Musim Liga Spanyol baru saja dimulai, tapi sudah muncul kemungkinan klub terkuat di negeri itu, Real Madrid bakal puasa gelar. Semua ini gara-gara beberapa insiden yang terjadi dalam rentang beberapa bulan ke belakang. Melihat masalah apa saja yang mereka hadapi, dan bagaimana Real Madrid menghadapinya, ketakutan para fans akan klub kesayangan mereka ini, sepertinya benar bakal terjadi.
Real Madrid dalam masalah besar di awal bursa transfer, setelah mesin gol andalan, Karim Benzema hengkang ke Arab Saudi. Hengkangnya Benzema, sampai saat tulisan ini dibuat masih belum ditambal dengan kedatangan penyerang yang sepadan. Situasi di skuad makin buruk setelah dua palang pintu mereka terkena cidera ACL.
Sebenarnya, ada banyak orang yang masih meyakini Real Madrid bakal sukses musim ini, dan bisa saja itu terjadi. Bersinarnya rekrutan baru mereka, Jude Bellingham dalam formasi baru Carlo Ancelotti adalah satu faktor kunci. Namun apabila mengingat kembali peforma mereka di pramusim, ketakutan itu kembali datang. Real Madrid tidak bisa selamanya mengandalkan Jude Bellingham.
Real Madrid memang berada dalam bahaya besar. Apalagi jika mereka keliru dalam mengambil sikap terkait masalah-masalah yang mereka hadapi. Berikut titik-titik kelemahan El Real, yang bisa saja menyebabkan mereka terjerembab ke jurang kehinaan. Membaca titik-titik ini akan membuat kita para fans sadar, ini bukan cuma sekedar tentang Benzema, Cortouis dan Militao.
Perjudian Besar di Bawah Mistar Gawang
Coba sebutkan siapa pemain paling vital bagi Real Madrid setelah Cristiano Ronaldo pergi? Benzema, iya, makanya dia dapat Ballon d'Or. Modric? Iya, makanya dia dapat Ballon d'Or. Namun medali penghargaan juga layak diberikan pada Thibaut Cortouis atas dedikasinya di bawah mistar Real Madrid.
Tak pelak, setelah datang dari Chelsea pada 2018 silam, meski sempat inkonsisten di awal-awal, Courtois nyaris tak pernah tergantikan. Bahkan Real Madrid rela membuang Keylor Navas untuk memberinya lebih banyak menit bermain. Peran kiper Belgia itu di skuad Real Madrid tidak bisa diragukan lagi. El Real tidak akan bisa menjuarai dua gelar La Liga dan satu Liga Champions tanpa Courtois, tanpa kontribusinya di bawah mistar.
Musim ini, salah satu pemain terpenting Real Madrid itu harus absen lama karena cidera ACL. Sungguh pukulan telak, tapi mengetahui bahwa yang menggantikannya adalah Kepa Arrizabalaga, sepertinya adalah pukulan yang lebih telak bagi para fans. Seriusan nih? Real Madrid mau mengganti kiper peraih Yashin Trophy dengan kiper cadangan mati Thomas Tuchel ini?
Segala hormat dan respek untuk Kepa. Dia kiper bagus, kalau tidak bagus mana berani Chelsea menebusnya 80 juta Euro dari Bilbao. Namun dia bukan pengganti yang cocok buat Courtois dari segi peforma. Kalau mau membandingkan apple to apple antara keduanya, lihatlat di FBref, musim terburuk Courtois di Madrid, tidak beda jauh dengan musim terbaik Kepa di Chelsea. Tapi sekali lagi, ini hanya statistik.
Terlepas dari perbandingan yang begitu jomplang secara statistik, peran Courtois di Real Madrid tidak bisa dilihat hanya dari sekedar statistik semata. Real Madrid, terutama di era Carlo Ancelotti, bukan tim yang berbasis ofensif. Mereka tidak konstan menyerang. Ancelotti bahkan sering menginstruksikan anak asuhnya agar bermain sedikit menunggu, dan mencari momen yang tepat untuk menyerang dengan serangan balik. Dalam sistem permainan macam itu, Courtois seringkali jadi bintang, karena dialah aktor yang menggagalkan serangan lawan masuk ke gawang.
