informasi yang cepat membuat setiap orang bisa dengan mudah mengetahui informasi yang terjadi hanya melalui gadget yang ia pegang. Meskipun, terlihat menakjubkan ada ancaman serius dibalik perkembangan media sosial ini. Perkembangan media sosial dengan berbagai konten yang ditawarkan memberikan warna baru bagi orang-orang berinteraksi di seluruh dunia. Kondisi ini membuat semua orang mampu terhubung dalam jarak yang jauh dan melewati batas-batas teriorital. Tidak hanya itu, akses
Salah satu ancaman serius pada perkembangan media sosial adalah sifat adiktif yang ditimbulkan melalui media sosial yang diakses. Sehingga, orang akan sangat sulit untuk bisa lepas dari pengaruh media sosial yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu kelompok generasi yang memiliki potensi besar mengalami hal ini adalah generasi alpha. Generasi ini merupakan generasi yang lahir dengan dikelilingi akses informasi yang melimpah. Namun, terdapat potensi lain yang sangat sulit untuk dideteksi, yaitu potensi gangguan shortened attention span.
Kondisi shortened attention span memberikan dampak terhadap daya tahan seseorang dalam mengerjakan sebuah pekerjaan. Alhasil seseorang bisa dengan mudah mengalami distraksi dan gangguan yang membuat ia tidak fokus untuk melakukan sesuatu. Kondisi ini setidaknya berpengaruh pula terhadap daya tahan seseorang ketika membaca buku. Meskipun, internet dan media sosial memberikan ruang informasi yang beragam, tidak bisa dipungkiri bahwa seringkali konten yang ditawarkan tidak menyajikan informasi yang lengkap.
Bagi kalangan sejarawan, tentu ini menjadi ancaman yang serius. Sejarawan masih menjadikan buku sebagai sebuah media untuk menyampaikan narasi dan hasil kajian penelitiannya. Meskipun, kini mulai banyak bermunculan kreator konten yang membahas isu-isu sejarah yang membuat kajian sejarah menjadi lebih menarik. Namun, potensi tersebut akan berbahaya ketika para penikmatnya hanya menerima informasi secara singkat pada konten-konten yang mereka konsumsi. Hal inilah yang sekali lagi menjadi tantangan bagi kalangan sejarawan untuk menyajikan narasi sejarah tetapi tetap membawa informasi yang utuh.
- Attention Deficit Disorder pada Generasi Alpha
Penggunaan istilah alpha merupakan sebuah verifikasi dari huruf pertama alphabet Yunani yang memiliki arti pertama dari serangkaian kategori. Namun, penggunaan istilah generasi alpha sendiri baru digunakan oleh seorang peneliti bernama Mark McCrindle (Hidayat, 2021). Secara karateristik kelompok generasi ini memang hampir mirip dengan generasi sebelumnya yaitu generasi Z yang juga melek terhadap perkembangan teknologi. Koneksi generasi alpha yang kuat terhadap perkembangan teknologi membuat mereka dikenal juga dengan kelompok yang melek teknologi sejak belia.
Generasi alpha atau yang juga sering disebut generasi digital lahir pada rentang tahun 2010 hingga sekarang. Kelompok generasi ini menjadikan teknologi dan informasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari (Radhiyani, 2024). Kondisi ini bisa dikaitkan dengan perkembangan teknologi yang sudah menjangkau luas banyak orang di seluruh dunia. Sehingga siapa pun bisa dengan mudah mengakses teknologi dari manapun. Informasi yang melimpah ini membuat generasi ini menjadi mahir dan akrab dengan teknologi yang mereka gunakan Istilah ini dikenal juga dengan screeenager.
Istilah screeenager merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut orang-orang yang pandai dalam menggunakan perangkat elektronik seperti komputer gadget, hingga tablet. Tidak hanya itu mereka juga menghabiskan sebagai besar waktunya untuk berinteraksi dengan media sosial, bermain game hingga menjelajahi internet. Istilah ini sendiri diperkenalkan pertama kali di Inggris pada tahun 1959 dan muncul di Times of India. Kehadiran screeenager dianggap sebagai kemajuan dari tren digital dan memberikan warna baru dalam dunia digital.
Generasi alpha lahir di tengah perkembangan teknologi yang sedang pesaat-pesatnya. Tidak mengherankan apabila mereka sudah menerima beragam informasi sejak belia. Hal ini memberikan pola pendidikan yang cenderung memiliki perbedaan dengan generasi-generasi sebelumnya (Yuliandari, 2020). Generasi ini digadang-gadang sebagai kelompok generasi yang akan membawa kemajuan zaman di masa yang mendatang, terkhusus pada bidang teknologi dan informasi.
Kehadiran generasi alpha sebenarnya memberikan indikasi positif mengenai tingkat penggunaan internet yang tinggi. Selain itu, mereka yang mengenal dunia digital sangat tanggap terhadap isu-isu yang berkembang sehingga memiliki kecenderungan mudah dalam merespon isu yang berkembang. Kemudahan dalam memberikan tanggap ini membawa pada berbagai perspektif yang bisa mereka gunakan dalam memandang suatu permasalahan. Berbeda hal nya dengan generasi-generasi yang hanya bisa mengakses satu sumber informasi saja. Namun, mudahnya informasi yang mereka terima membuat daya kritis terhadap isu yang ada menjadi berkurang dan mudah percaya apa saja informasi yang beredar di internet.
Meskipun memiliki indikasi positif, generasi alpha yang akrab dengan teknologi ini memberikan akan memicu kecenderungan adiksi terhadap teknologi termasuk media sosial (Indrajit, 2021). Gangguan kecanduan atau adiksi yang terjadi pada teknologi dan internet berakibat pada shortened attention span. Gangguan shortened attention span merupakan kondisi dimana seseorang memiliki kesulitan untuk fokus pada suatu hal dalam jangka waktu yang lama. Gangguan ini terjadi pada kegiatan-kegiatan yang membutuhkan fokus mendalam. Kemampuan fokus ini akan berakibat pada buruknya kinerja seorang siswa di sekolah atau pun seseorang ketika berada di tempat kerja. kinerja buruk yang terjadi secara terus-menerus ini tidak hanya memberikan dampak buruk bagi individu, melainkan juga dalam hubungannya dengan orang lain.
Perubahan yang terjadi akibat shortened attention span merupakan sebuah fenomena global. Perubahan ini seringkali disebabkan oleh pengamnilan gambar yang terus memendek selama beberapa dekade. Pada tahun 1920-an rata-rata durasi pengambilan gambar lebih panjang yang membuat orang bisa fokus untuk melihat dialog yang ada pada film. Perubahan durasi mulai terjadi pada tahun 1930 dimana pengambilan gambar menjadi rata-rata 12 detik per gambarnya (Mark, 2023). Kondisi ini sebenarnya dapat diperhatikan pada proses pengambilan gambar pada film-film yang kini ditayangkan di televisi.