Ini adalah sepenggal percakapan antara saya dengan seorang guru, di senja hari, awal Februari 2010.
Saya:
Geliat-geliat kerakusan terus menggelora
sementara sang pemimpi hanya mampu menatap dari sudut kegalauan.
ingin kucabik dan kurobek dinding-dinding semu yang megkasta
namun kutetap dalam ketidakberdayaan
atau pura-pura tak berdaya???
Sang Guru:
Nilai tak akan pernah terberi
pada kepura-puraan..
absurd pada zaman yang compang
bak marka tanpa tanda
meskipun galau menusuk pikir.....
jangan biarkan kegalauan menguasai
pada asa bagi sang pemimpi
meskipun kerakusan tampak di ujung hidung
sebab ada aksara tutur kebajikan
tanpa merobek ..
tanpa mencabik..
sambil menunggu gerimis datang
membawa pesan..
yang luput selama ini...
Saya:
nilai memang selalu hinggap pada kepastian
namun, realita selalu berpijak pada sebuah ambiguitas
atau kadang terjebak pada fatamorgana semu
semua menjadi ilusi...
asa senantiasa menjelma dalam setiap catatan kalbu
menyajikan menu-menu keindahan
yang membuat setiap pemimpi tergiur dan terhanyut
namun, semua terkadang hadir bagai sebuah ranjau
yang mencabik setiap imaji...
ingin kugapai asa dalam setiap kebenaran langkah
namun, apalah daya.....
kebenaran hanyalah kepentingan...
walau demikian, tetap kutunggu rintik-rintik pesan dari gerimis
yang tak kunjung menyapa...
Sang Guru:
ambiguitas tak harus dipijak
biarkan "ia" pergi...menjauh..
melangkahlah....iya hanya melangkah...
sambil memungut ranjau...
untuk menjauh dari imaji
Sebab,satu yang pasti
aksara kebajikan menanti
kebenaran langkah
pada tiap jejak sejarah
menyapa dinding lumut
yang membisu pada tanya
sabab, kebenaran adalah kebenaran itu sendiri...
dan kepentingan....??
kadang melawan hakikat kebenaran...
sambil menunggu gerimis datang...
membawa pesan yang di nanti...
Saya:
Semoga demikian adanya...
mudah-mudahan ranjau yang terpungut tak menjadi lautan tanpa air
tak menjadi bunga tanpa warna...