"Dia punya kemampuan, potensi dan talenta yang besar. Kami senang, karena dia berasal dari Swedia. Dia akan menunjukkan pada dunia, bahwa Swedia selalu punya bintang-bintang besar (dalam sepak bola)".
Begitu kira-kira pujian yang diberikan Zlatan Ibrahimovic untuk Anthony Elanga. Bagi bomber muda Manchester United, tentu saja mendapatkan pujian dari seorang "Zlatan" adalah sebuah kehormatan yang besar. Ibra seperti yang diketahui adalah seorang pemain yang arogan, dan dia tidak akan memberikan pujian jika Elanga tidak menyimpan sebuah potensi yang benar-benar besar.
Anthony Elanga, winger Manchester United itu baru berusia 20 tahun, tapi sudah membukukan 40 caps untuk Setan Merah. Dia adalah salah satu winger dengan prospek masa depan paling cerah di Old Trafford. Setidaknya itu terlihat musim lalu, dimana dia bahkan bisa menggeser posisi Marcus Rashford dan Jadon Sancho dan tampil reguler sebagai starter. Dia menjadi andalan Ralf Rangnick di banyak kesempatan termasuk di babak gugur Liga Champions saat bersua Atletico Madrid.
Kemunculan Anthony Elanga menumbuhkan harapan optimis para fans, bahwa dengan makin bermunculannya bintang-bintang muda ini, masa depan MU akan semakin cerah. Hanya saja, setelah musim berganti, nasib Elanga berubah seperti membalikkan telapak tangan. Musim 2022/23 di bawah asuhan Erik Ten Hag, bomber berdarah Swedia itu seperti menghilang dari skuad Setan Merah. Jadi kemana sebenarnya Anthony Elanga dan apa yang terjadi padanya?
Seperti halnya pada klub besar pada umumnya, mengamankan posisi starter di Skuad MU harus melewati persaingan yang ketat. Tidak seperti posisi bek yang sepertinya sudah paten ditempati duet Lisandro Martinez dan Raphael Varane, persaingan di sektor penyerangan sangatlah sulit. Itulah yang harus dihadapi oleh Elanga.
Musim lalu, Rashford kurang perform sementara Jadon Sancho masih memerlukan adaptasi. Musim ini, keduanya tampil baik (meski Sancho sempat diasingkan beberapa waktu). Belum lagi MU menambah sesak sektor wingernya dengan merekrut Anthony dari Ajax, promosinya Alejandro Garnacho ke tim senior, tambahkan Bruno Fernandes yang terkadang bisa bermain di sayap sesuai kebutuhan. Coba hitung, ada berapa orang yang harus digeser oleh Elanga agar bisa jadi starter?
Tak pelak, persaingan adalah faktor kunci mengapa kesempatan Elanga menjadi starter berkurang drastis. Dia baru mencatatkan 16 kali penampilan di liga, dan mayoritas dilakukan dari bangku cadangan. Dia hanya memainkan 426 menit bermain. Itu kalau dikonversi jadi waktu bermain full 90 menit, artinya dia hanya bermain sebanyak kurang dari 5 pertandingan. Dari situ, dia baru menyumbangkan satu assist, dan belum mencetak sebiji gol pun.
Meskipun jika dibandingkan, catatan golnya itu tidak terlalu mengenaskan mengingat musim lalu, dia pun hanya mencetak 2 gol (mengikuti catatan FBref). Namun menit bermainnya benar-benar menyusut. Musim lalu, dia memainkan 21 laga dengan 1214 menit bermain. Hampir tiga kali lipat dibandingkan musim ini. Elanga mengaku sangat tidak puas dengan kenyataan menit bermainnya yang berkurang drastis ini. Kepada surat kabar Swedia, Aftonbladet sebagaimana dilansir Mirror, dia berkata:
"Situasi ini membuat saya frustasi. Saya ingin bermain, itu penting bagi saya. Tapi yang menentukan apakah saya bisa bermain atau tidak, tentu saja adalah pelatih, bukan saya."
Dari pernyataannya tersebut, tersirat maksud bahwa Elanga bukan hanya tidak puas dengan situasinya sekarang, tapi juga tidak puas dengan sang manajer, Erik Ten Hag, yang tidak kunjung memberikannya kesempatan untuk bersinar. Dalam pernyataannya yang lebih panjang pada The Athletic, Elanga membeberkan bahwa dia telah berbicara dengan Ten Hag, dan telah mencoba lebih keras dalam latihan, agar bisa mendapatkan kesempatan bermain. Pendek kata, Elanga sedang memperjuangkan tempatnya sebaik mungkin.