekarnoputri, tentu saja tak lepas dari pujian penulis ketika menunjuk kandidat yang diusulkan oleh partainya sendiri yaitu PDIP. Isu mengenai Jokowi ketika diberi mandat oleh Megawati juga dibahas dalam esai ini. Isu Point of view dari stasiun televisi Indonesia selama masa sebelum pemilu juga ditulis oleh penulis dalam buku ini. Esai pada bab ini juga menjelaskan peran calon wakil presiden yakni Jusuf Kalla, yang sudah pernah menjabat sebagai wakil presiden sebelumnya. Kasus lain yang tak terelekkan masalahnya yakni kasus internal partai politik yang mengusung kandidatnya untuk menuju berama dengan Jokowi ataupun Prabowo pada saat itu. Partai golkar yang saat itu mendeklarasikan Aburizal Bakrie yang menjabat sebagai ketua umum untuk maju sebagai calon presiden periode 2014-2019. Partai Golkar sendiri ternyata kesulitan untuk mencari koalisi partai, bahkan APB senidiri sudah berbicara kepada partai Gerindra namun Prabowo telah memberikan snyal bahwa akan memilih calon yang lain. Begitu pun yang terjadi pada ARB ketika berkomunikasi dengan PDIP yang mengusung Jokowi sebagai calon presiden. Namun nampaknya Megawati memiliki ambisi untuk ikut pada pesta rakyat kali ini dan akan mencalonkan diri sebagai pendamping dari Jokowi. Akhirnya, partai Golkar tidak jadi mengusung kadernya dalam koalisi politik tahun 2014-2019 dan memilih merapat ke kubu Parbowo karena katanya memiliki visi dan misi yang hampir sama dengan go. Esai ini pun ditutup dengan pandangan penulis tentang Jokowi sebagai presiden terpilih namun belum terkenal di kancah Internasional.
- Esai-esai 2015 Konsolidasi Politik Jokowi
Esai ini dibuka dengan permasalahan pertama dan utama bagi Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden yang terpilih. Saat itu PDIP meminta balas budi terhadap Jokowi dengan mengajukan Budi Gunawan sebagai calon tunggal kepala polisi republik Indonesia (KAPOLRI) untuk mengikuti ujian kelayakan di Senayan. Tindakan Jokowi saat itu membuat masyarakat khawatir dengan Indonesia  yang akan dipimpin oleh Jokowi sampai tahun 2019. Karena, sehari setelah KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai kasus tersangka korupsi, Jokowi tetap membiarkan prosesnya itu berjalan. Harapan Jokowi saat itu, Budi Gunawan bisa segera lolos dari jeratan hukum sehingga Jokowi tetap bisa membalas budinya kepada Megawati dan PDIP. Di sisi lain Jokowi juga ingin kebijakannya dapat diterima oleh rakyat. Akan tetapi, masalah itu makin mengkeruh akhirnya mengakibatkan kerenggangan hubungan antara Jokowi-JK dan PDIP. Masalah tersebut berlanjut hingga Kongres IV yang dilakukan oleh PDIP di Bali. Megawati lagi-lagi menjabat sebagai krtus umum PDIP. Dalam pidatonya ia menekankan tentang tugas dari kader PDIP yang masuk ke dalam pemerintahan harus tetap mengikuti instruksinya. Hal tersebut membuat rakyat takut bahwa nantinya Jokowi hanya akan dijadikan budak oleh PDIP dan Megawati. Selain itu, isu mengenai pendidikan juga dibahas di bab ini. Sebagaimana orang barat mengejar ketertinggalan mereka dalam pendidikan dengan umat islam yang saat itu menajdi pusat pendidikan. Mereka meningkatkan pendidikan mereka dan juga mereka menggulingkan islam sebagai pusat pendidikan. Indonesia tidak akan pernah bisa mengejar ketertinggalan dan bahkan setaar dengan kaum barat apabila tidak meningkatkan kualitas pendidikan. Bukan hanya dengan cara menggulingkan rezim hingga kita dapat mengejar ketertinggalan dari barat. Peran NU dan Muhammadiyah sudah jelas ada dalam sejarah kita. Kali ini NU dan Muhammadiyah juga memberikan mukhtamar dan pesan kebangsaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Meskipun keduanya mengusungkan tema yang berbeda, tetapi keduanya memiliki makna atau pesan yang sangat peting untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Seharusnya tugas negara terutama Jokowi sebagai presiden ialah merespon dan memberikan dana bahkan fasilitas kepada kedua ormas tersebut. Hal tersebut bertujuan agar mereka menjalankan gagasan-gagasannya dengan lebih mudah.Â
- Esai-esai 2016 Meraih Mahkota
Pada bagian ini sama seperti bab pertama yakni terdapat 16 esai. Tetapi isu-isu penting hanya akan diutarakan sedikit saja. Pergerakan people power di Indonesia semakin banyak. Disebabkan oleh penguasa negara yang sudah tidak lagi mendengarkan aspirasi rakyat bahkan maraknya kasus-kasus para pemimpin negeri ini yang tidak berintegritas. Kasus korupsi, bermain perempuan dan masih banyak lagi membuat rakyat semakin bergejolak untuk melengserkan pemerintahan Indonesia. Hal ini juga disebabkan karena kurangnya kandidat-kandidat pemimpin negara yang tidak berintegritas seperti pada masa awal-awal kemerdekaan Indonesia. Yang dimana sebelum mereka terpilih sebagai pemimpin negara. Adapun isu lainnya yaitu tentang UU terorisme. Gerakan terorisme di Indonesia semakin banyak karena sikap para pemerintah yang sewenang-wenang dan bahkan tidak peduli dengan rakyatnya adalah penyebab utama. Meski UU terorisme telah disahkan, tetapi tetap saja tidak dapat mengehntikan kebencian rakyat terhadap negara. Di sisi lain, bentuk positif dari pemerintahan Jokowi yaitu pemerataan infrastruktur dari Sabang sampai Merauke. Dan masih banyak lagi yang diungkit oleh penulis mengenai isu-isu politk pada bab ini, baik politik dalam negeri maupun luar negeri.
5. KesimpulanÂ