Begitulah hewan, di ukur dari fisik bukan akalnya. Jadi, jika ada manusia di ukur hanya dari bentuk fisiknya, ganteng atau cantik, seksi atau kekar maka tidak ada bedanya dengan hewan. Jadi sebetulnya, kontes-kontes ratu kecantikan dan kontes binaraga adalah kontes hewani yang merendahkan martabat manusia yang telah diciptakan oleh Allah swt dalam keadaan sempurna. Wajar saja, ketika manusia tidak menggunakan akal dan inderanya untuk memahami dan mengamalkan aturan Allah swt maka dia bagaikan hewan, bahkan lebih rendah dari hewan (Al-A'raf 179).
Â
Secara fisik, manusia juga makhluk yang paling sempurna dibandingkan makhluk lainnya. Diberikan otak yang ditempatkan dalam kepala yang keras dan terlindung, betapa berbahayanya jika otak ada di bagian pantat yang lunak dan gampang terbentur karena sering diduduki. Diberikan dua mata di depan, betapa rumitnya jika satu mata di depan dan satunya lagi di belakang, ini orang jalan maju atau mundur.
Â
Manusia lebih sempurna dari malaikat yang tidak memiliki nafsu atau naluri (gharizah) dan lebih sempurna dari hewan yang tidak memiliki akal (aqli). Manusia diberikan nafsu oleh Allah swt sehingga bisa menikmati kehidupan, nafsu makan dan minum untuk melanjutkan kehidupannya dan nafsu seksual untuk melanjutkan keturunannya. Manusia juga diberikan akal untuk membuat barang yang bisa meningkatkan kualitas hidupnya, mengetahui baik dan buruk, serta memahami risalah yang disampaikan Allah swt melalui rasul-rasul-Nya.
Â
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (At-Tin 4).
Â
Allah swt juga menyediakan sarana yang sangat sempurna agar manusia bisa bertahan hidup yakni bumi dengan segala isinya. Bumi menyediakan oksigen untuk bernafas, air sebagai sumber kehidupan, makanan berupa hewan dan tumbuhan, bahan tambang dari perut bumi dan banyak lagi, tidak cukup kayu sebagai pena dan air laut sebagai tinta untuk menuliskan semua nikmat itu. Begitulah wujud kasih sayang Allah swt kepada ciptaan-Nya.
Â
Di tambah lagi, Allah swt juga menurunkan risalah (aturan) agar manusia merasa nyaman dalam menjalani kehidupannya, Allah swt mengutus manusia-manusia terbaik diantara kita (para nabi) untuk menjelaskan aturan itu. Jika tanpa aturan, maka dapat kita bayangkan betapa-kacau balaunya kehidupan ini. Berzina sesukanya tanpa pernah mau bertanggung jawab, merampas harta orang lain yang bukan haknya, membunuh manusia lain untuk mempertahankan daerahnya seperti yang terjadi di dunia hewan dan lain-lain. Sementara atas semua perbuatan itu, tidak ada ancaman (sanksi) baik di dunia maupun akhirat, jadi tidak ada beban untuk melakukannya.
Â
Dari ringkasan di atas, Allah swt menciptakan manusia dalam bentuk tubuh paling sempurna diantara makhluk lainnya, diberikan nafsu untuk melanjutkan kehidupan dan keturunannya, diberikan akal untuk berfikir dan diturunkan risalah (aturan) melalui para nabi-Nya.
Â
Tunggu dulu, manusia sebagai makhluk terbaik bisa saja diberikan tempat yang paling rendah oleh Allah swt, lanjutan surah At-Tin.
Â
Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya (At-Tin 5-6).
Â
Meskipun Allah swt telah menjadikannya sebagai makhluk terbaik, maka bisa saja manusia menjadi makhluk yang serendah-rendahnya ketika dia tidak beriman dan beramal saleh. Tidak cukup beriman saja dengan menjadi seorang muslim/muslimah tetapi juga harus beribadah kepada Allah swt (amal saleh).
Â
Dalam surah Al-‘Ashr, Allah swt menyampaikan hal yang sama.
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mena'ati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran (Al-‘Ashr 1-3).
Â
Begini, jika ada pernyataan seperti ini, "Orang Padang adalah pedagang, kecuali ada yang jadi guru" Artinya, mayoritas orang Padang pedagang, kecuali segelintir orang (minoritas) sebagai guru. Begitu juga makna "Illa" (kecuali)dalam kalimat illallaziina aamanu, artinya mayoritas manusia merugi dan dikembalikan ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali (minoritas) yang beruntung yakni mereka yang beriman dan beramal saleh.
Â
Faktanya memang demikian, umat manusia di bumi saat ini sekitar 6 milyar, umat Islam sekitar 25% yakni 1,5 milyar. Berarti ada 75% (mayoritas) orang kafir yang tidak beriman dan sudah pasti masuk neraka, kecuali mereka bertaubat sebelum ajalnya. Belum lagi, dari 1,5 milyar berapa banyak yang saleh, kemungkinan besar minoritas tidak saleh. Belum lagi, jika di hitung mulai dari umat nabi Adam as hingga umat nabi Muhammad saw, berapa banyak yang beriman dan beramal saleh? Jika kita baca kisah-kisah dalam Al-Quran maka mayoritas membangkang kepada para nabi, antara lain umat Nabi Nuh as, Ibrahim as, Luth as, , Musa as hingga Isa as.
Â
Walhasil, iman dan amal saleh akan menghasilkan ketaqwaan, inilah yang menjadikan seorang manusia mulia (Al-Hujurat 13), kemuliaan bukan di ukur dari bangsawannya, hartanya atau jabatannya. Seorang bangsawan bisa di cabut gelarnya begitu saja oleh manusia lain yang lebih berkuasa darinya. Seorang kaya bisa jatuh miskin dalam sesaat ketika terjadi kebakaran, gempa, banjir atau tsunami. Seorang pejabat bisa hancur karirnya hanya gara-gara di jebak dengan seorang wanita. Tetapi ketaqwaan seseorang membuat dirinya mulia dihadapan Allah swt dan manusia, bahagia di dunia dan akhirat.
Â
Wallahu a'lam
Â
Maraji':
Tafsir Ibnu KatsirÂ
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H