Ya, Courtois adalah bintang Real Madrid di banyak laga besar. Siapa yang memenangkan mereka di final Liga Champions 2022? Courtois. Siapa yang memberikan mereka kesempatan membalik agregat lawan Man City di semifinal 2022? Courtois. Siapa yang memberikan kesempatan comeback stronger saat lawan Barca di semifinal Copa Del Rey musim lalu? Courtois. Tanpa Courtois bermain gemilang, Real Madrid akan kebobolan lebih banyak gol dan mereka bakal terpuruk.
Pertanyaannya sekarang untuk fans Real Madrid, siapkah kalian melihat Kepa memikul beban itu musim ini? Jangan jawab sekarang, sebab Kepa sendiri sepertinya tidak siap.
Belum dan Sepertinya Tidak Akan Ada Pengganti Casemiro
Masalah terbesar Real Madrid, selain posisi kiper, sejujurnya, bukan posisi striker atau bek tengah. Namun posisi gelandang bertahan. Anjloknya peforma El Real di beberapa laga penting musim lalu, sebagian besar, karena tidak ada lagi Casemiro di skuad.
Real Madrid memang masih diberkati dengan dua gelandang bertahan dalam diri Eduardo Camavinga dan Aurelien Tchouameni. Hanya saja kedua pemain tersebut bukan Casemiro, dan tidak sama dengan Casemiro. Tanyakan saja pada Carlo Ancelotti.
Casemiro adalah tipikal pemain penyapu, tukang bersih-bersih. Tchouameni tidak se-skillfull itu untuk menjadi penyapu, sementara Camavinga lebih cocok jadi bek kiri sepertinya. Selain itu, jika menengok FBref, serta analisis beberapa pengamat, baik Tchouameni maupun Camavinga memiliki kemampuan dribble dan daya jelajah yang lebih luas. Mereka lebih roaming daripada Casemiro. Apakah itu bagus? Kadang ya, tapi yang dibutuhkan El Real saat ini adalah tukang bersih-bersih di lini tengah mereka.
Faktor lainnya adalah kepercayaan. Ancelotti tidak terlalu memercayai baik Cama maupun Tchou di musim lalu. Di laga-laga besar, termasuk di dua leg melawan Man City di semifinal UCL, Ancelotti memasang Toni Kroos sebagai gelandang bertahan.
Musim ini, apakah masalah akan tetap berlanjut? Kedatangan Fran Garcia barangkali akan meringankan beban kerja Camavinga dan mengembalikan dia ke posisi favoritnya sebagai gelandang bertahan. Sementara Tchouameni yang sempat merasa gerah di Real Madrid, harus berjuang lebih ekstra untuk memperebutkan posisi single pivot. Atau barangkali dia bergeser lebih ke gelandang tengah. Atau barangkali dia akan dijual dan Kroos dipatenkan di posisi gelandang bertahan. Agak menarik untuk mengawasi pos gelandang bertahan Real Madrid musim ini.
Yang pasti adalah Real Madrid harus bermain dengan sistem berbeda, barangkali dengan dua pivot, dan tidak bisa terus berharap ada pengganti Casemiro.
Bermain dengan Tiga Stok Bek Tengah? Memangnya Aman?
Setelah cideranya Eder Militao, Real Madrid praktis tinggal punya tiga bek tengah. Yaitu David Alaba, Antonio Rudiger dan Nacho Fernandez. Dari tiga nama itu, cuma Alaba dan Rudiger yang terbiasa bermain di level teratas. Sementara Nacho menghabiskan banyak waktu di Real Madrid sebagai pelapis.
Kabar buruknya adalah, Real Madrid berencana untuk tidak mencari bek pengganti Militao. Jadi mereka hanya akan punya tiga bek ini saja. Jika Alaba tiba-tiba harus digeser ke kiri karena Fran Garcia sakit perut misalnya, Real Madrid hanya punya dua bek tengah lagi. Jika satu lagi cidera, maka mereka harus memainkan salah satu dari Camavinga atau Valverde sebagai bek tengah.
Tidak ada yang meragukan kapasitas Alaba, Rudiger apalagi Nacho yang merupakan kapten tim. Namun dalam hal ini, Real Madrid sepertinya terlalu santai, dalam menyikapi situasi setelah Militao cidera. Mereka tidak berkaca dari Manchester City atau Liverpool yang pernah kehilangan bek tengah andalan cidera panjang, lantas mainnya awut-awutan. Memang kualitas dan intensitas liga Spanyol dan Inggris itu berbeda, tapi dengan jadwal yang sama padatnya di Eropa, Real Madrid akan menghadapi masalah serupa.
Tambahkan lagi, yang berdiri di bawah mistar adalah Kepa. Bayangkan itu.
Posisi Striker, antara Idealisme Buta atau Terpaksa
Setelah ditinggal pergi Karim Benzema, Real Madrid langsung dikaitkan dengan beberapa striker papan atas. Harry Kane, Kai Havertz, Kylian Mbappe dan Dusan Vlahovic bermunculan di berita transfer Real Madrid. Namun kenyataannya, sampai artikel ini ditulis, Kane sudah ke Bayern, Havertz dibeli Arsenal, Mbappe berkomitme kembali untuk PSG, sementara Vlahovic lebih dihubungkan ke Chelsea. Real Madrid malah mendapat Joselu, dan sekarang pelatihnya sok-sokan tak pakai striker murni dengan formasi 4-3-1-2.
Formasi 4-3-1-2 terdengar sebagai sebuah solusi yang hebat dan revolusioner. Dengan formasi ini, Real Madrid bisa memaksimalkan talenta bintang baru mereka, Jude Bellingham. Carlo Ancelotti barangkali punya planning menjadikan Bellingham seperti Kaka sewaktu di Milan. Rencana yang bagus, dan beracun. Harus ada yang mengingatkan manajemen Real Madrid, bahwa formasi ini adalah sebuah pertaruhan besar, dan jika mereka gagal melakukannya, tidak ada tempat lain untuk pulang selain jurang kehancuran.
Perubahan terbesar dari pergantian formasi ini adalah perubahan role yang diemban Vinicius. Vini yang di awal musim dengan bangganya memamerkan jersey barunya yang bernomor punggung 7, kini harus menghadapi kenyataan bahwa dia dituntut lebih banyak menghasilkan gol lagi. Vini memang pemain yang skillfull, tapi untuk jadi goal-getter di depan mulut gawang lain, dia sepertinya butuh waktu.
Sementara Vini butuh waktu, dan belum tentu berhasil, sepertinya Carlo Ancelotti akan tetap memainkan formasi ini. Brahim Diaz bisa bergantian mengisi pos No. 10 dengan Bellingham, sementara Arda Guler, Rodrygo dan Joselu akan bergantian mengisi duet striker di lini depan.
Sebenarnya ada solusi lain, untuk Real Madrid dalam kondisi serba terbatas ini. Yaitu tetap memainkan formasi 4-3-3 dengan Joselu dan Rodrygo bergantian menjadi ujung tombak. Pos sebelah kiri diisi bergantian oleh Vini dan Brahim Diaz, sementara sisi kanan bisa ditempati Arda Guler dan Federico Valverde. Ini terlihat lebih menjanjikan, setidaknya Vini tahu apa yang harus dia buat.
Sebuah kesimpulan yang bisa diambil adalah, Real Madrid sekarang diapit masalah, dari depan hingga belakang. Lini depan mereka bakal lebih seret gol sebab tak punya goal-getter yang bisa diandalkan, sementara lini belakang mereka bakal lebih keropos sebab ditinggal benteng terkuat. Dalam posisi seperti ini, Carlo Ancelotti akan memegang peranan penting, dengan keputusan-keputusan yang dia buat. Apakah dia punya sentuhan yang ajaib untuk meloloskan Real Madrid dari ancaman puasa gelar musim ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H